Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA, bahkan Indonesia, seyogianya berterima kasih kepada si Kalajengking. Kesediaan kelompok musik Scorpions tetap manggung di Stadion Tenis Indoor Senayan, Kamis malam pekan lalu, sungguh membuat citra pariwisata kita sedikit terangkat. Kehadiran grup musik cadas asal Jerman itu tak sekadar menghibur, tapi juga menunjukkan situasi Jakarta tak seseram yang dibayangkan orang luar.
Maklum, baru selang sepekan bom meledak di depan Kedutaan Besar Australia di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Jaringan televisi CNN (Cable News Network) menayangkan terus-menerus gambar-gambar mengerikan kejadian itu?jelas bukan berita bagus tentang Indonesia. Tak mengagetkan jika muncul kekhawatiran, gara-gara bom jahanam itu banyak wisatawan mancanegara akan mengurungkan langkahnya ke Indonesia.
Untuk sebagian praktisi pariwisata, kecemasan itu bahkan sudah menjadi kenyataan. Hana Hoed, misalnya, mengaku beberapa tamu hotelnya membatalkan atau menunda pesanan menginap gara-gara bom Kuningan. ?Secara keseluruhan tingkat hunian kami menurun sampai 10 persen,? ujar Manajer Hu-bungan Masyarakat Hotel Gran Melia, Jakarta, itu.
Gran Melia tak sendirian. Aurora Tambunan, Direktur Eksekutif Kantor Pariwisata DKI Jakarta, menuturkan tingkat hunian semua hotel bintang lima di Ibu Kota turun setelah bom Kuningan. Sebelumnya, tingkat hunian rata-rata 61,5?65,7 persen. Setelah bom meledak, tingkat hunian hotel-hotel besar itu merosot tinggal 36?37 persen.
Sepanjang tahun ini kunjungan wisatawan mancanegara sebetulnya cenderung mulai naik. Sampai Juli 2004, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia mencapai 2,56 juta orang, atau naik 31 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (1,95 juta orang). Bersamaan dengan itu, mengalir pula devisa ke kas negara sebanyak US$ 2,3 miliar, atau setara dengan Rp 20,7 triliun dengan kurs Rp 9.000 per dolar.
Di separuh tahun berikutnya, kedatangan turis asing diperkirakan akan lebih membludak lantaran Natal dan Tahun Baru?masa liburan panjang bagi turis dari belahan Eropa dan Amerika. Optimisme pun merebak: target kedatangan 5,2 juta wisatawan mancanegara tahun ini akan tercapai.
Jelas ini periode pemulihan yang melegakan. Dua tahun sebelumnya, dunia pariwisata didera sakit berkepanjangan. Jumlah wisatawan mancanegara merosot gara-gara bom Bali dan merebaknya wabah SARS serta virus flu burung. Sementara pada 2001 jumlah wisatawan asing mencapai 5,15 juta orang, dua tahun berikutnya jumlah turis asing yang datang merosot hanya 5 juta dan 4,47 juta orang.
Namun, masa bulan madu rupanya terlampau pendek. Di saat para turis mulai berkunjung kembali, lagi-lagi sebuah bom meledak. Teror bom ini membuat praktisi pariwisata kesulitan menjual obyek wisata di Indonesia. Beberapa sektor bisnis seperti jasa perhotelan, restoran, industri penerbangan, dan biro perjalanan akan terkena imbasnya.
Ketua Association of the Indonesian Tour and Travel Agencies (ASITA), Ben Sukma, memperkirakan akan terjadi pembatalan kunjungan sejumlah wisatawan dari Eropa dan Australia menuju Bali. Mereka urung datang karena tak adanya jasa asuransi di negaranya yang bersedia mengkover perjalanan ke Indonesia.
Sementara itu, negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara menawarkan daya tarik yang tak kalah memikat. Akibatnya, calon turis mengalihkan rencana kunjungan dari Indonesia ke negeri-negeri jiran itu. Alhasil, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia diperkirakan akan merosot. Jumlahnya belum bisa dipastikan, tapi Ben menaksir, ?Sekitar 20?30 persen dari target pemerintah yang 5,2 juta orang.?
Diperkirakan perlu waktu enam bulan sampai kondisi normal kembali. Itu pun, menurut Ben, perlu ada insentif besar-besaran untuk mendongkrak industri pa-riwisata. Salah satunya dengan meninjau kembali kebijakan pengenaan visa on arrival bagi para turis, yang diterapkan sejak Februari lalu. ?Sekarang siapa yang perlu, kita atau mereka?? ujarnya.
Ben optimistis, bila biaya visa on arrival yang US$ 25 atau Rp 225 ribu dihapus, arus kedatangan wisatawan mancanegara akan kembali meningkat. Ia bahkan memperkirakan, pada awal 2005 akan terjadi lonjakan besar jumlah wisatawan asing. Pertumbuhan akan terus berlanjut sehingga pada 2007-2009 jumlah wisatawan asing akan mencapai 15 juta orang per tahun.
Usulan Ben untuk menghapus visa on arrival mendapat dukungan Meity Robot. Wakil Ketua Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI) itu memang telah lama mengeluhkan aturan visa kedatangan. Menurut Meity, pengenaan visa on arrival telah menjadi beban tambahan bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Indonesia.
Meity tak memungkiri, sepanjang semester pertama tahun ini jumlah wisatawan asing memang meningkat. Tapi mereka kebanyakan dari Asia (Jepang, Taiwan, Korea, Cina, Malaysia) dan Australia. ?Turis dari Amerika dan Eropa masih jarang,? katanya. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2001, sebelum bom Bali meletup.
Namun, tak semua praktisi pariwisata menyetujui usulan menghapus visa on arrival. Adnan Karamoy, Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), adalah salah satunya. Adnan bahkan berpendapat bom Kuningan tak akan terlalu mempengaruhi arus wisatawan asing ke Indonesia. Ia beralasan, wisatawan asing yang datang ke Indonesia biasanya sudah pernah datang sebelumnya. Mereka tahu lokasi bom di Jakarta sangat jauh jaraknya dengan Bali. ?Mereka tahu betapa luasnya Indonesia,? ujarnya.
Karena itu, Adnan yakin target kedatangan wisatawan asing 5,2 juta orang akan tetap tercapai dan kebijakan visa on arrival tak perlu dicabut. Apalagi selama ini industri pariwisata tak pernah terkena pajak langsung. Yang penting, kata Adnan, pendapatan negara dari visa on arrival itu dikembalikan ke dunia pariwisata nasional. Misalnya untuk membiayai promosi di luar negeri.
Bila perlu, Adnan menambahkan, instrumen visa on arrival bahkan ditingkatkan menjadi pajak kedatangan atau departure tax. Konsepnya, setiap wisatawan asing yang datang ke Indonesia atau warga Indonesia yang pulang melancong dari luar negeri dikenai pajak kedatangan itu. Besarnya sekitar US$ 10?US$ 15. ?Ini tak melanggar kode etik pariwisata internasional,? ujarnya.
Keyakinan tak terlalu terpengaruhnya pariwisata akibat bom Kuningan juga dikemukakan Menteri Negara Pariwisata, I Gde Ardhika. Berdasar data kementeriannya, jumlah wisatawan asal Australia yang datang ke Bali pasca-bom Kuningan ternyata malah meningkat. Pada hari bom meledak, 9 September, jumlah turis Australia yang datang ke Pulau Dewata hanya 721 orang. Tapi esok dan lusanya, jumlah wisatawan Negeri Kanguru yang berkunjung malah naik menjadi 1.128 dan 1.245 orang.
Berdasar data itu, Gde Ardhika berpendapat tak perlu ada kebijakan khusus untuk memulihkan pariwisata. Strateginya tetap ekspansi melalui community-based tourism. ?Prinsipnya, kami ingin menciptakan perdamaian dan persaudaraan lewat pariwisata,? ujarnya. Misi perdamaian itu, misalnya, muncul dalam konser Scorpions itu.
Kementerian Pariwisata, kata Gde Ardhika, mematok target jumlah turis asing yang datang ke Indonesia sampai tahun 2009 dalam tiga skenario. Bila kondisi normal dan akselerasi promosi pariwisata berjalan optimal, jumlah turis ditargetkan mencapai 13,1 juta orang. Selain itu, ada skenario sedang, yakni 9,7 juta orang, dan skenario rendah, yaitu 8 juta orang.
Penolakan tegas atas usulan mencabut kebijakan visa on arrival datang dari kantor imigrasi. ?Selama menguntungkan negara dan tak menimbulkan kesulitan bagi warga asing, kebijakan itu tak akan dicabut,? ujar Lukardono, seorang pejabat di Direktorat Jenderal Imigrasi. Sampai sekarang, kata Lukardono, devisa yang diterima negara dari pengenaan visa on arrival adalah US$ 22,6 juta atau setara dengan Rp 203,4 miliar.
Pemberlakuan kebijakan itu juga sudah berdasar kajian serius. Menurut penelitian, sebagian besar responden yang merupakan warga negara asing lebih menyukai visa on arrival ketimbang mengurus visa melalui perwakilan Indonesia di luar negeri. Jadi, menggelar lebih banyak konser perdamaian seperti pementasan Scorpions tampaknya lebih mujarab ketimbang meminta pencabutan kebijakan visa.
Nugroho Dewanto, M. Syakur Usman, Maria Ulfah, Rina Rachmawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo