MINGGU lalu saya menulis Pariwara tentang komputer. Seorang teman merasa keberatan dengan salah satu judul, "Sarjana harus tahu komputer". Katanya, itu sama dengan memberhalakan komputer. Apalagi karena itu di anggap bertolak belakang dengan pernyataan lain dalam karangan itu bahwa komputer bukanlah mesin pintar. Ya, mengapa sarjana perlu tahu komputer? Saat ini mungkin tak ada orang yang akan berani meramalkan bagaimana keadaan kita lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Lima tahun yang lalu pun kita tak meramalkan bahwa komputer akan sampai ke dalam rumah kita dan dipakai anak-anak untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Perkembangan yang dicapai komputer bahkan lebih jauh dan lebih cepat daripada yang dicapai oleh nuklir. Generasi pertama komputer 30 tahun yang lalu mampu mengkomputasi dalam waktu 40 mikrodetik. Sekarang hitungannya bukan mikro lagi, tetapi piko detik, per trilyun detik. Komputer, sekali lagi, memang bukan mesin ajaib. Salah satu contoh "kebodohan" komputer dibuktikan ketika ia harus menerjemahkan kalimat Inggris berikut ini ke dalam bahasa Rusia: the spirit is willing, but the flesh is weak. Untuk mengujinya, terjemahan itu diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris. Hasilnya adalah: the bottle is good, but the meat is rotten. Komputer, tidak bisa tidak, pasti akan mempengaruhi masa depan kita. Cepat atau lambat kita akan bersimpangan jalan dengan komputer. Di Amerika Serikat sekarang ini statistik menunjukkan adanya satu terminal untuk tiap 48 pekerja. Berdasarkan kecenderungan saat ini, pada 1990 nanti (lima tahun lagi), 70 persen pekerja AS harus mengerti komputer karena pekerjaannya akan dimudahkan oleh komputer. Mengapa banyak orang takut kepada komputer? Sebab, pada mulanya komputer memang diciptakan untuk menyelesaikan hitungan teknis. Komputer sejak awalnya mengandung konotasi matematik yang memang tidak membuat semua orang merasa nyaman. Semua hal yang berbau teknologi pada mulanya selalu diterima dengan penuh kesyakwasangkaan. Ketika Bell Laboratories, misalnya, pada 1948 menyelenggarakan konperensi pers untuk menjelaskan temuan barunya - transistor - koran New York Times saja menempatkan beritanya di pojok yang tersembunyi, dekat iklan baris tentang kematian. Robert Desio, seorang direktur IBM, dalam sebuah seminar minggu lalu di Singapura mengatakan, bentuk awal komputer, yang merupakan mesin besar yang harus ditempatkan dalam ruang khusus yang besar, dingin, dan nyaris steril, juga merupakan faktor yang membuat komputer ditakuti orang. Tetapi, sekarang komputer sudah going public. Komputer pribadi (personal computer) ukuran kecil, yang sekarang dipasarkan dengan harga relatif murah, sudah memecahkan tembok-tembok kaku dan steril. Komputer sudah masuk rumah dan diakrabi anak-anak. Komputer kecil ini bahkan sudah jauh lebih super dari alat-alat perhitungan yang dipakai para ahli atom atau nuklir pada pertengahan abad. Kaum bisnis sendiri pada mulanya kurang cepat menanggapi peluang yang ada, yang dapat dipakai untuk meningkatkan produktivitas usaha. Banyak juga yang justru menggunakan saat kendur sekarang ini untuk melakukan komputerisasi dan melatih diri, sehingga siap menerima percepatan bila saatnya tiba nanti. Minggu ini di Jakarta sedang berlangsung pameran dan konperensi komputer nasional. Mungkin kesempatan baik untuk berkenalan dengan komputer, bagi kita yang belum akrab dengannya. Masa depan memang di tangan kita, dengan bantuan komputer. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini