Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Boom sinetron

Di tengah menurunnya produksi film nasional, kebutuhan sinetron meningkat dan pembuatannya marak. para artis film ramai-ramai loncat pagar.

20 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gelombang alih profesi orangorang film ke dunia sinetron semakin besar. "Realistis saja, perfilman Indonesia sedang suram. Sinetron merupakan alternatif terbaik," kata Ketua Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia), Ratno Timoer. Bangkrutnya film Indonesia rupanya menjadi rezeki buat sinetron alias sinema elektronik -- istilah dulu, drama televisi. Jumlah produksi film nasional memang lagi menukik drastis. Sampai paruh 1992 ini, produksinya cuma 12 biji. Tahun silam, kendati masuknya film impor sudah deras, produksi film nasional masih mencapai angka 118 film. Tahun ini, menurut Ratno, keganasan film impor menjadijadi. Dengan mutu dan teknologi serba canggih, filmfilm tersebut melahap semua peluang pasar. Produser film lokal pun lantas mengeret. Ketika kepepet, eh, sinetron malah marak di TVRI, RCTI, maupun TPI. Tahun ini, TVRI menargetkan menayangkan 322 sinetron. Sejumlah di antaranya akan muncul pada "Sepekan Sinetron Remaja" 1420 Juni ini. Jumlah penayangan ini meningkat hampir dua kali dibanding tahun silam, yang cuma 180 film. TPI, menurut manajer program Sem Haesy, menayangkan tujuh sinetron setiap minggu. Maka, tahun ini setidaknya dibutuhkan 468 sinetron. Masuk akal bila para sineas berpaling ke sinetron. Sutradara Wim Umboh, misalnya, menggarap sandiwara Pahlawan Tak Dikenal untuk TPI. Parkit Film mendirikan production house untuk menyuplai RCTI. Gayung bersambut kelihatannya. Drama komedi GaraGara karya Deddy Armand, penulis skenario film komedi Warkop, yang diputar seminggu sekali di RCTI, digemari pemirsa. Drama Sitti Noerbaya dan Sengsara Membawa Nikmat karya Asrul Sani yang ditayangkan di TVRI, konon melejitkan citra sinetron. Dan pemain sinetron sekarang ini tidak lagi melulu aktor drama. Layar televisi kini ditaburi gemerlapnya bintangbintang film. Ada Chintami Atmanegara (Jembatan Emas), ada Lidya Kandouw (GaraGara), ada pula Tio Pakusadewo (Halimun). Maka, kata Asrul Sani, "Pesaing film Indonesia sekarang bukan hanya film impor, tapi juga sinetron. Sinetron telah menjadi primadona hiburan di rumah-rumah." Marissa Haque, artis yang juga produser film, termasuk yang terpukul di dunia film. Film produksinya Yang Tercinta (Putri Seorang Konglomerat) seret di pasar. Ia pun beralih ke dunia sinetron. Tak cuma sebagai bintang, tapi sekaligus produser. Drama PerempuanPerempuan yang ditayangkan RCTI pada hari Kartini April silam adalah produksi perdananya -- dibintanginya sendiri bersama suaminya, Ikang Fawzi. Kini Icha, panggilan akrabnya, sedang menggarap 12 episode sinetron untuk TPI. Ia juga bekerja sama dengan TV Belanda, RTL Chanel 4 dalam membuat film video tentang kampanye pemilu. "Napas saya lumayan lega sekarang," kata artis jelita ini. Tapi tidak semua orang film bisa alih profesi semudah membelokkan stir. Bagi Rino (bukan nama sebenarnya) yang 15 tahun bekerja sebagai penata lampu, sepinya film Indonesia adalah sebuah musibah. Berbulanbulan ia menganggur. "Setiap hari saya nongkrong di Parfi menunggu order," kata bapak tiga anak ini lesu. Dulu, sedikitnya dua bulan sekali dapat pekerjaan, sekarang nihil. Ia terpaksa bertahan. Slamet Rahardjo berusaha bertahan. "Komitmen saya tetap pada dunia film," katanya. Kalau sekarang ia mau menggarap sinetron, ini karena TVRI menawarkan tema menggiurkan, soal lingkungan hidup. "Ada aspek sosial yang bisa divisualkan. Ini obsesi yang belum tentu bisa muncul di film," ujarnya. Teguh Karya dan Arifin C. Noer terjun ke sinetron juga karena tergiur tema lingkungan yang belakangan semakin ngetop karena "Earth Summit." Pembuatannya, yang memakan biaya Rp 109 juta per sinetron, disponsori John Hopkins University, Amerika Serikat, Lembaga Kelestarian dan Lingkungan Hidup, dan TVRI. Sinetron itu akan diputar bersamaan dengan Konperensi Lingkungan Agustus mendatang di Bali. Meski sinetron lebih singkat dibandingkan film, ongkos produksinya tidak lebih murah. Menurut Kepala Sub Seksi Drama Remaja TVRI, Agus Wijoyono, sinetron setengah jam memerlukan biaya minimal Rp 32 juta. Lantas, dari mana TVRI mendapat dana untuk produksi 322 sinetron sementara anggarannya hanya Rp 2,3 milyar setahun? Sponsor, walau tidak terang-terangan. "Dalam sinetron, pintu mobil hampir selalu tak bisa ditutup, karena di joknya tertulis merk mobil," kata Asrul Sani. Sinetron memang lahan iklan. Maka, jangan heran jika bisnis sinetron yang lahir dari production house merebak dengan cepat. Lewat iklan, dana relatif lebih mudah digaet. "Dan semua ini sah saja. Jangan seperti artis tua yang cuma menggantungkan diri pada dunia film. Idealisme perlu, tapi kehidupan kan harus jalan terus," kata Ratno Timoer. Tapi Ratno termasuk artis yang tidak ikutikutan loncat pagar. Ia aman. Selain artis, ia adalah direktur perusahaan kontraktor pembuatan jalan dan saluran air. Cara aktor Harry Capri lain lagi. Ia mengelola dua restoran Padang. Dan Soraya Perucha, artis pembawa acara Cinema Cimena di RCTI, meski punya production house, ia lebih sibuk mengurusi bisnis pesawat terbang. Akan matikah film nasional? "Film Indonesia ibarat bonsai," kata Deddy Armand, "Ada, tapi nggak boleh tinggi." Lalu, sinetron yang cangkokan bonsai macam apa bentuknya? Sri Pudyastuti R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus