Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan Lagi Anak Bawang

Pada sidang ICO ke-44 di London Indonesia diakui eksistensinya karena telah mengikuti keputusannya dalam menaikkan harga. Sebelumnya indonesia membangkang. Kini kuota ekspor Indonesia naik. (eb)

12 Oktober 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKSISTENSI Indonesia dalam ICO (organisasi kopi internasional) semakin diakui. Dalam sidang tahunan ke-44 di London yang berakhir Sabtu lalu, "Kami tidak lagi diperlakukan sebagai anak bawang," tutur Ketua AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia), Darjono Kertapati, kepada TEMPO selesai memimpin rapat persiapan AEKI masuk Bursa Komoditi Indonesia, yang berakhir menjelang tengah malam Senin lalu. Menurut Darjono, kuota Kopi Indonesia untuk tahun 1985-1986 (mulai Oktober) diputuskan ICO, Rabu pekan lalu, menjadi 145.737 ton. Naik dibandingkan kuota tahun lalu yang 141.000 ton. Padahal, kuota global untuk semua 50 negara produsen ICO untuk 1985-1986 masih disepakati seperti tahun lalu: 58 juta karung ( turun 60 kg). Kuota tersebut disepakati oleh 25 negara konsumen anggota ICO, kendati semula mereka menginginkan kuota diperlonggar jadi sekitar 60 juta karung. Sedangkan para produsen ingin memperketat kuota jadi 55 juta karung saja, supaya harga kopi yang sekitar US$ 2,10 per kg bisa dipertahankan. Sidang ICO terakhir itu sempat berlarut-larut - dari rencana yang seharusnya selesai 27 September, ternyata diperpanjang sampai akhir pekan lalu - gara-gara para konsumen melakukan tekanan. AS, misalnya, bersikeras agar kuota beberapa negara untuk tahun lalu, sebesar 5,7 juta karung, dipenuhi dulu. Kegagalan pemenuhan kuota itu ternyata sebagian karena ketentuan importir tentang kerasnya ketentuan kualitas, padahal kopi tak selalu tahan cuaca. Selain itu, terjadi perdebatan tentang resolusi 336 yang dicetuskan ICO April lalu, yakni tentang keharusan penyamaan harga penjualan kopi di negara-negara nonkuota. Waktu itu Indonesia menentang, dan mengancam keluar dari ICO. Indonesia semula disangka anak nakal, padahal terpaksa menjual sisa kelebihan produksi dengan harga bersaing di negara nonkuota, demi menjaga pendapatan petani. Tapi, sejak April, Indonesia telah berusaha mengikuti keputusan itu dengan pelan-pelan menaikkan harga pasar di negara nonkuota dari US$ 0,90/kg hingga menjadi US$ 1,30/kg. "Tentang standar dan kriteria kesamaan harga dengan pasar kuota itu, sih, belum jelas, sehingga masih diperdebatkan. Hal itu masih akan dibicarakan Januari mendatang," tutur Darjono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus