Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan Cuma Proteksi

Koperasi mitra batik, tasikmalaya, menyediakan sekolah khusus batik-membatik, khususnya batik tradisional yang keadaannya terancam oleh batik cetak. (eb)

3 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU di antara sedikit koperasi yang tetap jalan, adalah Mitra Batik (MB). Menempati kantor yang cukup luas walaupun sederhana, koperasi yang didirikan tahun 1938 itu kini mempunyai 500 anggota. "Semua pengusaha batik yang ada di Tasikmalaya menjadi anggota kami", kata R. Wiwi Nachrowi, ketua II koperasi IB yang sudah 16 tahun jadi pengurus. "Anggotanya bukan pengusaha besar, melainkan yang kecil-kecil saja", katanya. Simpanan wajib setiap anggota hanya Rp 200 ribu/ bulan. Namun dari simpanan wajib yang tidak seberapa itu, banyak juga yang dapat dilaksanakan. Di seberang kantor MB yang bertingkat dua berdiri SMEA MitraBatik. Sebuah pavilyun RSU Tasikmalaya adalah sumbangan MB. Dan tahun ini masih akan dibangun 6 lokal lagi di rumah sakit itu. MB juga ikut membangun saluran air Cikuntan. Anak-anak para pembatik sejak 1953 sudan ikut kebagian bea-siswa. Tahun ini kabarnya sudah mencapai Rp 300 ribu. Buat melanjutkan profesi membatik warisan nenek moyang yang diperbaharui di zaman sekarang, MB juga menyediakan sekolah khusus dalam perkara batik-membatik. Pengikutnya bukan hanya dari keluarga pembatik, tapi juga masyarakat umum. Malah jika dihitung-hitung, pengikut sekolah itu lebih banyak orang tuanya ketimbang orang mudanya. Rupanya para pemuda sudah lebih banyak yang, hijrah ke Bandung atau Jakarta .... Sebagai koperasi, duka MB banyak juga. "Yang masih terasa sampai sekarang adalah saingan dari batik pnnting", kata Nachrowi sambil menunjuk contoh. Proses printing (cetak) jauh lebih cepat, tapi menurut orang MB itu, kwalitasnya lebih rendah. Berabenya, jika batik printing yang beredar di pasaran ketahuan cepat luntur, maka yang tidak tahu dengan cepat menarik kesimpulan bahwa setiap jenis batik cepat luntur. "Padahal justru batik printing itulah yang sekarang banyak dibeli buat suvenir", kata bekas tentara berusia 48 tahun itu. Makanya dia mengharapkan semacam proteksi -- entah dari siapa -- supaya konsumen dapat membedakan mana batik printing yang produksi kodian itu, dan mana batik cap dan tulis seperti yang diproduksi Mitra Batik. "Paling tidak", sambungnya lagi, "sebutkanlah bahwa yang ini printing, yang itu cap atau tulis". Apa yang dirisaukan orang MB itu bukan semata-mata soal proteksi. Tapi juga soal promosi. Promosi, sebagai salah satu bentuk penerangan pada konsumen yang biasanya diberikan oleh si pengusaha itu sendiri. Dalam soal itu, MB tampaknya masih terlalu berendah hati. Sebab sementara fabrikan besar seperti Batik Keris & Batik Semar -- juga GKBI yang umumnya beranggotakan para juragan batik dari Yogya & Jawa Tengah -- asyik memasang iklan dan menyelenggarakan pameran mode di mana-mana, juragan batik Tasik itu masih diam-diam saja. Mereka lebih mengandalkan pada para langganan tradisionilnya. Tentu saja kehebatan promosi Batik Keris dan GKBI itu juga ditunjang oleh modalnya yang kuat. Yang tidak semua berasal dari kantong juragan sendiri. Melainkan dari bank (kredit PMDN buat Batik Beris), atau dari partner Jepang Nichimen (yang membangun pabrik cambrics, buat GKBI di Batang, Pekalongan) Selundupan Kendati demikian, harapan akan adanya proteksi bukan baru timbul sehubungan dengan saingan batik printing belakangan ini. Sejak tahun 1958, MB sudah mampu mendirikan pabrik cambricsnya sendiri. Tahun lalu pabrik MB sudah menghasilkan 3,7 juta yard kambrik sepanjang tahun. Tapi sayangnya, produksi pabrik itu tidak stabil. Melainkan tergantung pada permintaan anggota. Diakui oleh Wiwi Nachrowi, permintaan anggota itu pernah terganggu pula oleh beredarnya kambrik bikinan luar negeri yang diselundupkan ke mari. Syukurlah, dengan penertiban penyelundupan yang mulai santer belakangan ini, kambrik selundupan sudah jarang kelihatan dan ke-554 karyawan pabrik bisa bekerja dengan tenang. Kecuali pabrik kambrik, Mitra Batik juga memiliki toko-tokonya sendiri. Baik di Tasikmalaya maupun di beberapa kota lain. Menurut Nachrowi, setiap bulan MB mampu menjual 120 ribu lembar kain batik buatan Tasik. Di dalam negeri, pasaran yang laris adalah Surabaya dan Jakarta. Sekarang sedang dijajaki kemungkinan menjualnya sampai ke Singapura. Bagaimana taktik ekspornya dan bagaimana caranya bersaing dengan batik-batik lain dari Indonesia dan Malaysia, tidak dijelaskan oleh Nachrowi. Namun besar kemungkinan saingan batik printing di sana pun akan tidak kalah sengitnya. Maka kalau sampai saat ini Nachrowi berbangga bahwa roda-roda koperasinya mampu bergelinding di atas modal sendiri, mungkin sudah saatnya difikirkan kampanye promosi ke luar yang lebih gencar. Bukan cuma proteksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus