Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan salim, tapi pabriknya

Pembangunan pabrik semen madura oleh grup salim belum berjalan. padahal, telah 8 tahun dan izinnya bisa dicabut. menurut tim survei, pabrik semen di madura menimbulkan polusi dan merusak lingkungan.

18 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Delapan tahun tertunda, kini proyek Semen Madura akan dilanjutkan oleh Grup Salim. Padahal, sudah kedaluwarsa. Izinnya pun bisa dicabut. TERTUNDANYA pembangunan pabrik semen Madura mungkin akan berlarut-larut. Gubernur Jawa Timur Soelarso dalam satu keterangan resmi menyatakan, pihaknya belum bisa menentukan laik atau tidak pabrik semen itu didirikan. Alasannya: belum ada penelitian. "Saya tidak ingin masalah izin pabrik semen ini dibesar-besarkan." kata Soelarso. Pernyataan ini dikemukakan untuk menanggapi berita di harian Surya (Selasa, 7 Mei 1991) yang menyebutkan bahwa Gubernur Soelarso akan meminta Pusat meninjau kembali izin pembangunan pabrik semen yang diberikan kepada Grup Salim. Pengusaha terkemuka Liem Sioe Liong memang disebut-sebut telah menyiapkan lahan 400 hektare dengan nilai investasi US$ 300-400 juta. Tapi persiapan yang dilakukannya sejak tahun 1983 tak kunjung usai. Pembangunan pabrik belum berjalan, kabarnya, karena berbagai kendala, termasuk faktor transportasi dan penyediaan sumber air. Namun, dengan ditandatanganinya rencana pembangunan jembatan Surabaya-Madura, kelompok Liem melihat kemungkinan untuk mempercepat pembangunannya. Kepada koran Jawa Pos, Liem menegaskan, "Rencana pembangunan pabrik semen itu sudah lama saya siapkan. Juga sudah banyak biaya yang dikeluarkan." Jadi? "Sudahh. Lihat saja nanti." Di pihak lain, masyarakat Madura menyatakan keberatannya bila pengusaha multinasional itu mendirikan pabrik semen di sana. Rencana pabrik semen itu sendiri bermula dari upaya PT Semen Gresik. Hal ini dibenarkan oleh Judiono Tosin, salah seorang direktur eksekutif dari Grup Salim. Malangnya, rencana besar itu terbentur. Menurut sumber TEMPO, karena Semen Gresik menilai kadar kapur di Pulau Madura tak begitu bagus. Lalu lokasi tersebut kemudian diambil alih oleh PT Perkasa Krida Hasta Indonesia Cement Enterprise, milik Grup Salim. Di pihak lain Judiono Tosin dalam penjelasannya kepada Iwan Qodar Himawan dari TEMPO mengungkapkan bahwa upaya Semen Gresik terbentur tak lain karena pada tahun 1983 itu, proyek tersebut terkena penjadwalan kembali oleh Pemerintah. Lalu, "Pada tahun 1984, Indocement mengambil alih seluruh saham Semen Gresik dari Semen Madura itu. Kemudian, dilakukan reassesment terhadap rencana yang pada waktu itu telah dibuat oleh manajemen yang lama," Tosin membeberkan secara teliti. Apa pun penyebabnya, jejak langkah Liem Sioe Liong di pulau garam itu bermula dari kegagalan Semen Gresik. Liem kemudian melakukan penilaian ulang terhadap proyek tersebut, bahkan pada tahun 1985, seperti kata Tosin, dokumen tender telah selesai. Namun, sejak itu sampai tahun 1989 ekonomi mengendur hingga Grup Salim memutuskan untuk menunda pembangunan Semen Madura. Padahal, "Studi geologi, sumber bahan baku, dan pelabuhan di Madura telah disiapkan," ujar Tosin lagi. Ternyata, tidak hanya Liem yang meneliti potensi Pulau Madura. Sesepuh masyarakat Madura H. Mohammad Noer, selaku Dirut PT Dhipa Madura Pradana -- yang dipercaya sebagai koordinator proyek pembangunan jembatan Surabaya-Madura -- juga membentuk tim survei yang bertugas melakukan pengkajian tentang kemungkinan didirikannya pabrik semen di Madura, terhitung sejak dua bulan lalu. Untuk itu, cak Noer menunjuk Profesor Miendrowo Prawirodjoemeno dari Unair sebagai ketua Tim Studi Kawasan Industri dan Perumahan di Bangkalan. Tim itu dibentuk konon atas permintaan pihak Jepang. Dalam sebuah pertemuan antara tim dari Indonesia dan Jepang yang merancang pembangunan jembatan emas Surabaya-Madura, kabarnya, ada yang mempersoalkan: apakah industri berpolusi tinggi boleh dibangun di Bangkalan. Itulah yang melatarbelakangi penunjukan Miendrowo melakukan survei. Seperti dituturkan Miendrowo kepada Kelik M. Nugroho dari TEMPO, pihaknya telah melakukan survei lapangan dan berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat Madura serta pakar-pakar semen. Hasilnya akan diserahkan kepada sesepuh masyarakat Jawa Timur M. Noer, yang juga bekas gubernur Ja-Tim, pekan ini. Yang pasti, menurut penilaian guru besar Unair ini, hasil survei temuannya sampai pada kesimpulan bahwa pabrik semen di Madura akan menimbulkan polusi dan merusak lingkungan. Miendrowo mencontohkan polusi yang muncrat akibat getaran di saat peledakan batu kapur. Polusi itu akan berpengaruh terhadap pabrik elektronika yang juga akan didirikan di kawasan itu dalam radius 10 km. Karena itu pula, ia menyarankan agar Grup Salim mengalihkan pabrik semennya ke Tuban. "Yang saya suruh pindah bukan Salimnya, tapi pabrik semennya," katanya. Diingatkannya bahwa kandungan semen di Madura hanya tahan dikeruk selama 30 tahun. Sementara itu, sumber TEMPO di BKMD Ja-Tim menyatakan, izin pendirian pabrik Semen Madura sebenarnya sudah batal. Sejak izin diberikan tahun 1983, Grup Salim menunda-nunda. Bahkan hak untuk kembali memperpanjang izin pun tak diambilnya. "Karena itu, sebenarnya izin itu sudah gugur pada tahun 1988 lalu," katanya. Keterangan senada diberikan oleh Ketua BKPM Ir. Sanyoto Sastrowardoyo kepada Sugrahetty Dyan dari TEMPO di Jakarta. Menurut Sanyoto, izin BKPM untuk sebuah perusahaan bisa dicabut bila sampai tiga tahun terus-menerus tak ada perkembangan dan kegiatan di lapangan. Khusus mengenai proyek Semen Madura milik Grup Salim, "Sudah lebih dari tiga tahun tidak ada masukan-masukan," Ketua BKPM itu menegaskan. Lebih jauh PT Perkasa Krida Hasta, yang dipimpin Ibrahim Risjad itu, kata Sanyoto, "Direncanakan untuk tahap I memproduksi 1,5 juta ton, tahap II juga 1,5 juta ton .... Ini sih sudah berat, sudah lama sekali. Jadi, kalau memang Gubernur keberatan, izin itu bisa saja dicabut. Apalagi sejauh ini belum ada laporan perkembangannya." Tentang pabrik elektronika yang akan dibangun Jepang di Madura, Sanyoto agak merasa heran. "Sampai kini belum ada perusahaan Jepang yang mengajukan izin untuk tanam modal di Madura," tuturnya pasti. "Perusahaan elektronika yang baru malah kebanyakan di Batam." Agus Basri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus