Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bank Persyarikatan Dilikuidasi Saja

27 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAGAL menjadi presiden, Mohammad Amien Rais balik ke habitat lama: mengajar di kampus dan berdakwah. Ia juga menyatakan tak bersedia lagi dicalonkan menjadi Ketua Partai Amanat Nasional dalam kongres mendatang. Tapi, kisruh Bank Persyarikatan menarik kembali sang pendekar reformasi turun dari pertapaannya.

Kamis pekan lalu, Amien menulis surat cukup keras kepada koleganya di Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, menyangkut kondisi Bank Persyarikatan yang megap-megap. Melalui telepon, ia menjelaskan alasan menulis surat itu kepada Nugroho Dewanto dari Tempo.

Bagaimana pendapat Anda tentang kondisi Bank Persyarikatan Indonesia?

Bank Persyarikatan sebaiknya dilikuidasi saja. Sebagai orang Muhammadiyah, saya melihat, kalau Bank Persyarikatan tak lekas dilikuidasi, bisa-bisa menjadi musibah terbesar selama hampir satu abad perjalanan Muhammadiyah.

Bagaimana dengan surat Pimpinan Pusat Muhammadiyah 15 Desember, yang bernada menjamin dan mengambil alih tanggung jawab di Bank Persyarikatan?

Itu kesalahan fatal karena menganggap PP Muhammadiyah pemilik amal usaha Muhammadiyah. Padahal amal usaha Muhammadiyah datang dari bawah, dari para petani, pengusaha kecil, pegawai negeri, karena Muhammadiyah sebetulnya dihuni kelas menengah ke bawah. Amal usaha di bidang sosial, kesehatan, pendidikan, bermula dari modal dengkul, kemudian menjadi besar karena kepercayaan masyarakat. Jadi, kalau amal usaha seperti itu dijadikan jaminan bagi Bank Persyarikatan yang tidak profesional, saya kira itu akan membuat marah sebagian besar warga Muhammadiyah.

Seperti apa sebetulnya bentuk hubungan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan amal usaha Muhammadiyah?

PP Muhammadiyah hanya berfungsi memberi pengarahan, tapi tidak menjadi pemilik amal usaha Muhammadiyah. Dalam amil (keluarga—Red.) Muhammadiyah, andaikata PP Muhammadiyah dibekukan, pengurus cabang dan daerah serta amal usaha tetap bisa berjalan karena mereka berangkat dari bawah.

Bagaimana dengan argumen bila Bank Persyarikatan tutup, kredibilitas Muhammadiyah jatuh?

Citra Muhammadiyah memang akan ternoda sebentar, tapi bisa segera pulih. Saya melihat ada sejumlah tokoh Muhammadiyah yang hampir kalap memaksa diri menyelamatkan Bank Persyarikatan, yang penuh keremang-remangan dan misteri sejak awal. Kalau Muhammadiyah dikorbankan untuk petualangan perbankan yang tidak proporsional, sejarah tak akan pernah mengampuni mereka.

Pembekuan Bank Persyarikatan mungkin akan menyeret beberapa tokoh Muhammadiyah dengan tuduhan terlibat pidana perbankan?

Itu risiko logis. Memang menyangkut teman-teman dekat saya, tapi saya tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengatakan: itu lebih bagus ketimbang mengorbankan seluruh Muhammadiyah sebagai institusi.

Mengapa Muhammadiyah bisa "terjerembap" dalam urusan Bank Persyarikatan?

Saya juga tidak paham, bagaimana mungkin pimpinan Muhammadiyah yang penuh dengan profesor doktor—ada ahli hukumnya, ada ahli ekonominya, ada ahli sosiologinya—bisa secara kolektif tak jalan nalarnya. Sejak semula urusan bank ini penuh kontroversi, tapi argumen yang jernih selalu ditelan habis oleh argumen yang penuh dengan vested interests.

Masukan Anda lewat surat kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah apakah akan didengar?

Kalau didengar, alhamdulillah. Sebetulnya yang saya tulis bukan keinginan saya pribadi, melainkan keinginan teman-teman di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Mereka mengatakan manfaatnya lebih besar dari mudaratnya bila Bank Persyarikatan ditutup sekarang. Kalau ditambah umurnya, sementara centang-perenangnya belum diperbaiki, dan misteri masuknya Swansarindo ke Bank Persyarikatan tak terpecahkan, hanya akan memperpanjang masalah buat Muhammadiyah.

Bagaimana bila ada investor yang bersedia masuk?

Kalau ada orang menyuntikkan dana sekian ratus miliar, sekelebatan saja masalah kelihatan selesai. Tapi bisulnya malah tambah besar. Apalagi bila dananya tak jelas dari mana. Jangan-jangan dana hasil money laundering. Saya berkepentingan agar bisul itu pecah tuntas sebelum muktamar. Kalau sampai waktu muktamar belum selesai, saya khawatir akan muncul pro-kontra yang sangat panas seperti di sidang tanwir kemarin.

Peserta muktamar mendatang kemungkinan akan meminta pertanggungjawaban PP Muhammadiyah terkait dengan Bank Persyarikatan ini?

Di Muhammadiyah, kita diajarkan tawadhu. Kalau sadar itu sebuah kesalahan, ya, jangan dilanjutkan. Bagi pihak lain, bank dijadikan alat money laundering mungkin wajar-wajar saja. Tapi, buat saya, itu tabu atau haram, karena Muhammadiyah adalah gerakan amal saleh. Bagaimana mungkin sebuah gerakan dakwah, amar ma'ruf nahi munkar, mentoleransi sesuatu yang penuh dengan subhat?

Apa saran Anda kepada Bank Indonesia dan kepolisian yang menangani kasus Bank Persyarikatan?

Saya yakin BI dan Polri sedikit rikuh karena menyangkut nama besar Mu-hammadiyah. Tapi, dalam penegakan hukum, sebaiknya dibuka apa adanya, tanpa pandang bulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus