Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bye-Bye, Seluler, Bye?

Setelah Telkom Flexi, muncul Esia di bisnis telepon tetap nirkabel. Celah regulasi dimanfaatkan untuk menyaingi operator seluler.

21 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persaingan di sirkuit telekomunikasi tampaknya akan semakin sengit. Setelah TelkomFlexi, kini Esia menikung di jalur bisnis telepon tetap nirkabel. Operator telepon milik kelompok Bakrie itu, seperti TelkomFlexi, menggunakan teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) 2000 1X. Sejauh ini, Esia telah mengantongi izin beroperasi di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Dengan investasi US$ 47 juta atau setara dengan Rp 376 miliar, Esia berencana menyedot 190 ribu pelanggan pada tahun pertama. Selanjutnya, mereka mematok pertumbuhan pelanggan sebanyak 600 ribu-700 ribu setiap tahun.

"Dalam tempo 5 tahun, kami ingin memiliki 3 juta pelanggan," ujar Presiden Direktur Bakrie Telecom, Virano Gazi Nasution.

Dana yang akan diinvestasikan selama kurun waktu 5 tahun tersebut diperkirakan mencapai US$ 450 juta atau sekitar Rp 3,8 triliun.

Bagi para operator seluler, kehadiran TelkomFlexi dan Esia jelas membuat ketar-ketir. Belum lagi tahun depan Indosat juga akan segera meluncurkan produk sejenis. Ihwal kekhawatiran mereka tak lepas dari keistimewaan telepon tetap nirkabel, yang mobilitasnya menyerupai seluler.

Betapa tidak, pesawat telepon baru itu bisa ditenteng ke mana-mana, persis telepon genggam biasa. Tapi tarifnya setara dengan pulsa lokal alias public switched telephone network (PSTN). Belum lagi kualitas suara telepon CDMA yang jauh lebih jernih dan tahan terhadap gangguan (noise).

Keunggulan lain, teknologi CDMA memiliki tingkat keamanan yang tinggi atas kemungkinan terjadinya penyadapan dan pembajakan. Dengan kemampuan shot hands-off yang menjamin perpindahan sinyal, teknologi ini membuat pembicaraan tak terputus kendati posisi pelanggan berpindah-pindah tempat.

Kemampuan teknologi CDMA dalam mengirim data pun mengesankan. Sebagai perbandingan, kecepatan maksimum CDMA adalah 144 kilobyte per detik. Sedangkan seluler generasi kedua jenis global system for mobile communication (GSM) cuma 56 kilobyte per detik. Kecepatan tersebut memungkinkan pelanggan memanfaatkan layanan multimedia yang lebih bervariasi.

Untungnya, pelayanan operator CDMA sekarang belum terlalu baik. Jangkauan mereka masih terbatas karena jumlah base transceiver station (BTS) masih sedikit. Sebaliknya, BTS milik operator GSM praktis sudah tersebar di mana-mana.

Pelayanan untuk pengiriman pesan singkat (SMS) operator CDMA juga masih terbatas. Sekarang pelanggan baru bisa berkirim pesan dengan sesama pelanggan dari operator yang sama. Sedangkan di jalur GSM, layanan SMS sudah lama bisa dilakukan secara lintas operator.

Namun, buat konsumen yang cuma membutuhkan hal-hal praktis, teknologi CDMA jelas sudah lebih dari cukup dan bakal sangat menggoda. Ela bisa menjadi contoh. Pemilik sebuah toko di Pasar Elektronika Glodok yang jarang bergerak dan cuma perlu bertelepon dengan biaya murah itu senang dengan hadirnya TelkomFlexi dan Esia.

Ela mengaku sekarang menggunakan TelkomFlexi untuk berkomunikasi di dalam kota. Pertimbangannya jelas, tarif pulsa TelkomFlexi di dalam kota lebih murah ketimbang seluler. "Sekarang saya punya pilihan. Kalau ke luar kota, saya gunakan seluler GSM, tapi kalau di dalam kota, bye-bye GSM," ujarnya.

Sodokan telepon tetap nirkabel memang cukup menohok. Tapi Direktur Utama Satelindo Johnny Swandi Sjam optimistis operator seluler masih bisa bertahan. Ia menunjuk sejumlah keunggulan yang dimiliki GSM, seperti kemampuan jelajah (roaming) di dalam dan luar negeri.

Di luar itu, operator seluler giat memperbaiki pelayanan dan melakukan efisiensi. Satelindo, misalnya, memperluas daya jangkau sinyal GSM serta memperbanyak feature canggih seperti GPRS, Mentari Internasional, dan pembebasan jelajah di penjuru Tanah Air.

Telkomsel menempuh taktik serupa. Pemilik Kartu Halo dan Simpati itu mulai memperluas zona lokal seluler dan bebas jelajah sejak Mei lalu. Alhasil kini pembicaraan dengan menggunakan Kartu Halo dan Simpati di seluruh Bali dan Nusa Tenggara, misalnya, cuma dikenai tarif lokal. Dengan perluasan zona lokal itu, Telkomsel berharap tetap memiliki nilai lebih dibandingkan dengan telepon tetap nirkabel, yang tak bisa menembus ke luar kode area.

Excelcom, yang terhitung paling kecil, tak mau kalah. Sejak Juni lalu, mereka menawarkan tarif promosi serta paket menarik seperti Paket Bicara dan Paket SMS. Dengan paket-paket tersebut, biaya bertelepon menjadi lebih hemat.

Kendati begitu, Johnny dan pengelola operator seluler lain tetap menyesalkan munculnya telepon tetap nirkabel yang kini berebut pelanggan dengan mereka. Soalnya, telepon jenis itu tadinya diharapkan menjadi solusi bagi calon pelanggan di daerah pelosok yang tak terjangkau jaringan kabel telepon. Kenyataannya, TelkomFlexi dan Esia justru berbisnis di kota-kota besar yang sudah terjangkau jaringan telepon tetap biasa dan seluler.

Dalam perkembangannya, kian tampak pula kecenderungan operator CDMA untuk bertindak seolah sebagai operator seluler. Hal ini jelas menabrak rambu-rambu bahwa operator tetap nirkabel seharusnya diarahkan di wilayah dalam area cakupan satu BTS, tanpa memberlakukan jelajah, handover, atau automutasi terminal pelanggan.

Kalangan operator seluler menilai kecenderungan "penyelewengan" semacam itu timbul karena tak jelasnya aturan telekomunikasi di Indonesia. Mestinya pemerintah berpijak pada ketentuan bahwa telepon seluler bersifat mobile, sedangkan telepon tetap bersifat statis. "Jangan ada definisi setengah-setengah," kata Rudiantara, Direktur Pemasaran Solusi Bisnis Excelcomindo, yang juga Ketua Asosiasi Telepon Seluler Indonesia.

Direktur Utama IM3 Yudi Rulanto tegas menyatakan, bila telepon tetap nirkabel bisa menjelajah antarwilayah, mereka jelas akan menjadi pesaing langsung operator seluler. Tapi, kalau CDMA masih ada batas-batasnya, pasar GSM yang akan tersedot cuma sebagian kecil, "Terutama yang mobilitasnya kurang," ujarnya.

Persaingan operator seluler dengan operator telepon tetap nirkabel sendiri terasa kurang adil karena operator seluler mesti membayar biaya hak penggunaan frekuensi sampai Rp 18 juta per trunk radio unit (TRU) per tahun. Di sisi lain, CDMA, karena mengandalkan izin sebagai operator telepon tetap, cuma membayar Rp 900 ribu per TRU.

Untuk membuat persaingan jadi lebih adil, pengamat telekomunikasi Roy Suryo mengusulkan agar peluang penanaman modal di jalur telepon tetap nirkabel dibuka untuk semua investor. "Jadi, semua investor punya hak yang sama, sedangkan konsumen tetap diuntungkan lantaran murahnya tarif pulsa telepon," ujarnya.

Bila jalur telepon tetap masih verboden buat investor baru, Roy minta setidaknya biaya hak penggunaan frekuensi bagi operator seluler dikurangi. Hal itu sesuai dengan UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi yang menyebut tarif retail ditentukan oleh operator, sedangkan pemerintah hanya memberikan formula berstruktur atau berbasis biaya. "Jadi, biayanya yang diatur, bukan harga jualnya," kata Roy dengan bersemangat.

Tanpa pengaturan yang lebih jelas, bukan mustahil operator seluler akan tergilas oleh operator telepon tetap nirkabel. Ini persis seperti operator radio panggil yang tergilas oleh operator seluler seiring dengan maraknya penggunaan feature pesan singkat. Di saat itu, kita mungkin akan seperti Ela, yang mengucap bye-bye kepada telepon seluler.

Nugroho Dewanto, Dara Meutia Uning, Ucok Ritonga (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus