Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa Minta Proteksi ?

Pemakaian kawat las dari tahun ke tahun terus menanjak. tapi, pt krama yuda, satu-satunya produsen kawat las di indonesia masih membatasi produksi, karena bersaing dengan kawat las impor. (eb)

3 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STATUS pelopor (pionir) yang diberikan kepada perusahaan pemula agaknya tak cukup sampai di situ saja. Sebutan serupa itu misalnya diberikan Ditjen Perindustrian Dasar kepada pabrik batangan kawat las merk Phillips, milik P.T. Krama Yudha -- itu perusahaan yang kesohor merakit mobil-mobil merk Mitsubishi. Bagi Departemen Perindustrian sebutan pelopor serupa itu tentu ada alasannya. Segalak pembangunan yang terlihat di mana-mana. kebutuhan akan kawat pengelas juga semakin menanjak. Dari pemakaian rata-rata sebanyak 12.000 ton setahun, belakangan menunjukkan kenaikan sekitar 1,78% per tahunnya. "Dan semua itu dipenuhi dari impor, dari Jepang dan Eropa" tutur seorang pejabat Ditjen Perindustrian Dasar pekan lalu. Karena itu munculnya P.T. Krama Yudha dengan menggunakan tenaga ahli dan ramuan Phillips (Belanda) sebagai satu-satunya produsen batangan kawat las, memberi harapan bagi kebutuhan sambung-menyambung dan tempel-menempel. Terletak di atas areal seluas 3 Ha di kawasan Pulogadung, pabrik ini mampu menghasilkan 3.000 ton kawat las setahun dengan mempekerjakan 150 karyawan lebih. Tak kurang dari 6 tipe kawat las dihasilkan pabrik ini PH 68, PH 31 A, PH 36S,PH 46. PT 250 dan dan PH 600 -- terdiri dari berbagai ukuran (diameter) yang banyak diperlukan industri baja, kapal, perakitan, mesin-mesin dan sebagainya. Kurangi Fasilitas Tapi "sepanjang tahun 1975 kami hanya mampu memproduksi 600 ton" kata Daud Asmuni Said, salah seorang Komisaris pabrik batangan kawat las Phillips ini. Mengapa? Dengan cepat Asmuni Said menunjuk tumpukan kotak batangan kawat las di Tanjung Priok yang berasal dari impor, sebagai salah satu penyebab. Dia juga mengeluh masih adanya fasilitas PMA dan PMDN untuk mengimpor sendiri batang kawat las sebagai bahan pembantu maupun bahan pokok. Begitu pula beberapa perusahaan perakitan mobil tampaknya masih enggan melepaskan diri dari keharusan untuk memakai kawat pengelas dari negara asal merk mobil tersebut. Bagi Asmuni Said, penggunaan berbagai fasilitas yang terbebas dari bea masuk itu agaknya cukup mencemaskan. "Apalagi jika diingat hampir semua bahan baku masih harus kita impor", tambahnya. Meskipun menurutnya hal ini masih memberinya kesempatan memasang harga melawan dibanding dengan harga kawat las impor yang sudah jadi. Maka secara tak langsung dia menyarankan dua kemungkinan: memperingan bea masuk bahan baku atau mempertinggi bea masuk bagi impor kawat las yang sudah jadi. Lebih penting dari itu menurut Asmuni Said, adalah agar pemerintah mengurangi kemungkinan masuknya batang kawat las melalui fasilitas PMA maupun PMDN. Menanggapi permintaan orang Krama Yudha itu, kalangan Ditjen Industri Logam & Mesin yang dihubungi TEMPO hanya menjawab: "toh pabrik las di sini baru satu. Mengapa sudah minta proteksi?" Menurut mereka, permintaan untuk proteksi itu biasanya baru bisa dipertimbangkan kalau ada beberapa usaha serupa mengajukan permintaan yang sama. Pihak ILM sendiri tak mengambil contoh dunia pertenunan di Indonesia yang baru diberi perhatian setelah lama juga menjerit akibat masuknya blaco dari luar negeri dengan fasilitas impor. Bertolak dari sini, apa yang dikemukakan pengusaha kawat las Phillips tak ada salahnya untuk dicatat sejak pagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus