Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

28 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Harga Elpiji Bakal Naik

Setelah elpiji beberapa waktu lalu hilang dari pasaran, yang membuat harganya melambung, kini harga produk gas dalam tabung ini mulai kembali merambat naik.

Gara-garanya, Pertamina jauh hari telah mengumumkan adanya rencana kenaikan harga elpiji untuk tahun depan. ”Harga elpiji akan dinaikkan 41 persen,” kata Asisten Manajer Pemasaran Elpiji PT Pertamina, Rasidi Hasyim, Kamis pekan lalu.

Jika kenaikan ini jadi direalisasi, harga satu kilogram elpiji yang tadinya Rp 4.250—atau Rp 51 ribu per tabung ukuran 12 kilogram—mulai Januari 2006 akan naik menjadi Rp 6.000 per kilogram atau Rp 72 ribu per tabung. Kenaikan harga terakhir terjadi pada Desember tahun lalu, yaitu dari Rp 3.000 menjadi Rp 4.250 per kilogram.

Kenaikan harga dipandang perlu karena selama ini biaya produksi gas elpiji lebih tinggi ketimbang harga jualnya. Akibatnya, kata Rasidi, setiap bulan Pertamina harus menombok Rp 27 miliar. Dengan harga baru itu, Pertamina akan meraup untung Rp 200 per kilogramnya.

Upaya Ekstra Meredam Inflasi

BANK Indonesia memperkirakan inflasi tahun depan bisa mencapai 8-9 persen. Syaratnya, ada upaya meredam inflasi yang hingga akhir tahun ini diprediksi mencapai 16 persen.

”Sampai akhir semester satu atau triwulan ketiga, inflasi year-on-year (dari tahun ke tahun) masih akan double digit,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Goeltom. Pemerintah sendiri menargetkan tingkat inflasi untuk tahun 2006 sebesar 8 persen.

Untuk meredam inflasi, bank sentral sesungguhnya telah melakukan pengetatan likuiditas lewat sejumlah instrumen moneter. Salah satunya dengan menaikkan BI rate, yaitu tingkat suku bunga patokan bank sentral, yang kini mencapai 12,25 persen.

Diperkirakan, tahun depan kebijakan suku bunga tinggi ini masih akan dipertahankan. Karena itu, Bank Indonesia memprediksi target pertumbuhan ekonomi 2006 sebesar 6,2 persen sulit dicapai. ”Perlu ekstra-kerja keras, serius, dan konsisten,” kata Miranda.Adapun peluang meningkatkan pertumbuhan ekonomi bisa digali dari volume perdagangan dunia, yang menurut prediksi Bank Dunia akan naik dari 7 persen menjadi 7,4 persen.

Perusahaan Asing Mangkir Pajak

SEBANYAK 750 perusahaan penanaman modal asing tidak membayar pajak. Menteri Keuangan Jusuf Anwar mengatakan sudah menyerahkan daftar perusahaan bandel itu ke Panitia Anggaran DPR.

Meski begitu, dia belum mengetahui potensi penerimaan pajak yang hilang dari ratusan perusahaan PMA itu. ”Harus dihitung lagi berapa pendapatan potensial mereka. Kalau sudah disisir satu per satu, baru ketahuan berapa besarnya,” katanya.

Saat ini, penyisiran masih dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Aparat pajak juga akan mencari perusahaan penanaman modal dalam negeri yang mangkir dari kewajibannya membayar pajak.

Ketua Panitia Anggaran DPR, Emir Moeis, mengatakan parlemen bakal memanggil Menteri Keuangan untuk dimintai keterangan soal ini. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, tidak sewajarnya perusahaan asing mangkir pajak dengan alasan merugi. ”Saya yakin mereka melakukan rekayasa laporan keuangan dengan membuat laporan rugi,” ujarnya.

Penerima Subsidi Bertambah

POSKO Badan Pusat Statistik (BPS) di pelbagai daerah terus kebanjiran warga miskin yang mendaftar untuk menerima subsidi langsung tunai dari pemerintah. Menurut data lembaga statistik milik negara ini, hingga akhir Oktober lalu jumlah pendaftar 15,5 juta keluarga.

Setelah diverifikasi, diperkirakan ada tambahan warga yang berhak menerima dana subsidi ini sebanyak 2,5 juta keluarga. Dengan begitu, tahun depan jumlah penerima subsidi akan bertambah menjadi 18 juta keluarga.

”Diperkirakan penambahannya 2,5 juta keluarga dari jumlah penerima SLT tahap pertama, Oktober 2005, yang hanya 15,5 juta keluarga,” kata Deputi Kepala BPS, Rusman Heriawan, seusai rapat kerja dengan Komisi Keuangan DPR, Rabu pekan lalu.

Dengan penambahan itu, berarti dana subsidi langsung yang dibutuhkan mencapai Rp 1,8 triliun per bulan. Padahal, untuk tahun depan, pemerintah hanya menganggarkan Rp 15 triliun. Konsekuensi lainnya, pembagian dana subsidi yang semula dijadwalkan pada Januari bakal molor sebulan. Sebab, proses verifikasi baru akan berakhir akhir Desember mendatang.

Tak Ada Lagi Impor Beras

AKSI penolakan masuknya beras impor asal Vietnam masih terjadi di berbagai daerah. Penolakan terutama datang dari daerah-daerah penghasil beras, seperti di Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan.

Untuk meredam gejolak ini, Departemen Perdagangan dan Departemen Pertanian telah sepakat tak akan mengeluarkan izin impor beras tambahan. Izin hanya diperuntukkan bagi impor beras sebanyak 70 ribu ton yang telah didatangkan dari Vietnam, bulan ini.

Semula Badan Usaha Logistik kembali mengajukan izin baru untuk mengimpor beras sebanyak 130 ribu ton pada Desember dan 45 ribu ton pada Januari tahun depan. Namun, dalam rapat dengar pendapat, Senin pekan lalu, Komisi VI DPR menyetujui usulan Menteri Pertanian Anton Apriyantono, agar Departemen Perdagangan tak lagi mengeluarkan izin impor beras. Setidaknya, kata Anton, hingga Juni tahun depan.

Menurut Anton, saat ini stok beras masih sekitar 1,2 juta ton. Karena itu, masih aman untuk beberapa bulan ke depan. Untuk memantau stok beras, Departemen Pertanian akan melakukan evaluasi setiap enam bulan sekali. Sebuah tim kecil yang juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat juga akan dibentuk, untuk mengawasi masuknya beras impor lewat sejumlah pelabuhan di Indonesia.

Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Dedy Saleh mengatakan, Departemen Perdagangan memang telah menandatangani nota kesepakatan dengan pemerintah Vietnam untuk mendapat jatah impor beras 500 ribu ton hingga 2007. Namun, kata Juru Bicara Departemen Perdagangan, Imam Pambagio, berapa besar jatah yang akan diambil Indonesia, disesuaikan dengan kebutuhan di dalam negeri.

Tugas Pertamina Diperpanjang

TUGAS PT Pertamina mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak jadi berakhir pada 23 November lalu. Pemerintah memperpanjang kewajiban layanan jasa publik itu hingga akhir Desember mendatang.

Berdasarkan Undang-Undang Migas, seharusnya kewajiban Pertamina berakhir, Rabu lalu. Dalam aturan itu disebutkan, pendistribusian migas selanjutnya masuk era liberalisasi.

Dengan babak baru itu, penjualan BBM tak lagi monopoli Pertamina. Kalangan swasta bisa ikut berperan serta mendistribusikan BBM, termasuk BBM bersubsidi. ”Asalkan,” kata Kepala Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Tubagus Haryono, ”memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah.”

Persoalannya, hingga saat ini, belum ada badan usaha swasta yang memenuhi syarat tersebut. ”Ketidaksiapan mereka menyangkut masalah teknis” kata Haryono. Karena itulah, penugasan pun kembali diberikan kepada Pertamina. Sebagai landasan hukum perpanjangan masa tugas ini, telah dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

Alokasi Anggaran Dialihkan

PEMERINTAH rencananya bakal mengalihkan alokasi anggarannya yang belum terpakai tahun ini ke tahun depan senilai Rp 10 triliun. Menurut Menteri Keuangan, Jusuf Anwar, dalam kurun enam bulan pertama tahun ini, anggaran departemen dan lembaga pemerintah yang sudah direalisasikan masih terbilang rendah, yaitu 16,7 persen.

Secara nominal, anggaran yang sudah dikeluarkan pemerintah pusat untuk departemen dan lembaga itu hanya sebesar Rp 24,4 triliun, dari total anggaran yang tersedia Rp 145,8 triliun. Karena itulah, pengeluaran anggaran yang tertunda itu akan dialihkan ke tahun depan.

Defisit anggaran negara tahun depan diperkirakan bakal naik menjadi 1 persen, dari target semula 0,7 persen. Kenaikan defisit ini, antara lain disebabkan oleh adanya kenaikan gaji pegawai negeri sipil dan pemberian gaji ke-13.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus