Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - BPJS Kesehatan menanggapi ramainya pembicaraan publik mengenai penghapusan pembagian kelas rawat inap. Rizzky Anugerah, Kepala Humas BPJS Kesehatan, menjelaskan bahwa aturan tersebut berdasarkan pada Perpres 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perpres tersebut tidak menghapus kelas rawat inap, melainkan memberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS). Rumah sakit didorong untuk memenuhi standar pelayanan ruang rawat yang diatur dalam Perpres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kebijakan KRIS itu akan dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak terkait lainnya,” ujarnya pada Jumat, 17 Mei 2024.
Evaluasi akan mencakup konsep dasar KRIS, mekanisme penerapannya di fasilitas kesehatan, dan kapan mulai berlaku.Hasil evaluasi akan menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN ke depan.
BPJS Kesehatan juga membuka opsi untuk bekerja sama dengan asuransi swasta. Kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan produk asuransi yang menjamin pelayanan kesehatan di luar manfaat JKN dan memungkinkan pasien JKN untuk naik kelas rawat inap.
Dia menyatakan bahwa perusahaan asuransi swasta bisa menciptakan produk asuransi yang menjamin layanan kesehatan di luar cakupan yang diberikan oleh Program JKN. Selain itu, mereka juga bisa mengembangkan produk yang memungkinkan pasien Program JKN untuk meningkatkan kelas ruang rawat inap mereka melebihi hak yang ditentukan.
Kendati demikian, mekanisme koordinasi manfaat disebut harus digodok lebih lanjut. Mekanisme kerja sama dengan perusahaan asuransi swasta dirancang dengan jelas. "Harus ada bentuk kerja sama yang pas dan dibuat regulasi yang sedemikian rupa agar tidak mengganggu tatanan yang sudah ada saat ini," ujarnya.
Ketentuan naik kelas rawat inap sebetulnya sudah tercantum dalam Perpres 82 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023. Peserta yang ingin naik kelas rawat harus membayar selisih tarif INA-CBG antara kelas satu dengan kelas dua ditambah paling banyak sebesar 75 persen dari tarif INA-CBG.
Namun, ketentuan ini dikecualikan bagi:
- Peserta PBI Jaminan Kesehatan
- Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
- Peserta PBPU dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
- Peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota keluarganya
- Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
Bagaimana proses penyusunan KRIS?
Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 8 Mei 2024 secara resmi menghapus sistem kelas melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dengan peraturan baru ini, BPJS Kesehatan akan menghapus sistem sistem kelas 1, 2, dan 3, lalu menggantinya dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Perpres baru ini mendapat beragam tanggapan dari masyarakat, dengan beberapa belum memahami apa itu sistem KRIS yang akan menggantikan sistem kelas pada BPJS Kesehatan.
KRIS adalah sistem baru yang mengatur rawat inap bagi pengguna BPJS Kesehatan. Berdasarkan perpres terbaru, Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS-JKN) adalah kelas layanan rawat inap di rumah sakit dalam program JKN yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dengan menstandarisasi kelas rawat inap JKN melalui 12 kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit.
Penerapan kebijakan ini didasari karena adanya klasifikasi perawatan yang belum terstandar dan belum meratanya akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan persediaan obat di semua wilayah. Hal ini mendorong perlunya kriteria kelas rawat inap berstandar guna mendukung prinsip ekuitas.
Ada 12 kriteria yang harus dipenuhi sesuai standar, termasuk bangunan, ventilasi, pencahayaan ruangan, dan kepadatan ruangan. Beberapa perubahan harus dilakukan seperti penetapan jumlah maksimal dalam satu ruangan hanya boleh 4 tempat tidur dengan kamar mandi di dalam untuk setiap empat pasien. Sebelumnya, kamar untuk rawat inap kelas 3 sering kali melebihi kondisi ideal, dengan 6-10 tempat tidur per ruangan dan kamar mandi di luar ruangan.
Kriteria tersebut mencakup kondisi bangunan seperti ventilasi, ukuran ventilasi, pencahayaan, minimal dua stop kontak per tempat tidur, outlet oksigen dalam panel di belakang tempat tidur, pengaturan suhu ruangan, dan bel panggilan pasien yang harus tersedia.
Saat ini, prioritas penerapan KRIS adalah untuk kelas 3, sementara standardisasi untuk kelas 2 dan 1 akan diupayakan mengingat kenyataan di lapangan yang sering tidak ideal. Standardisasi kelas 3 diutamakan karena jumlah pasien yang besar dan membutuhkan perubahan segera.
MICHELLE GABRIELA | DESTY LUTHFIANI | DANIEL A. FAJRI