MULAI bulan April ini, Induk Taman Ternak Padang Mengatas
(Sumbar) sudah harus berdiri sendiri. Berkat bantuan modal dan
tenaga ahli Jerman yang datang ke sana 5 tahun lalu, pusat
ternak kuda dan sapi itu sudah kembali ke masa jayanya sebelum
Belanda angkat kaki. Seperti tercatat di benak orang-orang
Minang khususnya dari Payakumbuh -- induk taman ternak itu
pernah dijuluki yang terbaik di seluruh Asia Tenggara.
Terhampar di kaki gunung Sago, 20 Km di selatan Payakumbuh
dengan iklim serupa Lembang, taman ternak yang didirikan tahun
1918 itu dulu amat berperan untuk pembibitan. Di sana tradisi
beternak kuda telah menempatkan Payakumbuh sebagai juara pacuan
kuda Sumatera Barat. Hampir setiap lelaki Payakumbuh gemar
beternak kuda. Mereka tinggal mhnta sperma atau 'mengadu'
(mengawinkan) kuda betinanya dengan kuda jantan impor dari Arab
atau Australia. Tidak itu saja. Seluas 400 Ha ditanami rumput
yang bibitnya pun didatangkan dari luar negeri. Makanya ternak
di sana rada gemuk. Malah pada masa jayanya itu sapi perahan
Padang Mengatas bisa memenuhi seluruh kebutuhan susu warga kota
Payakumbuh. Gambaran Padang Mengatas yang hancur oleh Aksi
Militer ke-II dan pemberontakan PRRI, mustahil dapat
direhabilitir oleh Dinas Kehewanan Sum-Bar dengan dananya yang
amat terbatas. Untunglah ada bantuan kerjasama Jerman Barat
dengan pemerintah RI cq Departemen Pertanian, yang dikenal
dengan sebutan Agriculture Development Studies (ADS).
2 X Sapi Sumba
Bantuan Jerman itu, meliputi beberapa subsektor pertanian.
Padang Mengatas salah satu di antaranya, dan bersifat proyek
paket (modal, peralatan dan teknisi disuplai pemerintah
Jer-Bar). Bersama Kadir, orang Indonesia yang jadi pimpinan
proyek, ahli-ahli Jerman Barat yang dipimpin oleh Rod Meyer itu
menata kembali puing-puing di lereng gunung itu.
Jalan-jalan-diaspal, rumput unggul ditanam kembali. Kandang
kuda, sapi dan biri-biri didirikan kembali. Begitu pula kantor,
laboratorium dan pasanggrahan. Tak kurang dari 600 ekor sapi
berkeliaran di sana. Padang rumput dengan bibit-bibit dari
Australia dan Eropa menghijau kembali.
Pembibitan tidak cuma dengan mengadu (kawin langsung), tapi juga
dengan pembuahan buatan alias artifcial insemination (Al).
Sampai akhir tahun lalu telah berhasil dilahirkan 75 ekor sapi
yang tidak jelas siapa bapaknya. Spermanya didatangkan dari
Australia, Selandia Baru dan Pakistan. Sayangnya pembibitan
ternak kuda kebanggaan rakyat tidak dipentingkan lagi. Sebab
yang mendesak sekarang adalah kebutuhan sapi potong. Hasilnya
memang luar biasa. Sapi-sapinya ada yang mencapai berat 700
kilo, alias 2 x lipat sapi Sumba & Timor yang dilego ke Jakarta
dan Hongkong.
Sampai kini, sudah Rp 170 juta ditanamkan di sana. Begitu
keterangan Kepala Kantor Wilayah Deptan Sum-Bar Jafri Jamaluddin
kepada Muhlis Sulin dari TEMPO. Sasaran pembiakan ternak akan
mencapai 2000 ekor tahun 1977. Begitu bunyi perjanjian kerjasama
dua negara yang akan berakhir saat itu. Pemeliharaan apa yang
ada sekarang menurut Jafri cukup dibiayai oleh usaha penggemukan
dan penghasilan lainnya yang masuk ke kas Padang Mengatas. Malah
untuk memperluas peranan sosial Padang Mengatas, di tempat itu
sudah diadakan kursus peternakan yang terbuka bagi masyarakat.
Memang, apa yang bakal dihadapi oleh Jafri, Kadir dan stafnya
bukan soal gampang. Mereka harus memikirkan masa depan Padang
Mengatas setelah orang-orang Jerman itu pamitan tahun depan, dan
bantuan Jerman tidak lagi mengalir ke proyek itu. Apakah biaya
harian dan pengembangannya akan dibebankan ke kas daerah?
Ataukah akan dimintakan anggaran Pusat via Deptan? Sebab kalau
proyek itu harus 100% berswasembada mungkin fungsi sosial Padang
Mengatas akan terdesak oleh usaha-usaha komersiilnya. Misalnya
penjualan susu, sperma dan daging. Dipandang dari sudut
komersiil itu, pelayanan sosial guna memperbaiki kondisi ternak
rakyat dalam jangkL panjang bisa mencekik taman ternak itu
sendiri. Sebab kalau sapi-sapi rakyat toh sudah montok-montok
dan banyak susunya, sehingga mencukupi kebutuhan Payakumbuh dan
sekitarnya, ke mana Padang Mengatas harus melempar
produk-produknya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini