Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan rawan, tapi menunggu

Hari-hari menjelang lebaran 1989, kebutuhan bahan pangan seperti: beras, tepung terigu, gula pasir, kekurangan di irian jaya. banyak menghilang di pasaran. konon, barang-barang itu terlambat tiba di tujuan.

6 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI-hari menjelang Lebaran kali ini, Gubernur Irian Jaya Barnabas Suebu tampak gelisah. Persediaan beras, tepung terigu, dan gula pasir di wilayahnya dalam keadaan SOS alias gawat. Akhirnya, Kamis pekan lalu Gubernur mengirim teleks ke Jakarta, yang ditujukan ke Departemen Dalam Negeri, Bulog serta instansi lainnya. Pendek kata, ia minta bantuan untuk mengatasi "bencana" itu. Sebuah sumber TEMPO di Kanwil Perhubungan Laut Irian Jaya menanggapi bahwa kekhawatiran gubernur itu terlalu dibesar-besarkan. Masalahnya, katanya, barang-barang itu hanya belum sampai ke tempat tujuan. Sementara itu, ibu-ibu sudah rame-rame memborong keperluan Lebarannya. Yang biasanya membeli beras 5 kg, karena panik, sekaligus memborong 15 kg. Dengan demikian, permintaan melonjak. "Jadi, kalau dikatakan kekurangan, ya kurang tepat. Kita masih menunggu," katanya. Situasi langka beras di pasar-pasar di daerah Irian Jaya itu konon disebabkan oleh angkutan laut yang kurang menunjang. Di samping itu, tarif angkutan beras Bulog juga terkenal jauh lebih rendah dibandingkan dengan barang lain. Jadi, meskipun persediaan beras Bulog di pusat-pusat pergudangan untuk memenuhi kebutuhan daerah itu dinyatakan cukup, toh hanyak yang tak terangkut. Seperti yang dikutip harian Suara Pembaruan, dari data pengaturan persediaan beras di Bulog Jakarta, diketahui bahwa sejak Januari 1989 realisasi angkutan beras ke daerah Irian Jaya hanya 44 persen. Kalangan di Ditjen Perhubungan Laut menanggapinya dengan menuding perusahaan pelayaran. Ada perusahaan pelayaran yang hanya mau mengangkut beras Bulog ke daerah tujuan yang dekat-dekat saja dengan pusat pergudangan. Sementara itu, untuk angkutan ke daerah yang lebih jauh seperti Irian Jaya, mereka terpaksa berpikir dua kali. Biaya yang didapat kurang menguntungkan bagi operasional kapalnya. Apakah ulah perusahaan pelayaran ini ada hubungannya dengan berlakunya Paket Kebijaksanaan November 1988 mengenai perhubungan laut? "Saya rasa dengan adanya kebijaksanaan paket November itu, bukannya nggak ada kapal yang ke Irian Jaya. Hanya mekanismenya yang belum lancar," kata Fanny Habibie, Dirjen Perhubungan Laut, pada TEMPO. Wakil Kabulog, Sukria Atmaja, dengan yakin menolak anggapan bahwa ada keadaan rawan kebutuhan pokok menjelang Lebaran ini di Irian Jaya. "Nggak ada apa-apa. Kalau memang ada kerawanan pasti Dolognya sudah lapor dan datang ke Jakarta," katanya pada TEMPO serius. Karena, untuk mengontrol pengadaan beras di daerah-daerah, pengendaliannya langsung dari Jakarta. Beras-beras itu secara teratur diangkut dari stok di gudang-gudang daerah. Namun, untuk gula pasir dan tepung terigu, menurut Sukria Atmaja, penyalur mengatur sendiri pengangkutannya berdasarkan kebutuhan. Jika ada kenaikan permintaan seperti menjelang Lebaran sekarang, Bulog mengantisipasi kenaikan permintaan itu dan menyiapkannya. "Jika ada keadaan yang mendesak, baru kita carter kapal. Tapi itu sangat jarang dilakukan, karena mahal," katanya kalem. Dalam proses pengangkutan beras selama ini, Bulog sendiri tak berhubungan langsung dengan perusahaan pelayaran, tapi lewat kontraktor. Urusan biaya disesuaikan dengan kesepakatan antara kontraktor dan Bulog. Sampai saat ini ada sekitar 34 kontraktor yang berhubungan dengan Bulog. "Adanya kontraktor untuk memudahkan pengurusan barang dari laut sampai ke tujuan," ujar sumber TEMPO di Bulog. Khusus untuk Irian Jaya, diakui Wakil Kabulog, memang ada perhatian khusus. Misalnya dengan memperbesar cadangan. "Supaya kita tak terlalu sering mengangkutnya," katanya. Artinya, apa yang dikhawatirkan Gubernur Bas Suebu itu, menurut Sukria, tak menjadi masalah. Mungkin cuma belum sampai.Gatot Tri (Bandung), Linda Djalil dan Diah Purnomowati (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum