Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jepang Kurangi Impor LNG
Kabar buruk itu datang dari Jepang. Negeri Samurai itu memangkas impor gas alam cairnya (LNG) dari Indonesia mulai tahun depan. Tokyo Electric Power (Tepco) mengurangi impor gas dari 510 ribu ton per tahun menjadi hanya 130 ribu ton, sedangkan Tohoku Electric Power memangkas impornya dari tiga juta ton menjadi cuma 830 ribu ton. Kedua perusahaan listrik itu mengalihkan impor gasnya ke Rusia. Selain Rusia lebih dekat, Indonesia dianggap tidak mampu menjamin pasokan gas yang setara dengan tahun ini.
Di samping itu, Indonesia diperkirakan akan berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri setelah tahun ini sejumlah pabrik pupuk mengeluhkan kecilnya pasokan bahan baku gas untuk mereka. Kemungkinan besar langkah dua importir gas itu akan diikuti importir gas lain di Jepang. Saat ini, Indonesia memasok sepertiga kebutuhan gas Jepang, yakni 17,82 juta ton per tahun. Jumlah importir gas Jepang dari Indonesia saat ini menjadi 11 perusahaan.
Tarif Listrik Bakal Naik
Tak hanya rakyat yang gelisah menunggu keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Perusahaan Listrik Negara (PLN) pun kini deg-degan menunggu kapan pemerintah akan menaikkan harga solar. Jika kenaikan harga BBM itu rata-rata 10 persen, PLN mau tak mau harus menaikkan tarif listrik. Tapi, jika kenaikan rata-ratanya masih di bawah 10 persen, PLN bisa mempertahankan harga yang sekarang paling tidak sampai kuartal pertama 2005.
Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Yogo Pratomo mengatakan, kenaikan tarif itu tak terelakkan karena perusahaan listrik milik negara ini masih banyak menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Kendati demikian, katanya, kenaikan tarif bisa dihindari jika PLN mengurangi penggunaan PLTD, selain meningkatkan efisiensi. Salah satunya adalah dengan menurunkan angka kehilangan arus dari 12 persen menjadi 9 persen. "Kenaikan tarif menjadi pilihan terakhir," kata Yogo kepada pers, Rabu pekan lalu.
Peringkat Utang Membaik
Kali ini, kabar baik muncul dari Standard & Poor's. Lembaga pemeringkat internasional itu kembali menaikkan rating utang luar negeri Indonesia dari B menjadi B+. Standard & Poor's menilai kondisi stabilitas makroekonomi Indonesia menunjukkan kemajuan yang lumayan. Pemerintah juga dianggap berhasil mengelola fiskal dengan penuh kehati-hatian, menurunkan besarnya utang, dan mengelola likuiditas eksternal dengan baik. Dengan prestasi yang ada tersebut, Indonesia dinilai akan mampu menghadapi beban pembayaran pokok utang luar negeri.
Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie di Jakarta pada Rabu pekan lalu mengatakan, dengan peringkat yang baru itu Indonesia tidak perlu membayar premium risk. Jika pemerintah menerbitkan obligasi dalam valuta asing, tingkat bunganya bisa lebih rendah. Selisih bunga itu, katanya, bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain. Saat ini, total utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 60 miliar. Jika bunga diturunkan 0,25 persen saja, maka akan ada dana US$ 150 juta (Rp 1,35 triliun) yang bisa dihemat.
IBM Jual Divisi PC
Awal pekan lalu, raksasa komputer dunia, IBM, mengumumkan penjualan divisi produsen komputer pribadi (PC) kepada Lenovo Group, pesaingnya dari Cina. Lenovo akan membayar US$ 1,25 miliar (Rp 11,25 triliun) dalam bentuk tunai dan saham dalam pengambilalihan divisi pembuat desktop dan notebook itu. Perusahaan baru ini tetap bisa memakai nama IBM untuk produknya hingga lima tahun ke depan karena IBM akan memiliki 18,9 persen saham Lenovo.
Dengan penjualan itu, IBM akan mampu menembus pasar yang lebih dalam di Cina dan menjadi pemimpin pasar komputer di Cina. Saat ini, pasar Cina dikuasai perusahaan lokal. Lenovo adalah yang terbesar, menguasai 26,8 persen, lalu ada trio Founder Computer Systems Co. Ltd., Tsinghua, dan Tongfang Co. Ltd. Ketiganya menguasai 46,7 persen, sedangkan Dell Inc., Hewlett-Packard Co., dan IBM berada di bawahnya. Tahun lalu, penjualan komputer pribadi mencapai 13,3 juta unit. Pada 2008, penjualan komputer diharapkan naik dua kali lipat menjadi 27,6 juta unit.
Amendemen UU Migas
Pemerintah harus segera mengamendemen UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas. Amendemen itu mesti dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan beberapa pasal dalam UU itu tidak mengikat. Menurut hasil uji materi (judicial review) Mahkamah Konstitusi, ada beberapa pasal dalam UU itu yang bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu antara lain yang menyatakan adanya wewenang Menteri Energi memberikan izin kepada badan usaha (Pasal 12 ayat 3). Majelis menilai, pasal ini cenderung memberikan kekuasaan kepada kontraktor bukan pemerintah.
Yang lebih penting, Pasal 28 ayat 2 soal penetapan harga BBM yang diserahkan kepada mekanisme pasar. Majelis Mahkamah Konstitusi menyatakan hal itu bertentangan UUD 1945. Dalam Undang-Undang Dasar, penetapan harga BBM merupakan kewenangan pemerintah. Pasal lain yang diubah adalah Pasal 22 yang mewajibkan kontraktor bagi hasil menyerahkan produksi paling banyak 25 persen untuk kebutuhan domestik. Menurut Mahkamah Konstitusi, sebaiknya yang disebutkan adalah batas minimalnya saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo