Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Bisnis Sepekan

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Bisnis Sepekan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tarif CDMA dan GSM Bakal Sama

PEMERINTAH akan me-re-vi-si aturan penggunaan ja-ri-ngan telepon lokal tanpa kabel. Ini buntut dari diluncurkannya FlexiCombo oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. bulan lalu. Dengan layanan ini, pengguna Flexi bisa memakai ponselnya di mana pun, tanpa harus ganti kartu. Kontan, produk baru ini langsung menuai protes dari operator telepon seluler. Sebab, pelanggannya terancam beralih ke Flexi yang bertarif lokal.

FlexiCombo kini telah merambah 200 kota di Indonesia. PT Bakrie Telecom Tbk. yang punya Esia pun berancang-ancang meniru cara serupa. Menurut Menteri Komunikasi Sofyan Djalil, sesungguhnya teknologi code division multiple access (CDMA) yang dipakai Flexi sama dengan general service for mobile communications (GSM). Cuma aturan menteri saja yang mengharuskan CDMA dipakai dalam satu area.

Untuk itu, pemerintah ba-kal mengimbangi revisi- atur-an ini dengan perubahan tarif. Biaya frekuensi bagi o-perator CDMA akan dinaikkan dan biaya o-perator GSM diturunkan. "Nantinya biaya seluruh operator akan sama," katanya. n

Unit Indofood ke Bursa Singapura

LANGKAH ekspansi terus digeber Grup Salim. Kali ini, PT Indofood Sukses Makmur Tbk. akan mencatatkan saham anak perusahaannya di bursa Singapura.

Proses pencatatan dilakukan melalui transaksi pem-belian (reverse takeover) saham ISG Asia Ltd. yang ter-catat di bursa Singapura senilai Sin$ 392 juta atau Rp 2,2 triliun. Perjanjian antara Indofood dan ISG diteken pada Rabu pekan lalu. "Ini u-ntuk men-jaring investor luar negeri dan mengembangkan usaha Grup In-do-food," kata Direktur PT In-dofood, Thomas Thjie.

Melalui transaksi itu, In-do-food nantinya akan me-nguasai 98 persen saham ISG lewat unit usahanya di Singapura, Singco 1. Setelah tran-saksi rampung, ISG pun akan berganti nama menjadi Indofood Agri Resources Ltd., sebagai tanda telah terjadinya perubahan kepe-milikan atas perusahaan itu.

Direksi Great River Mundur

KISRUH di tubuh PT Great River Internatio-nal Tbk. kembali menyeruak. Kuasa direksi per-usahaan tekstil itu, pekan la-lu, ramai-ramai mengundur-kan diri. Urus-an operasio-nal perusahaan terhitung sejak 1 September di-serahkan kepada Bank Mandiri (kreditor), PT Nikko Se-curities Tbk. (penjamin emisi), dan Bank Mega (wali amanat). "Kami terintimi-dasi," begitu kata me-reka dalam -suratnya ke Bursa Efek Jakarta, Selasa lalu.

Lima orang anggota direksi yang meng-undurkan diri itu-Kristanto Setyadi, D. Swantopo, Hasanuddin Rachman, Doddy Soepardi, dan Albert Mario Setyawan-mengaku tak sanggup lagi menanggung beratnya persoalan yang di-hadapi. Perusahaan tekstil milik Sunjoto Tanudjaja ini masih menunggak utang -Rp 250 miliar ke Mandiri. Se-lain itu, tak bisa menebus obliga-si Rp 300 miliar dan denda Rp 1 miliar ke BEJ.

Keuangan Great River te-rus defisit. Direksi juga tak kunjung bisa membuat la-por-an keuangan sejak 2003 dan selalu gagal menggelar rapat umum pemegang saham. Bursa pun sudah menghentikan perdagangan sahamnya sejak Januari 2005. Belum lagi soal tagihan pajak, cukai, asuransi, atau utang ke pemasok bahan baku. Selain itu, mereka pun masih harus bersaksi di depan polisi atas gugatan karyawan.

Atas pengunduran diri itu,- Bank Mandiri sudah me-nyiapkan penggantinya-. Me-nurut Sekretaris Per-usahaan Bank Mandiri, Eko-putro Adi-ja-yanto, direksi ba-ru kemung-kin-an orang Mandiri.

Daerah Dilarang Pungut Retribusi

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya secara terbuka melarang pemerintah daerah memu-ngut retribusi dan pajak. "Ini memberatkan masya-rakat dan pengusaha," kata P-residen, saat berpidato- di -de-pan anggota Dewan Perwakil-an Daerah, Rabu pekan lalu.

Selama ini, aturan pajak, retribusi, dan pungutan lainnya di daerah saling tabrak dengan Undang-Undang Pajak yang dibuat pemerintah pusat. Departemen Keuang-an sudah lama menyortir tiga ribuan peraturan daerah yang dinilai tumpang tindih. Menurut Presiden, aturan daerah semacam ini menghambat laju ekonomi.

Peraturan yang tum-pang tindih ini dipicu oleh otonomi daerah. Pemerintah provinsi atau kabupaten punya ke-kuasaan penuh meningkatkan pendapatan. Cara yang ditempuh adalah membuat beragam aturan pungutan. Inilah yang kerap dikeluhkan pengusaha. n

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus