Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA banyak cara "mengalahkan" teror bom. Mereka yang bergiat sebagai aktivis sontak menyusun jadwal turun ke jalan atau menabur bunga. Para politisi mengeluarkan pernyataan mengutuk pelaku aksi. Kaum agamawan memanjatkan doa bersama. Tapi di bursa? Dalam tiga kejadian bom terakhir, mereka memilih merogoh kantong lebih dalam untuk menyerok tiap saham yang sempat dilepas secara panik oleh pemiliknya begitu bom meledak.
Semangat memburu saham itu yang menahan indeks, di hari bom mengguncang kawasan Kuningan, Jakarta. Ledakan yang terjadi sekitar satu jam menjelang penutupan sesi pertama perdagangan, Kamis 9 September itu, sempat menggoyahkan nyali pemilik saham. Indeks tergelincir 32 poin menjadi 757 poin. Namun kekhawatiran ternyata hanya sesaat mencekam bursa. Sebelum perdagangan di hari kelabu berakhir, indeks berbalik arah hingga ditutup di posisi 782 poin.
Dengan indeks hanya turun tujuh poin, boleh disebut bursa hanya cedera ringan akibat bom. Sebelumnya, bursa saham?yang jauh lebih fluktuatif ketimbang pasar keuangan lain seperti obligasi?ditakutkan akan kembali terkapar. Pada pertengahan tahun, indeks sempat stagnan, setelah mengalami rally sejak awal tahun.
Kinerja yang menurun pada pertengahan tahun itu pula yang membuat manajemen Bursa Efek Jakarta (BEJ) tak berani memasang target tinggi. Meski rata-rata volume perdagangan harian di semester satu sempat melonjak hingga Rp 1 triliun per hari, Bursa Jakarta hanya mematok target nilai perdagangan rata-rata Rp 750 miliar.
Kekhawatiran bursa akan pingsan mendengar ledakan bom juga dipicu oleh fakta bahwa insiden itu terjadi hanya 11 hari menjelang pemilu presiden putaran kedua. Waktu kejadian yang berdekatan, ditambah dengan lokasi peledakan yang berada di jantung kota, menyiratkan pertanyaan tentang kesiapan aparat keamanan mengantisipasi situasi keamanan menjelang ronde akhir pemilihan presiden.
Memang, sebagian besar pedagang ekuitas sempat panik. Hanya, mereka belajar dari dua pengeboman sebelumnya: Bali (Oktober 2002), dan Hotel JW Marriott Jakarta (Agustus 2003). "Ada peluang mengambil untung dengan jatuhnya harga saham," kata seorang pialang di perusahaan sekuritas asing. "Bom sudah diperhitungkan sebagai faktor risiko," ucap Erwan Teguh, analis di Danareksa Sekuritas.
Bom juga diyakini tak kait-mengait dengan ajang pemilihan presiden, Senin kemarin. Dugaan aparat keamanan bahwa pelaku peledakan sama dengan jaringan peneror di Kuta dan Marriott meyakinkan para pelaku pasar bahwa sasaran bom adalah Kedutaan Besar Australia. "Pengeboman kali ini tak berbeda dengan yang terjadi di Kuta ataupun Marriott. Dampaknya akan sangat terbatas dan sementara," kata Anton Gunawan, ekonom Citibank.
Hari-hari setelah pengeboman menjadi saksi ketebalan nyali para pemain saham. Geliat aksi beli saham terjadi sepanjang hari. Akhir dua pekan lalu, indeks pun ditutup di posisi 797,775 poin. Kecenderungan penguatan berlanjut pada minggu berikutnya. Indeks malah berhasil menembus angka 800. Indeks yang melaju cepat memercikkan aksi ambil untung, yang sempat membuat indeks ditutup melemah di perdagangan Kamis pekan lalu, di posisi 813,064 poin. Namun, pada akhir pekan kemarin, indeks kembali bangkit dan ditutup di posisi 814,626 poin.
Di pasar uang, ledakan bom juga tak sampai mengguncang. Harga dolar di pasar spot sempat naik 1,4 persen pada tengah hari Kamis menjadi Rp 9.405. Sebelum pasar ditutup, kepanikan di pasar mereda dan dolar kembali jinak di Rp 9.340. Pada hari-hari berikutnya, dolar malah terus tergerus, dan terpuruk ke Rp 8.991 pada penutupan perdagangan pekan kemarin.
Ledakan bom Kuningan gagal mematahkan sentimen positif yang telah bertiup di bursa domestik sejak awal tahun. Jika dihitung dari awal tahun, indeks bursa telah mencatat rally sebesar 122,731 poin atau lebih dari 17 persen. Gairah para investor terhadap Indonesia bisa diendus dari banyaknya wajah baru di pasar modal. Pada awal bulan lalu, Kepala Badan Pengawas Pasar Modal Herwidiyatmo menyebut ada 14 perusahaan yang baru mendapat izin bergerak di industri keuangan Indonesia. Dua di antaranya merupakan unit bisnis dari kelompok keuangan kaliber dunia, yaitu Standard Chartered Securities Indonesia dan Barclays Capital Securities Indonesia. Kedua perusahaan itu mengantongi izin sebagai penjamin emisi.
Pada pertengahan Mei, bursa memang sempat kehilangan gairah. Indeks pun terpuruk hingga 628 poin (lihat grafik). "Itu lebih dikarenakan pengaruh global," ucap Erwan Teguh, analis dari Danareksa Sekuritas. Pertengahan tahun lalu, para juragan uang memang menunggu kebijakan suku bunga Federal Reserves. "Kalau ada ketidakpastian, dana yang diputar di pasar ekuitas memang menyurut," ujar Erwan. Sebab, para pengelola dana lebih cenderung menaruh uang mereka di keranjang yang lebih aman, seperti aset komoditas.
Bom tak juga mengusir para pemain karena harga saham di bursa lokal masih terhitung murah dibanding bursa regional. Jika dirata-ratakan, rasio harga terhadap pendapatan (price to earning ratio) dari saham yang dijajakan di bursa lokal sebesar 7,45 kali. Angka itu masih jauh di bawah Singapura (13,9 kali) atau Thailand (9,4 kali) sekalipun.
Pemilihan presiden mendatang menyediakan alasan kuat lain mengapa pasar keuangan mencuekkan ledakan bom. Ajang pergantian kepemimpinan itu ditunggu-tunggu karena akan mengakhiri ketidakpastian. Apalagi kedua tokoh itu dianggap bersahabat dengan pasar. "Mereka sama-sama mendukung negara sekuler," ucap Fauzi Ichsan, ekonom dari Standard Chartered. Tak hanya warna politik, agenda ekonomi yang dibawa kedua kubu diyakini tak akan menelikung stakeholders Indonesia: para kreditor dan juga negara-negara donor, seperti dengan melakukan moratorium utang.
Namun kedua calon presiden juga tak perlu buru-buru bersuka cita. Para pemain di pasar uang bukanlah massa yang memiliki loyalitas mati. Penyusunan kabinet akan menjadi ujian pertama yang dihadapi presiden baru. Entah ditempuh dengan gaya dagang sapi atau dagang kuda, para pelaku pasar berharap presiden mendatang bisa merangkul mayoritas anggota parlemen. "Kalau tidak, akan repot. Rancangan peraturan yang diajukan pemerintah bisa terus-terusan dijegal di DPR," tutur Fauzi.
Penyusunan anggaran dan strategi pembiayaannya akan menjadi kontes penilaian presiden berikut. Presiden berikut diharapkan dapat merumuskan anggaran yang sustainable (berkesinambungan). Dalam proses penyusunan anggaran inilah, pertimbangan tentang harga minyak yang sempat berlompatan dalam tiga bulan terakhir menjadi sangat penting. Keberanian presiden mendatang untuk menimbang antara keputusan populis dan anggaran yang realistis akan menentukan sikap pasar.
Menuju akhir tahun, indeks diperkirakan bisa berlari lebih jauh. Jangan lupa, Indonesia bukan satu-satunya yang menggelar pemilihan orang nomor satu. Amerika Serikat, yang masih memainkan peran sebagai motor terbesar bisnis keuangan internasional, juga akan menggelar pemilihan presiden, November nanti. Jika John Kerry berhasil menggeser George W. Bush dari tampuk kepresidenan, para pemodal kaliber dunia diperkirakan akan lebih gencar menyiram pasar dengan uang. Sebagai negara yang jumlah penduduknya termasuk lima besar dunia, Indonesia tentu pasar yang menarik untuk dilirik. Maka para analis dan ekonom yang dihubungi Tempo sepakat angka 900 sebagai target indeks yang realistis untuk akhir tahun.
Thomas Hadiwinata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo