Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketentuan mengenai pengguna solar bersubsidi selama ini masih abu-abu.
Kuota untuk tiap kategori penerima subsidi solar juga bakal direvisi.
Tingginya disparitas harga mendorong konsumen beralih ke solar bersubsidi.
JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tengah menyusun perubahan sejumlah regulasi untuk mencegah subsidi solar jebol. Salah satunya dengan merevisi isi lampiran dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan tersebut mengatur tentang penyediaan, distribusi, dan harga jual eceran bahan bakar minyak. Dalam lampiran peraturan tersebut diatur ihwal penerima solar bersubsidi. Mereka, antara lain, kendaraan pribadi pengangkut orang atau barang, kendaraan umum pengangkut orang atau barang kecuali pengangkut hasil tambang dan perkebunan, kendaraan layanan umum, kapal angkutan umum dan perintis, serta kereta api umum dan barang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pengguna dalam peraturan yang abu-abu itu mungkin yang akan kami revisi supaya implementasinya tidak membingungkan,” kata Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin. Kuota untuk tiap kategori penerima subsidi juga bakal direvisi, khususnya untuk mengendalikan konsumsi transportasi darat.
Perubahan aturan ini dipicu oleh dugaan penyaluran solar bersubsidi yang tidak tepat sasaran. BPH Migas menemukan beberapa praktik penimbunan serta pengoplosan bahan bakar jenis ini di beberapa daerah. Pada 11 Maret lalu, Erika menyebutkan pelaku solar oplosan ditangkap di Muara Enim, Sumatera Selatan. Tersangka menyimpan 108 ton campuran solar dengan minyak sulingan yang siap didistribusikan. Di Indramayu, BPH Migas menemukan penimbunan produk dari pembelian menggunakan jeriken.
Modus penyalahgunaan solar bersubsidi lainnya adalah pembelian bahan bakar oleh mobil dengan tangki yang dimodifikasi. “Kami juga melihat banyak truk tambang dan perkebunan yang ikut antre di SPBU. Kebanyakan di daerah pertambangan dan perkebunan,” kata Erika.
Sejumlah truk mengantre untuk mengisi bahan bakar solar bersubsidi di SPBU Paal Lima, Kota Baru, Jambi, 25 Maret 2022. ANTARA/Wahdi Septiawan
Penyaluran yang tidak tepat sasaran itu menjadi salah satu alasan BPH Migas memproyeksikan kuota subsidi pada tahun ini bisa jebol. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah kenaikan pertumbuhan ekonomi. Kegiatan bisnis yang meningkat mendorong distribusi barang. Dengan disparitas harga antara solar bersubsidi dan nonsubsidi, terdapat potensi peralihan konsumen nonsubsidi ke solar yang lebih murah.
BPH Migas mencatat penyaluran solar bersubsidi hingga akhir Maret ini sudah melebihi kuota sekitar 10 persen. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Tutuka Ariadji, menyatakan kuota bisa jebol hingga 2 juta kiloliter dari alokasi pada tahun ini yang sebesar 15,1 juta kiloliter jika pengendalian penyaluran solar bersubsidi tidak berhasil.
Tutuka menyebutkan pemerintah bersama BPH Migas dan PT Pertamina (Persero) membentuk tim satuan tugas untuk mengawasi penyaluran solar bersubsidi, khususnya di daerah-daerah yang mengalami kelangkaan. “Kami mengawasi stok bahan bakar dan meminta Pertamina berkoordinasi dengan aparat hukum serta pemerintah daerah,” tuturnya.
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, menyambut rencana BPH Migas mengubah detail penerima solar bersubsidi. Sebagai penyalur, Nicke bercerita ihwal kesulitan yang dialami pihaknya dalam membedakan penerima subsidi di antara para konsumen, khususnya kendaraan angkutan barang. “Kami agak sulit membedakan apakah dia mengangkut barang dari industri besar atau perkebunan rakyat. Apalagi kalau barangnya kosong, kami tidak tahu truk ini mengangkut apa,” katanya.
Untuk pengawasan penyaluran subsidi solar, Nicke juga menawarkan pembayaran menggunakan aplikasi My Pertamina. Dengan begitu, para penerima bantuan pemerintah dapat terdata. “Dan kita bisa memastikan pembeli ini pihak yang berhak,” tutur Nicke.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo