Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Erry Menang tanpa Lawan
Erry Firmansyah kembali terpilih sebagai Direktur Utama Bursa Efek Jakarta periode 2005-2008. Kemenangannya tanpa kejutan karena pemilihan direksi kali ini hanya mempunyai satu paket calon direksi. Dua paket direksi lain sebelumnya telah gagal maju ke pemilihan karena tak memenuhi persyaratan. Karena tak mempunyai lawan, seluruh pemegang saham yang hadir dalam rapat umum pemegang saham pun mengangkat tangan menyetujui susunan direksi baru ini.
Yang akan mendampingi Erry antara lain M.S. Sembiring sebagai direktur keanggotaan dan perdagangan, Wawan S. Setiamihardja sebagai direktur administrasi, Eddy Sugito menjadi direktur pencatatan, dan Justisia Tripurwosani sebagai direktur pemeriksaan. Dua nama yang disebut terakhir ini adalah muka baru, sementara Sembiring dan Wawan sudah berada di jajaran direksi Bursa Jakarta bersama Erry sejak tahun 2002.
Erry Firmansyah menyatakan, dalam tiga tahun ke depan, direksi akan memfokuskan pada program perdagangan jarak jauh (remote trading), peningkatan basis investor, penambahan emiten, dan penyesuaian beberapa peraturan bursa. Dia menargetkan tambahan 30 emiten tahun ini. Saat ini, sembilan calon perusahaan publik sedang diproses oleh BEJ, dua di antaranya adalah Arpeni Pratama Ocean Line dan Multi Strada Arah Sarana.
Pajak Naik
Pendapatan pajak meningkat lumayan tinggi. Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo mengatakan, hingga akhir April 2005, realisasi pendapatan pajak mencapai Rp 81,6 triliun. Sumbangan terbesar dari PPh nonmigas Rp 44 triliun. Disusul pajak pertambahan nilai Rp 28 triliun, PPH migas Rp 6,9 triliun, PBB Rp 2,1 triliun, dan pajak lain Rp 0,7 triliun. Dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak pada April 2004, terdapat peningkatan 24 persen. Pada periode yang sama, juga ada pengembalian pajak Rp 7 triliun.
Kenaikan penerimaan juga terjadi di Direktorat Bea dan Cukai. Direktur Bea dan Cukai Eddy Abdurachman mengatakan, hingga 30 April 2005, realisasi penerimaan mencapai Rp 14,5 triliun atau 35,40 persen dari target APBN. Bea masuk menyumbang pendapatan Rp 5,1 triliun atau 42,36 persen dari target APBN, sementara Cukai memberi kontribusi Rp 9,4 triliun atau 32,45 persen dari yang diancarkan. Eddy mengatakan, kenaikan itu karena optimalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang membaik.
Obligasi Indosat
Indosat menerbitkan ob-ligasi uang rupiah senilai Rp 1 triliun. Obligasi tersebut terdiri dari Obligasi Indosat IV tahun 2005 dengan tingkat bunga tetap dan Obligasi Syariah dengan transaksi ijarah. Obligasi konvensional mendapat peringkat idAA+, sementara Obligasi Syariah Ijarah idAA+sy, dari Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Obligasi berjangka waktu enam tahun ini menawarkan tingkat bunga tetap pada kisaran 11,75-12,25 persen per tahun. Untuk Obligasi Syariah, cicilan imbalan ijarahnya setara dengan kisaran bunga tetap.
Wakil Direktur Utama Indosat, Ng Eng Ho, mengatakan penerbitan obligasi ini untuk pengembangan bisnis perusahaan. Sebagian besar, yaitu 80-82 persen, akan dialokasikan untuk modal pengembangan proyek seluler. Fasilitas seluler ini akan dibangun di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Saat ini, di bisnis seluler, Indosat masih berada di belakang Telkomsel, anak perusahaan Telkom. Indosat diperkirakan menguasai 35 persen pasar seluler di Indonesia.
Rupiah Terkendali
Bank Indonesia menilai, nilai tukar rupiah terkendali. Direktur Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Budi Mulya, mengatakan BI menjaga ketat moneter dengan menyerap likuiditas berlebih di pasar. Budi merujuk pada kondisi pasar obligasi yang sekarang sudah stabil. Rupiah ditutup stagnan di level Rp 9.465 per dolar AS pada perdagangan Jumat pekan lalu. Penyerapan likuiditas dilakukan BI dengan berbagai cara. Misalnya, melalui perubahan lelang sertifikat Bank Indonesia dari dua minggu menjadi satu minggu sekali, lelang fasilitas Bank Indonesia, kontraksi Fine Tune, dan SBI Repo.
Namun, kata Budi, kebijakan itu tidak bisa langsung menghilangkan kelebihan likuiditas. Jika likuiditas selalu lebih, BI tetap memonitornya. "Karena itu, kita lakukan lelang mingguan, ditambah fine tune operation yang sifatnya kontraksi," katanya. Kendati sudah relatif stabil di kisaran Rp 9.400-9.500 per dolar AS, toh kurs tersebut masih jauh di atas kurs patokan APBN 2005 yang ditetapkan pada angka Rp 8.800. Jika hendak mencapai angka tersebut, Bank Indonesia dan pemerintah harus bekerja keras menguatkan kurs rupiah hingga enam bulan ke depan.
Verifikasi Aset Pertamina
Rampung juga kerja pemerintah melakukan verifikasi aset tetap PT Pertamina. Hasilnya, aset tetap perusahaan tambang pelat merah ini mencapai Rp 124,6 triliun. Sudah termasuk kilang gas alam cair (LNG) Arun dan Bontang, dan seluruh anak perusahaannya. Namun, jumlah itu belum termasuk aset keuangan, seperti arus kas, dan utang. Hitung-hitungan ini lebih rendah dari hasil revaluasi aset oleh Direktorat Jenderal Pajak Rp 126 triliun.
Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Luluk Sumiarso, mengatakan verifikasi dilakukan berdasarkan hasil penilaian aset oleh Direktorat Jenderal Pajak dan penilai sebelumnya, PT Ujatek Baru, yang ditunjuk Pertamina. Menteri Keuangan dan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral akan menentukan aset-aset apa saja yang diserahkan kepada Pertamina, BP Migas, atau dikembalikan kepada negara. Misalnya, kilang LNG Arun di Aceh dan Kalimantan Timur.
Nilai aset tetap, kata Luluk, akan ditambah dengan aset keuangan, lalu dikurangi utang. Hasilnya berupa nilai riil yang akan digunakan sebagai patokan Menteri Keuangan menentukan modal awal Pertamina. Modal penyertaan itu bisa lebih kecil atau lebih besar dari modal sementara Rp 100 triliun yang sudah diberikan pemerintah saat mengubah status Pertamina menjadi persero. Menurut Menteri Keuangan Jusuf Anwar, hasil revaluasi aset fisik masih terus diverifikasi oleh Departemen Energi.
Tender PLTP Sarulla
PT Geo Dipa Energi kemungkinan besar bakal menjadi pemilik pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sarulla di Sumatera Utara. Dalam tender yang digelar PT Perusahaan Listrik Negara, harga jual listrik yang ditawarkan Geo Dipa lebih rendah dari yang diberikan PT Medco Energi Internasional Tbk. Perusahaan yang sahamnya dimiliki Pertamina dan PLN ini menawarkan harga jual US$ 4,455 sen per kilowatt hour (kWh), sedangkan Medco US$ 4,642 sen.
Menurut Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN, Ali Herman Ibrahim, tawaran kedua peminat baik, karena berada di bawah harga perkiraan sendiri (HPS) perusahaan. Perusahaan listrik milik negara ini memiliki prinsip: pemenang ditentukan dari tawaran yang lebih menguntungkan perusahaan. Namun, PLN belum memutuskan siapa pemenang tender karena hal itu masih perlu didiskusikan. "Pekan ini kami tentukan pemenangnya," katanya.
Presiden Komisaris Geo Dipa, Sukusen Soemarinda, mengatakan proyek ini menguntungkan karena cadangannya bisa dikembangkan hingga 400 megawatt. Proyek Sarulla dibangun untuk mengimbangi pertumbuhan listrik di Sumatera Utara yang mencapai 7,3 persen per tahun. Semula proyek ini dikembangkan oleh Unocal dari Amerika Serikat. Namun, pemerintah meminta renegosiasi lantaran harga jualnya dinilai mahal. Akhirnya, PLN memutuskan membelinya US$ 60 juta.
Naik atau Gaji Ke-13
Kabar bahagia buat pegawai negeri sipil, tentara, dan polisi berembus dari Departemen Keuangan. Pemerintah berencana membayarkan gaji ke-13 pada Juli mendatang. Selain itu, Departemen Keuangan juga sedang mengkaji kemungkinan menaikkan gaji mereka jika pilihan gaji ke-13 tidak jadi dilaksanakan. "Masih dalam taraf penghitungan dan tergantung kesediaan dananya," kata Menteri Keuangan Jusuf Anwar dalam rapat kerja dengan Panitia Anggaran DPR, Rabu pekan lalu. Tahun lalu, pemerintah Megawati Soekarnoputri juga memberikan gaji ke-13 pada Juli 2004 senilai Rp 7 triliun.
Rencana pemerintah itu ditanggapi beragam. Di Solo, Jawa Tengah, kalangan pegawai negeri umumnya memilih kenaikan ketimbang gaji ke-13. Menurut Bambang Harjanto, pegawai Pemerintah Kota Solo, gaji ke-13 hanya menguntungkan pegawai negeri yang memiliki golongan dan pangkat tinggi. Lalu, bonus upah satu bulan itu paling-paling habis hanya dalam waktu yang singkat. "Meski naik hanya 10 persen, misalnya, tapi bisa dinikmati sepanjang hidup," katanya.
Fadjrijah Deputi Gubernur BI
Tak mudah bagi seorang Siti Chalimah Fadjrijah menduduki kursi Deputi Gubernur Bank Indonesia. Sudah tiga kali lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini dicalonkan menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia, tapi baru pada kesempatan ketiga Fadjrijah terpilih. Senin pekan lalu, Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI secara aklamasi memilih Direktur Perizinan dan Informasi BI ini. Fadjrijah menggantikan Aulia Pohan yang mengundurkan diri.
Fadjrijah mengalahkan pesaingnya, Krisna Wijaya, Direktur PT Bank Rakyat Indonesia. "Dari 10 fraksi, 56 anggota Komisi Keuangan DPR sepakat satu nama secara aklamasi," kata Ketua Komisi, Paskah Suzetta. Menurut dia, DPR memilih mantan Direktur Pengawasan Bank I dan II BI ini karena dinilai memiliki integritas, kemampuan, dan moralitas. Dan yang pasti lebih berpengalaman di bidang pengawasan bank ketimbang Krisna.
Program pertama yang akan dilakoninya, kata Fadjrijah, adalah menjalin kerja sama strategis dengan industri perbankan. Soalnya, pengawasan utama lembaga keuangan ini sebenarnya ada di dalam bank itu sendiri. "(Pengawasan) Bank Indonesia yang terakhir," katanya. Fadjrijah mengatakan BI juga akan melibatkan asosiasi-asosiasi perbankan, seperti Himbara dan Perbanas, untuk memperkuat fungsi pengawasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo