Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

5 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertamina Dikibuli Makelar?

Menjual dua kapal tanker raksasa jelas tak segampang melego kacang goreng. Meskipun sama-sama laku keras, proses penjualan supertanker milik Pertamina ini tak kunjung beres dari terpaan isu tak elok. Setelah sebelumnya keluar protes dari para wakil rakyat di Senayan, kini yang mengusung kabar itu adalah Masyarakat Profesional Madani. Lembaga yang diketuai Ismed Hasan Putro itu membeberkan kecurigaan mereka menyangkut hal ini kepada pers dan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Mereka menilai perusahaan pemenang tender pembelian, Frontline Co., telah melanggar etika bisnis. Sebab, perusahaan asal Amerika Serikat ini akan menjual kembali kapal buatan Korea Selatan itu kepada perusahaan lain, yakni Shipping Finance International Limited. Selanjutnya, Shipping Finance akan menyewakan tanker tersebut kepada pihak ketiga. "Ternyata mereka cuma makelar," kata Ismed. Ismed mendasarkan tudingannya pada siaran pers Frontline tertanggal 14 Juni lalu.

Dalam dokumen itu, kata Ismed, uang sewa pihak ketiga itulah yang nantinya akan digunakan Frontline untuk membayar dua kapal seharga US$ 184 juta kepada Pertamina. Bukti baru itu, kata Ismed, menunjukkan bahwa direksi Pertamina telah dipermainkan oleh konsultan tender Goldman Sachs dan Frontline. Karena itu, Ismed meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi dan aparat hukum menindaklanjuti temuan tersebut. Ia juga berencana melaporkan temuannya itu kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Juru bicara Pertamina, Hanung Budya Yuktyanta, memilih tidak menanggapi tudingan miring itu. Tapi ia menjamin bahwa semua proses penjualan berjalan transparan dan pembayaran dilakukan tunai begitu kapal diserahkan kepada Frontline pada Jumat mendatang. "Barang sudah dijual. Jadi, apa pun yang mau dilakukan pembeli atas barang itu, Pertamina tak punya urusan lagi," katanya. Hanung juga menegaskan bahwa Pertamina tak akan menyewa kapal itu.

Lahan Gambut Diteruskan

Pemerintah rupanya masih percaya program pengalihan lahan gambut menjadi tanah pertanian. Keyakinan itu diwujudkan dengan rencana pemerintah Megawati meneruskan kembali program konversi lahan gambut seluas sejuta hektare di Kalimantan Tengah yang dibuat pada masa Presiden Soeharto. Adalah Menteri Pertanian Bungaran Saragih yang mencoba menghidupkan kembali program yang bisa dibilang gagal total itu.

Berbeda dengan di era Soeharto, lahan gambut yang dibuka tidak lagi sejuta hektare. Luasnya jauh lebih kecil, yakni sekitar 10 ribu hektare. Dengan lahan seluas itu, pemerintah percaya bisa mendapatkan lahan gambut yang benar-benar cocok untuk pertanian. "Pemerintah ingin menambah kantong produksi padi," kata Bungaran kepada pers Kamis pekan lalu. Selain itu, pemerintah akan memperuntukkan lahan ini buat petani dan transmigran yang sudah lama menetap di sana.

Saat ini di bekas lahan gambut seluas sejuta hektare itu memang sudah ada tanah pertanian yang bisa memproduksi padi. Lahan-lahan itu berupa lahan pasang-surut, lebak, atau rawa. Selama setahun, volume produksinya bisa mencapai satu juta ton. Tahun ini produksi padi nasional diperkirakan mencapai 53,6 juta ton gabah kering giling. Jika iklim bersahabat, produksi bisa bertambah menjadi 54 juta ton, naik lumayan dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 52,1 juta ton.

The Fed Naikkan Bunga

Bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) akhirnya jadi juga menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 1,25 persen. Pengumumannya dilakukan sendiri oleh Gubernur The Fed, Alan Greenspan, seusai rapat Federal Open Market Committee di Washington, Rabu pekan lalu. Kenaikan sebesar 0,25 persen ini memang sudah diperkirakan banyak pihak. Salah satunya Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aslim Tadjudin.

Amerika agaknya memang tidak menginginkan terjadi guncangan yang terlalu besar pada perekonomiannya akibat suku bunga naik kelewat tinggi. Karena itu, meskipun Amerika berkepentingan mengerem pertumbuhan dan inflasi, The Fed tetap akan menaikkan suku bunga secara bertahap. Dengan begitu, investasi dan penyerapan tenaga kerja masih dimungkinkan berkembang. "Amerika juga butuh dolar yang tak terlalu kuat, sehingga ada insentif bagi ekspor mereka," kata Aslim.

Aslim mengatakan bahwa kenaikan bunga The Fed itu juga tak akan banyak mempengaruhi perekonomian Indonesia. Inflasi, suku bunga, dan tingkat pertumbuhan diperkirakan tak akan banyak bergeser dari rencana yang dipatok dalam anggaran negara. Sebaliknya, hantaman depresiasi terhadap rupiah akibat ekspektasi pasar yang berlebihan pada kenaikan suku bunga Amerika itu kini dengan sendirinya berhenti. Rupiah pun menguat sete- lah sempat terkulai di level Rp 9.400 per dolar.

Bagi-bagi di Sektor Migas

Pemerintah selalu "berbaik hati" kepada investor di sektor minyak dan gas bumi. Setelah menjanjikan kenaikan bagi hasil atau split bagi kontraktor minyak dan gas dari 15 persen menjadi 35 persen, pemerintah juga menjanjikan kebijakan kredit investasi sebesar 110 persen untuk pengembangan tujuh blok lapangan gas yang ditenderkan tahun ini. Kebijakan ini berlaku bagi kontraktor lapangan gas di Lhok Seumawe (Aceh), Ujungkulon (Jawa Barat), Rote I dan II (Nusa Tenggara Timur), Babar, Selaru (Maluku), dan Manokwari (Papua).

Menurut Direktur Jenderal Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Iin Arifin Takhyan, insentif itu diprioritaskan bagi kontraktor yang membangun proyek di daerah-daerah yang lokasinya sulit dijangkau atau yang situasi keamanannya belum stabil.

"Kredit investasi itu artinya pemerintah akan mengganti biaya kapital investasi sebesar 110 persen. Misalnya biaya investasinya US$ 1, pemerintah akan mengembalikan US$ 2,1," kata Iin kepada pers Kamis pekan lalu.

Pemerintah menjanjikan berbagai kemudahan itu lantaran melihat investor rata-rata enggan menanamkan modal di daerah yang tidak aman atau yang kondisi alamnya sangat sulit. Selain itu, minat mereka terganjal ketentuan perpajakan baru berupa bea masuk dan pajak impor barang-barang modal di muka.

Rusun Sewa untuk Pekerja

Pemerintah akan membangun rumah susun (rusun) sewa untuk pekerja. Jamsostek menganggarkan Rp 40 miliar untuk membangun rumah susun yang laik dan sehat. Rencananya, badan usaha milik negara itu akan membangun sejumlah rumah susun yang terdiri atas 1.162 kamar untuk 3.880 anggota program Jamsostek. Rumah-rumah susun ini akan dibangun di empat lokasi kawasan industri di seluruh Indonesia, yakni di DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jawa Tengah.

Direktur Utama Jamsostek, Ahmad Djunaidi, mengatakan bahwa pembangunan rumah susun sewa ini dimaksudkan agar pekerja senantiasa dapat mempertahankan produktivitas kerja. Saat ini Jamsostek telah membangun enam twin block di kawasan industri Batam untuk menampung 2.256 pekerja. Sementara itu, di kawasan industri Jababeka-Cikarang, Bekasi, dibangun dua unit bangunan empat lantai berkapasitas 425 kamar untuk 980 orang. Untuk kawasan industri Makassar, dibangun Asrama Pekerja Mario Reso yang bisa menampung 200 orang.

Penjualan Permata

Pengelola Bank Permata mengharapkan pemerintah tidak menjual sahamnya di bank tersebut kepada investor strategis. Komisaris Utama Bank Permata, Aditiawan Candra, meminta agar pemerintah melepaskan 97,66 persen sahamnya melalui bursa. Manajemen Permata agaknya kurang sreg dengan rencana pemerintah menjual sahamnya kepada investor strategis seperti yang kini tengah dikaji penasihat keuangan, ABN Amro, yang ditunjuk pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset.

Dalam rapat bersama Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, Kamis pekan lalu, Aditiawan melihat bahwa penjualan melalui bursa malah lebih menguntungkan karena akan meningkatkan perdagangan di bursa. Selain itu, pemerintah belum punya cetak biru atas aset strategis seperti Bank Permata. "Alangkah indahnya kalau penjualan ini tidak dikejar oleh kebutuhan menutupi APBN," kata Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

Tarif Garuda Batal Naik

Rencana Garuda Indonesia menaikkan tarif tiket pesawat rute domestik akhirnya dibatalkan. Ketimbang kehilangan penumpang, Garuda ternyata lebih memilih meningkatkan efisiensi di beberapa komponen biaya lain sebagai gantinya. Padahal tadinya maskapai milik pemerintah ini sudah berancang-ancang mengerek tarif sebesar 10-15 persen menyusul kenaikan harga bahan bakar pesawat (avtur) awal bulan lalu dari Rp 2.574 menjadi Rp 3.014 per liter. "Detail efisiensinya sulit dijelaskan. Pokoknya, yang tidak perlu-perlu diturunkan agar keuntungan tidak berkurang," kata Direktur Niaga Garuda, Bachrul Hakim, kepada Kurniawan dari TEMPO, Kamis pekan lalu.

Dan setelah dihitung-hitung, ternyata harga yang sekarang berlaku masih bisa dipertahankan. Bachrul mengakui bahwa Garuda sulit merebut kue penumpang pesawat terbang yang diperkirakan mencapai 20 juta orang pada tahun ini. Tak bisa dimungkiri bahwa lonjakan penumpang pesawat belakangan ini terjadi pada kelas menengah ke bawah, yang sensitif terhadap perubahan harga. Karena itu, Garuda hanya menargetkan pertumbuhan penumpang 10-15 persen menjadi enam juta penumpang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus