Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inflasi 8,81 Persen
Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak mulai terlihat. Jumat pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka inflasi Maret mencapai 1,91 persen dan inflasi tiga bulan pertama tahun ini tercatat 3,19 persen. Berbeda dengan inflasi Maret 2005, pada tahun 2002 dan 2003 di Indonesia justru terjadi deflasi dan pada tahun 2004 inflasi hanya 0,36 persen.
Yang mengejutkan, inflasi tahunan (year on year) sudah di angka 8,81 persen. Pencapaian inflasi tahunan ini sudah jauh di atas target pemerintah?yang sudah diperbarui dalam APBN Perubahan 2005?menjadi tujuh persen. Menurut Ketua BPS Choiril Maksum, inflasi sektor transportasi yang mencapai 10,03 persen menjadi penyumbang terbesar inflasi selama Maret.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal Maret memang menimbulkan efek domino yang cepat. Kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan ongkos pengangkutan barang dan pada ujungnya menyebabkan harga barang naik. Namun, Choiril enggan memprediksi kemungkinan melesetnya target inflasi yang tercantum pada APBN Perubahan. "Inflasi akan turun jika pemerintah dan Bank Indonesia segera bergerak meredam kenaikan harga pasca-kenaikan harga BBM."
Tiga Negara Tinggalkan AAF
Kerugian demi kerugian yang dialami pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) akhirnya membuat pemegang saham patah arang. Pada Februari lalu, dalam rapat umum pemegang saham, tiga negara ASEAN, masing-masing Thailand (13 persen), Malaysia (13 persen), dan Singapura (satu persen), memutuskan akan melepaskan sahamnya. Saham tersebut akan ditawarkan kepada Indonesia sebagai pemegang 60 persen saham. Saat ini sebuah perusahaan konsultan keuangan sedang menghitung berapa nilai saham AAF.
Kabar murung ini dikemukakan Direktur Utama AAF, Rauf Purnama, Selasa pekan lalu. Alasan penjualan, kata Rauf, "Karena AAF sudah dua tahun tidak berproduksi dan pasokan gas tidak jelas." Akibatnya, pabrik pupuk yang didirikan pada 1979 untuk memperkuat sektor pertanian di kawasan Asia Tenggara itu rugi US$ 3 juta-4 juta per bulan. Bahkan AAF kesulitan membayar gaji karyawan untuk April ini.
Asean Aceh Fertilizer juga menunggu janji pemerintah yang hendak memasok gas sebanyak tiga kargo pada Juli nanti. Menurut Rauf, jika janji itu direalisasi, AAF masih mampu bertahan hingga akhir tahun ini. "Kalau Juli tidak ada pasokan gas, kami akan kembalikan kepada pemerintah, mau diapakan pabrik pupuk ini," katanya. Sebelumnya, AAF memproduksi 600 ribu ton urea dan 330 ribu ton amonia per tahun.
Insentif Mengandung Masalah
Kebijakan pemberian insentif fiskal bagi suku cadang, komponen, dan bus oleh Departemen Keuangan berpotensi bermasalah. Seperti yang dilansir Koran Tempo, Jumat pekan lalu, insentif itu ternyata masuk dalam daftar sangat sensitif (highly sensitive list/HSL) kawasan perdagangan bebas ASEAN-Cina. Dalam perjanjian perdagangan itu disebutkan, tarif bea masuk bagi barang yang termasuk daftar itu hanya boleh diturunkan hingga 50 persen saja sampai 2015.
Nyatanya, pada 10 Maret lalu, Menteri Perindustrian Andung A. Nitimihardja mengumumkan pemberian insentif itu berupa penurunan bea masuk hingga lima persen dan penghapusan bea masuk. Produk itu mencakup sasis bus dengan mesin terpasang, kendaraan angkutan 16 orang atau lebih, kendaraan angkutan barang dan bus dalam keadaan utuh (completely built-up/CBU). Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengaku tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan itu. Tapi, kalaupun anggota ASEAN mempertanyakannya, Menteri akan menjelaskan bahwa usia kebijakan ini hanya satu tahun?untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap ongkos angkutan umum.
Kendati belum diprotes negara-negara anggota ASEAN atau Cina, kebijakan ini sudah mulai diprotes di sana-sini. Anggota Komisi Perindustrian DPR dari Fraksi Keadilan Sejahtera, Zulkieflimansyah, menilai keputusan itu bertentangan dengan rencana strategis pembangunan industri Indonesia di masa depan. Sedangkan Asosiasi Karoseri Indonesia tampak kian pesimistis. Ketua Asosiasi Karoseri, Suseno, berharap pembatasan waktu bisa dilaksanakan secara konsisten. Sebab, sesungguhnya industri karoseri dalam negerilah yang lebih membutuhkan insentif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo