Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Angkutan Indonesia atau SPAI mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk menindak tegas perusahaan penyedia layanan angkutan daring atau aplikator yang membayar bonus hari raya (BHR) sebesar Rp 50.000 kepada para pengemudi ojek online (ojol). SPAI menilai alasan ketidakmampuan finansial yang disampaikan oleh perusahaan terkesan dibuat-dibuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua SPAI Lily Pujiati mengatakan pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir sudah berkontribusi banyak bagi aplikator selama 10 tahun ini. Ia pun menyoroti Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 yang mengatur soal potongan platform sebesar 5 persen dialokasikan untuk kesejahteraan pengemudi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi dalih ketiadaan finansial adalah alasan yang dibuat-buat dan tidak menghargai kerja pengemudi yang selama ini telah berkontribusi pada keuntungan platform,” kata Lily dalam keterangan tertulis, dikutip Ahad, 30 Maret 2025.
Lily berpendapat kesewenang-wenangan yang dilakukan para aplikator disebabkan oleh keengganan mereka mengakui para pengemudinya sebagai pekerja. “Platform memang sejak awal berdiri tidak patuh pada Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia,” ujarnya. Padahal, lanjut Lily, secara jelas telah terbukti adanya hubungan kerja antara perusahaan dengan pengemudi yang mencakup unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Sebelumnya Lily juga telah melapor ke Posko Kementerian Ketenagakerjaan lantaran sejumlah aplikator memberikan bonus sebesar Rp 50 ribu ke mitra pengemudi. Menurut Lily, dengan jumlah pendapatan berkisar Rp 93 juta hingga Rp 100 juta per tahun, para mitra seharusnya menerima bonus sekitar Rp 1,7 juta.
"Itu menurut kami diskriminasi dan penghinaan terhadap driver ojol juga, mereka (aplikator) melanggar ketentuan yang sudah diterapkan di negara kita," kata Lily pada Selasa, 25 Maret 2025.
Lily menyebut ia merujuk pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 yang diterbitkan pada 11 Maret 2025. SE itu mengatur nominal BHR yang harus diberikan dihitung berdasarkan 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan pengemudi selama 12 bulan terakhir. Pada Selasa siang, ia menerima 800 aduan dari para pengemudi yang merasa hak-haknya tak dipenuhi oleh para aplikator.
Lebih jauh Lily menjelaskan jumlah pengemudi yang menerima BHR sebesar Rp 50 ribu adalah mayoritas atau mencapai 80 persen dari 800 aduan yang ia terima.
Adapun salah satu aplikator, Grab Indonesia, sebelumnya mengaku tak mampu menyalurkan bonus hari raya untuk semua pengemudi ojek online yang menjadi mitra mereka. Grab sebelumnya telah mencairkan BHR kepada hampir setengah juta pengemudi yang memenuhi kriteria pada 24 Maret 2025.
"Jika BHR dituntut harus diberikan kepada semua mitra pengemudi terdaftar, Grab menyatakan tidak mampu mempenuhinya," kata Chief of Public Affaris Grab Indonesia Tirza Munusamy dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 27 Maret 2025.
Tirza menggarisbawahi mekanisme penyaluran BHR sangat bergantung pada kemampuan keuangan perusahaan. "Kami memahami berbagai pandangan yang muncul, namun Grab berusaha memberikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan finansial perusahaan," katanya. Ia berujar hal itu dilakukan dengan tetap menjaga keberlanjutan ekosistem Grab di Indonesia ke depannya.
Ia juga mengingatkan, hakikatnya BHR berbeda dengan tunjangan hari raya (THR) yang ditujukan untuk pekerja formal. BHR, kata Tirza, merupakan langkah tambahan dari perusahaan yang ingin mengapresiasi mitra pengemudi menjelang Idul Fitri.
Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.