Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bisnis Teh Lokal Indonesia Melejit Setelah Pandemi, Gunakan Jaringan Medsos

Ifana Azizah hampir tak sempat duduk seharian karena sibuk melayani pembeli teh di pameran Indonesia Tea Culture.

29 Januari 2023 | 22.32 WIB

Pengunjung mencicipi teh lokal di pameran Indonesia Tea Culture di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Ahad, 29 Januari 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri
Perbesar
Pengunjung mencicipi teh lokal di pameran Indonesia Tea Culture di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Ahad, 29 Januari 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ifana Azizah hampir tak sempat duduk seharian karena sibuk melayani pembeli teh di pameran Indonesia Tea Culture. Pendiri sekaligus General Manager salah satu dari brand teh lokal asli Indonesia, Haveltea, itu mengungkapkan pembeli terus berdatangan sejak pagi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pameran teh dibuka sejak 25 Januari 2023 di Mall of Indonesia. Selama lima hari pameran berlangsung, transaksi Haveltea mencapai Rp 30 juta rupiah. "Ini event teh terbesar pertama yang cukup besar di Jakarta. Padahal komunitas teh sendiri belum terlalu terbentuk seperti kopi, tapi antusiasmenya luar biasa," ujarnya kepada Tempo Mall of Indonesia, Jakarta Utara, Ahad 29 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hingga saat ini Haveltea sudah memiliki 40 varian teh asli Indonesia dengan berbagai jenis dan ukuran kemasan. Harga produknya sendiri berkisar dari Rp 30.000 hingga Rp 1 juta. Haveltea juga hanya bekerja sama dengan perkebunan teh lokal dengan kualitas premium. 

Beragam teh lokal merek Haveltea yang dipamerkan dalam acara Indonesia Tea Culture di Mall of Indonesia, Jakarta Utara pada Ahad, 28 Januari 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri

Meski komunitas pecinta teh tak sebanyak kopi, Ifana menilai bisnis teh lokal melejit saat pandemi hingga 200 persen. Ia bercerita bisnis Haveltea yang awalnya mengandalkan pesanan dari mitra hotel, restoran dan kafe sempat terperosok saat awal pandemi Covid-19. Kemudian, dia dan dua rekan pendiri Haveltea lainnya mulai memberanikan diri mengembangkan distribusi online melalui market place atau e-commerce. 

Penjualan melalui market place, tutur Ifana, juga membuat akses konsumen lebih mudah membeli produknya. Terlebih, produknya adalah teh racikan berkualitas premium yang sebelumnya hanya populer di kalangan pelaku bisnis hotel, restoran, dan kafe. 

Selanjutnya: bisnisnya dengan melakukan ekspor ke Malaysia, Singapura, Filipina, dan Hong Kong ...

Timnya juga melihat perubahan budaya saat pandemi sebagai peluang. Ia menuturkan saat pandemi masyarakat tak lagi menunggu momen spesial untuk mengirimkan hadiah pada satu sama lain. Tidak hanya masyarakat umum, tapi juga perusahaan yang memberikan bingkisan atau parsel kepada karyawan atau kolega bisnisnya.

"Akhirnya kami banyak bikin small hampers. Kerja sama dengan merek lain untuk hadiah personal atau corporate," ucapnya. 

Brand teh lokal Indonesia, Seduh Pertama di pameran Indonesia Tea Culture di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Ahad, 29 Januari 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri

Brand yang terkenal dengan varian teh clasic earl gray dan araya jasmin itu juga kini telah melebarkan bisnisnya dengan melakukan ekspor ke Malaysia, Singapura, Filipina, dan Hong Kong. Namun, Ifana berujar hingga saat ini Haveltea belum memasarkan produknya dengan merek sendiri melainkan sebagai white label. 

Berbeda dengan Ifana, Mela Eviany bersama temannya merintis brand teh lokal bernama Seduh Pertama saat pandemi. Dalam pameran Indoensia Tea Culture, Seduh Pertama mencatatkan transaksi hingga 600 produk per harinya.

"Antusiasmenya luar biasa. Terutama di acara tea testing banyak tertarik nyoba tehnya. Sampai semua varian teh kami habis, jadi harus kami datangkan lagi dari warehouse," tuturnya.

Mela bercerita dia dan temannya mencoba berbisnis teh usai terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK pada akhir 2019 lalu. Setelah tak lagi bekerja di perusahaan Mela dan rekannya mempunyai ide untuk meracik teh yang cocok untuk menemani teman-temannya selama bekerja di rumah atau work from home (WFH). Teh dipilihnya sebagai subtitusi dari kopi yang sehat dan juga cocok diminum di rumah. 

"Terus kami mencari formula teh apa yang cocok buat orang WFH. Terbentuklah yang sleeping tea yang dibuat untuk para pekerja yang butuh relaksasi," ujar Mela. 

Selanjutnya: Seduh Pertama berfokus pada artian Tea ...

Varian teh yang ia racik itu diberi nama Sleeping Beauty yang terdiri dari chamomille, lavender, dan mint. Ternyata saat dipasarkan penjualannya Melejit hingga sempat viral di media sosial Instagram dan TikTok. Mela akhirnya memaksimalkan semua kanal penjualan online hingga merek Seduh Pertama populer di kalangan pecinta teh lokal Indoensia. 

Mela mengungkapkan saat ini bisnis teh lokal juga sangat diminati hingga bermunculan merek-merek baru. Persaingan pun, tuturnya, semakin ketat. Karena itu, dia dan rekannya memutar otak mencari cara agar dapat lebih menarik perhatian konsumen teh di Indonesia. Akhirnya, Seduh Pertama berfokus pada artian Tea atau olahan teh dengan bahan baku yang disebut tisane, yaitu bunga, buah dan rempah.

Produk yang ia kembangkan itu memiliki aroma yang khas dan warna yang unik. Mela berujar masyarakat Indonesia yang sebelumnya hanya familiar dengan teh melati atau teh hitam kini mulai mengetahui jenis teh yang beragam dengan bahan-bahan yang kaya.

Selain terkenal dengan varian sleeping tea, Seduh Pertama juga dikenal dengan varian bernama Maldives yang terdiri dari bahan bunga telang, sereh, dan mint. Teh Maldives terkenal dengan warna birunya yang khas dan aroma rempah. Kemudian ada teh yang ia beri nama Marrakech dengan racikan buah naga, strawberi, pandan, dan kelapa. 

"Warna teh lokal kami terkenal cantik-cantik dan tidak memakai pewarna buatan. Semua warnanya berasal dari bunga atau buahnya sendiri," tuturnya. 

Tak hanya mengandalkan keunikan varian tehnya. Seduh Pertama juga membuat kemasan dengan beragam ukuran dengan harga yang terjangkau agar bisa mencakup berbagai konsumen. Ada kemasan daily yang berisi satu teh celup dengan harga mulai dari Rp 3.000 sampai Rp 7.000. Kemudian kemasan weekly dengan harga Rp 12.000 hingga Rp 30.000. Mela juga menjual bahan teh secara satuan atau yang belum diracik seperti rosemary, papermint dengan harga Rp 9.000 sampai Rp 10.000. 

RIANI SANUSI PUTRI 

Baca: Matcha dan Teh Hijau Serupa, Tapi Beda Cara Penyajiannya

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus