Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bredel Banci di Televisi

Komisi Penyiaran Indonesia melarang tayangan televisi yang menampilkan adegan banci. Dikhawatirkan bisa mengganggu kesehatan jiwa anak.

15 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELAWAK Tessy tak lagi memakai kemben atau daster. Tidak juga dengan wig atau sanggul beserta dua balon berisi air yang digelantungkan di dada seperti biasanya. Sejak awal bulan ini, saban pagi menjelang subuh, pelawak bernama asli Kabul Basuki itu tampil dalam acara Saatnya Kita Sahur di Trans TV bak lelaki tulen. Berperan sebagai instruktur senam yang memiliki rumah kos, Kabul cukup mengenakan celana panjang dan kaus olahraga.

Tak cuma Tessy, Olga Syahputra pun begitu. Komedian yang sudah kadung identik dengan banci itu benar-benar menanggalkan atributnya sebagai banci. Dia berperan sebagai mahasiswa arsitektur dalam paket komedi berjudul Rakus.

Banyolan mereka pun bersahut-sahutan dengan Komeng, Adul, Kiwil, Desy Ratnasari, Nita Gina, serta bintang tamu yang terus berganti. "Tapi awalnya berat juga merombak penampilan mereka," kata Rudi Sipit, anggota tim kreatif Saatnya Kita Sahur. Pada hari pertama dan kedua, kata Rudi, peran banci masih muncul. Namun, pada Ramadan hari ketiga, mereka merombak habis. Tak ada lagi peran banci di Saatnya Kita Sahur.

Gerakan bersih-bersih peran banci di layar kaca memang marak sejak awal puasa ini. Tak hanya di Trans TV, di Indosiar juga terjadi. Acara Super Seleb Show, yang menampilkan Ivan Gunawan yang berdandan cantik dan berpolah centil, pun disetop. "Enggak ada untungnya buat saya," kata Ivan, yang enggan mengomentari pelarangan itu.

Muasalnya adalah sebuah surat peringatan dari Komisi Penyiaran Indonesia. Menjelang bulan suci Ramadan, lembaga ini meminta semua stasiun televisi melarang adegan banci mampir dan berseliweran di mata acara apa pun. "Komisi Penyiaran dan Majelis Ulama Indonesia memberikan peringatan kepada stasiun televisi agar tidak menyiarkan tayangan kebanci-bancian, seperti reality show, komedi, dan lawakan konyol seperti yang biasa ditayangkan itu," kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja, dalam jumpa pers di Jakarta, awal September ini.

Menurut salah satu anggota Komisi, Bimo Nugroho, semula Komisi Penyiaran Indonesia membiarkan tayangan yang mengandung unsur lesbian, homoseksual, dan banci. Soalnya, secara faktual mereka memang ada di masyarakat. "Tapi, kalau kemudian gaya kebanci-bancian itu muncul dan dipakai untuk mengolok-olok mereka (kaum banci), itu justru akan merendahkan martabat mereka," kata Bimo.

Yang juga penting, menurut psikolog Ratih Andjayani Ibrahim, serbuan tayangan banci di televisi bisa membuat anak-anak bingung dalam memahami identitas gender. Kok, ternyata tidak sesuai dengan pengetahuan mereka tentang fisik manusia: laki-laki dan perempuan. Jika mereka menonton didampingi orang tua, kebingungan ini tidak akan berlanjut, dan segera terjawab. Namun, jika tidak pernah ada jawaban, ketika dewasa mereka akan mengambil sikap sesuai dengan pemahaman mereka selama ini. "Nah, dampak jangka panjang itulah yang belum bisa dikalkulasi sekarang. Masalahnya, hanya sedikit orang tua yang bisa mendampingi anaknya menonton televisi," tutur Ratih, psikolog yang sering menjadi konsultan di berbagai acara televisi, termasuk Indonesian Idol.

Saat ini, menurut Bimo Nugroho, memang hanya ada sanksi moral berupa teguran, bagi televisi yang melanggar aturan ini. "Namun sekarang sedang digodok peraturan tentang denda bagi televisi yang melanggar," tuturnya. Di Amerika Serikat, stasiun televisi yang menayangkan melorotnya kutang Janet Jackson pun dikenai denda.

Pelarangan menjelang Ramadan itu pun mengundang reaksi beragam dari para pengelola televisi. Indosiar, misalnya, kini menutup acara seperti Super Seleb. Acara yang sempat ditiru stasiun lain itu kini diganti dengan drama religi. Namun pergantian itu semata-mata karena memang tayangan panjang itu harus dihentikan dan diganti dengan tayangan bernuansa Ramadan. "Momentumnya saja yang berbarengan dengan pelarangan Komisi Penyiaran," kata Manajer Hubungan Masyarakat Indosiar, Gufroni Sakaril. Jadi, pelarangan itu tidak membuat Indosiar merugi atau kehilangan penonton.

Begitu juga dengan TransTV, yang mengaku tidak khawatir atas pelarangan tersebut, meski harus bekerja ekstra untuk melakukan perombakan skenario berbagai acaranya. Soalnya, beberapa acara yang berbau banci masih harus terus mengudara. Toh, stasiun televisi ini tidak merasakan ada penurunan penonton atau iklan gara-gara pelarangan itu.

Menurut Kepala Hubungan Masyarakat TransTV, Hadriansyah Lubis, acara Extravaganza, misalnya, harus dirombak sedikit demi sedikit. Soalnya, tim kreatif membutuhkan waktu untuk mencari konsep komedi tanpa peran banci. Para pemain juga tidak bisa serta-merta meninggalkan peran banci yang selama ini diterima pemirsa. Bayangkan, dalam Extravaganza, ada Aming yang sudah menjadi ciri khas acara itu bila memerankan banci. Atau Tora Sudiro yang berpakaian perempuan dengan tetap mempertahankan kumis dan jenggot, dalam segmen Sinden Gosip dalam acara yang sama. "Mereka kagok juga kalau tiba-tiba tampil dengan peran yang sama sekali berbeda," katanya. Namun, Hadriansyah yakin, lama-kelamaan lelaki berperan banci bakal lenyap.

Nur Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus