Direksi Bank Tabungan Negara (BTN) mengembuskan berita buruk bagi para calon pembeli rumah, Selasa pekan lalu. Mulai 9 Mei 2001, BTN menghentikan sementara pengucuran kredit bersubsidi untuk rumah sederhana/rumah sangat sederhana (RS/RSS). Keputusan ini dikeluarkan karena sampai saat ini dana subsidi yang disediakan pemerintah masih belum jelas.
TEMPO / M. Safir Makki
Tahun ini, pemerintah menyediakan subsidi untuk kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp 961 miliar untuk membangun 80 ribu unit. Subsidi KPR untuk tahun lalu pun belum seluruhnya dibayar, yakni baru sekitar Rp 430 miliar, separuh dari rencana Rp 720 miliar. Karena itulah BTN lebih memilih menghentikan pengucuran KPR bersubsidinya.
Keputusan ini jelas membuat banyak pihak kecewa. Calon pembeli rumah kini tak punya pilihan selain mengurungkan niatnya, kecuali jika mereka bersedia mengambil KPR dengan bunga komersial yang kini berkisar 18 persen. "Ini jelas berat," kata Wakil Ketua Real Estat Indonesia (REI) bidang RS/RSS, Darma Setiawan Bachir. Sebagai contoh, mereka yang akan membeli rumah RSS tipe 21 semula hanya dikenai bunga 8,5 persen. Pengembang pun bakal kelimpungan karena mereka sudah telanjur membangun dengan mengambil kredit konstruksi. "La, kalau KPR distop, mereka mau bayar pakai apa?" kata Iwan lagi.
Namun, Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Djoko Kirmanto, yakin bahwa pemerintah akan mengucurkan subsidi tersebut. Menurut dia, pemerintah tetap punya komitmen untuk membangun 80 ribu unit RS/RSS. "Tinggal menunggu persetujuan Menteri Keuangan," kata Djoko. Dia menambahkan, jika persetujuan itu sudah turun, BTN pasti akan kembali mengucurkan kredit bersubsidi. Jadi, tunggu saja Menteri Keuangan.
Ali Said/ Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini