Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah Jerman Pergi

Daerah peternakan di padang mengatas, sum-bar, jaya kembali. Usaha pembibitan diutamakan pada sapi potong. hasilnya ada yang mencapai berat 700 kg. (eb)

3 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULAI bulan April ini, Induk Taman Ternak Padang Mengatas (Sumbar) sudah harus berdiri sendiri. Berkat bantuan modal dan tenaga ahli Jerman yang datang ke sana 5 tahun lalu, pusat ternak kuda dan sapi itu sudah kembali ke masa jayanya sebelum Belanda angkat kaki. Seperti tercatat di benak orang-orang Minang khususnya dari Payakumbuh -- induk taman ternak itu pernah dijuluki yang terbaik di seluruh Asia Tenggara. Terhampar di kaki gunung Sago, 20 Km di selatan Payakumbuh dengan iklim serupa Lembang, taman ternak yang didirikan tahun 1918 itu dulu amat berperan untuk pembibitan. Di sana tradisi beternak kuda telah menempatkan Payakumbuh sebagai juara pacuan kuda Sumatera Barat. Hampir setiap lelaki Payakumbuh gemar beternak kuda. Mereka tinggal mhnta sperma atau 'mengadu' (mengawinkan) kuda betinanya dengan kuda jantan impor dari Arab atau Australia. Tidak itu saja. Seluas 400 Ha ditanami rumput yang bibitnya pun didatangkan dari luar negeri. Makanya ternak di sana rada gemuk. Malah pada masa jayanya itu sapi perahan Padang Mengatas bisa memenuhi seluruh kebutuhan susu warga kota Payakumbuh. Gambaran Padang Mengatas yang hancur oleh Aksi Militer ke-II dan pemberontakan PRRI, mustahil dapat direhabilitir oleh Dinas Kehewanan Sum-Bar dengan dananya yang amat terbatas. Untunglah ada bantuan kerjasama Jerman Barat dengan pemerintah RI cq Departemen Pertanian, yang dikenal dengan sebutan Agriculture Development Studies (ADS). 2 X Sapi Sumba Bantuan Jerman itu, meliputi beberapa subsektor pertanian. Padang Mengatas salah satu di antaranya, dan bersifat proyek paket (modal, peralatan dan teknisi disuplai pemerintah Jer-Bar). Bersama Kadir, orang Indonesia yang jadi pimpinan proyek, ahli-ahli Jerman Barat yang dipimpin oleh Rod Meyer itu menata kembali puing-puing di lereng gunung itu. Jalan-jalan-diaspal, rumput unggul ditanam kembali. Kandang kuda, sapi dan biri-biri didirikan kembali. Begitu pula kantor, laboratorium dan pasanggrahan. Tak kurang dari 600 ekor sapi berkeliaran di sana. Padang rumput dengan bibit-bibit dari Australia dan Eropa menghijau kembali. Pembibitan tidak cuma dengan mengadu (kawin langsung), tapi juga dengan pembuahan buatan alias artifcial insemination (Al). Sampai akhir tahun lalu telah berhasil dilahirkan 75 ekor sapi yang tidak jelas siapa bapaknya. Spermanya didatangkan dari Australia, Selandia Baru dan Pakistan. Sayangnya pembibitan ternak kuda kebanggaan rakyat tidak dipentingkan lagi. Sebab yang mendesak sekarang adalah kebutuhan sapi potong. Hasilnya memang luar biasa. Sapi-sapinya ada yang mencapai berat 700 kilo, alias 2 x lipat sapi Sumba & Timor yang dilego ke Jakarta dan Hongkong. Sampai kini, sudah Rp 170 juta ditanamkan di sana. Begitu keterangan Kepala Kantor Wilayah Deptan Sum-Bar Jafri Jamaluddin kepada Muhlis Sulin dari TEMPO. Sasaran pembiakan ternak akan mencapai 2000 ekor tahun 1977. Begitu bunyi perjanjian kerjasama dua negara yang akan berakhir saat itu. Pemeliharaan apa yang ada sekarang menurut Jafri cukup dibiayai oleh usaha penggemukan dan penghasilan lainnya yang masuk ke kas Padang Mengatas. Malah untuk memperluas peranan sosial Padang Mengatas, di tempat itu sudah diadakan kursus peternakan yang terbuka bagi masyarakat. Memang, apa yang bakal dihadapi oleh Jafri, Kadir dan stafnya bukan soal gampang. Mereka harus memikirkan masa depan Padang Mengatas setelah orang-orang Jerman itu pamitan tahun depan, dan bantuan Jerman tidak lagi mengalir ke proyek itu. Apakah biaya harian dan pengembangannya akan dibebankan ke kas daerah? Ataukah akan dimintakan anggaran Pusat via Deptan? Sebab kalau proyek itu harus 100% berswasembada mungkin fungsi sosial Padang Mengatas akan terdesak oleh usaha-usaha komersiilnya. Misalnya penjualan susu, sperma dan daging. Dipandang dari sudut komersiil itu, pelayanan sosial guna memperbaiki kondisi ternak rakyat dalam jangkL panjang bisa mencekik taman ternak itu sendiri. Sebab kalau sapi-sapi rakyat toh sudah montok-montok dan banyak susunya, sehingga mencukupi kebutuhan Payakumbuh dan sekitarnya, ke mana Padang Mengatas harus melempar produk-produknya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus