Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

21 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mirzan Tak Beli Texmaco

Mirzan Mahathir akhirnya batal membeli exchangeable bond (surat utang yang bisa ditukar aset) Grup Texmaco senilai Rp 29,04 triliun yang digelar BPPN lewat program penjualan aset strategis tahap dua.

Deputi Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Bidang Dukungan Kerja dan Administrasi, Junianto Tri Prijono, menjelaskan, dalam penawaran akhir kemarin, Konsorsium Utara Capital yang dipimpin Mirzan tidak memasukkan penawaran sama sekali.

Sumber yang ikut dalam proses penjualan mengungkapkan, Mirzan urung membeli karena tidak berhasil menggandeng mitra usaha yang mau mengembangkan Divisi Tekstil Texmaco.

Dengan batalnya penjualan obligasi tersebut, Grup Texmaco akhirnya dinyatakan gagal bayar atas beban bunga surat utang senilai Rp 139 miliar. ”Secara prinsip bisa dikatakan begitu,” kata Junianto.

Mengenai langkah selanjutnya, Deputi Ketua BPPN Bidang Asset Management Credit, Mohammad Syahrial, pernah mengatakan bahwa salah satu opsi yang mungkin diambil BPPN adalah mengambil alih kepemilikan saham Texmaco dan mengeksekusi jaminan pribadi Marimutu Sinivasan. Pilihan lainnya, menerima penerbitan surat utang baru sebagai pembayaran bunga yang tertunggak.

Paket Berbau IMF

Paket ekonomi terbaru pemerintah mendapat hujan kritik. Senin lalu, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerja Sama dengan Dana Moneter Intenasional (IMF).

Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti yakin, paket itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sekitar 7 persen. Pertumbuhan itu bisa menyerap pengangguran yang saat ini mencapai 40 juta orang.

Tapi pengamat ekonomi Umar Juoro menilai paket ini bukan sebuah strategi yang baik. Tiga sasaran pokok yang tercantum dalam Inpres—pemantapan stabilitas ekonomi makro, restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan, dan peningkatan investasi, ekspor, dan penciptaan lapangan kerja—tidak mencerminkan adanya prioritas dan pilihan untuk membangun sektor riil.

Ekonom Rizal Ramli menyebutnya sebagai paket birokratis karena tak punya target kuantitatif. Paket ini juga tak punya benang merah. Tiap departemen mempunyai kebijakan sendiri dan tidak berkoordinasi. Bau IMF masih kental, seperti mempertahankan bujet defisit yang rendah dan privatisasi BUMN.

Hasil tanpa Hasil

Konferensi tingkat menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Cancun, Meksiko, ditutup tanpa menghasilkan kesepakatan. Namun negosiasi tetap dilakukan sampai akhir tahun untuk mencapai titik temu kepentingan negara maju dan berkembang. Wakil ketua delegasi Indonesia, Pos Marodjahan Hutabarat, awal pekan lalu mengatakan negara berkembang tidak puas dengan draf keputusan menteri yang tidak sesuai dengan hasil kelompok kerja.

Negara berkembang meminta adanya kebijakan khusus terhadap produk pertanian. Tapi negara maju tak bersedia mengurangi subsidi ke sektor pertanian, yang membuat produk negara berkembang sulit bersaing.

Pos menganggap hasil (konferensi) tanpa hasil itu yang terbaik bagi Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tidak harus membuka pintu terhadap produk pertanian negara lain tanpa mengenakan bea masuk. Artinya, masih ada waktu memproteksi petani.

Sanksi untuk Deutsche Bank

Ternyata perkara gagal bayar bukan monopoli perusahaan lokal. Bank asing ternama dari Jerman, Deutsche Bank, terkena sanksi tidak boleh mengikuti lelang obligasi negara tiga kali berturut-turut. Penyebabnya, bank asing ini gagal membayar pembelian obligasi pemerintah senilai Rp 683 miliar yang dilelang pada 9 September, menurut jadwal.

Mestinya, semua investor yang menang tender penjualan obligasi negara harus menyetor ke negara pada 11 September. Tapi Deutsche Bank baru membayar keesokan harinya. ”Alasannya, mereka tidak punya duit,” kata Kepala Pusat Manajemen Obligasi Negara, Fuad Rahmany, Jumat pekan lalu.

Sejumlah kalangan sempat kaget saat mengetahui bahwa Deutsche Bank mengalami gagal bayar. Sebab, bank ini dikenal sebagai pemain besar dalam setiap lelang obligasi yang diterbitkan pemerintah.

Dirut Baru Pertamina

Ariffi Nawawi menjadi Direktur Utama Pertamina, menggantikan Baihaki Hakim. Pergantian ini sekaligus mengubah status Pertamina menjadi perseroan terbatas. Ariffi berjanji meneruskan program restrukturisasi yang dijalankan manajemen lama.

Dia akan membenahi sumber daya manusia, mengelola aset, dan memperbaiki pemasaran. Ariffi dibantu empat direktur, yaitu Alfred Rohimone sebagai Direktur Keuangan, Harry Poernomo sebagai Direktur Hilir, Bambang Nugroho sebagai Direktur Hulu, dan Direktur Sumber Daya Manusia dipegang Eteng A. Salam.

Dari Kantor Menteri Negara BUMN, dua orang pejabat terasnya menjadi komisaris, yaitu Laksamana Sukardi dan Roes Arya Widjaya. Laksamana bahkan menjadi komisaris utama di perusahaan bergengsi ini. Komisaris lainnya adalah Dirjen Migas Iin Arifin Takhan, Dirjen Anggaran Departemen Keuangan Ansari Ritonga, dan Ketua BPPN Syafruddin A. Temenggung.

Dalih Setoran BPPN

Tak yakin bisa menyetor Rp 4,5 triliun untuk APBN 2003 dalam bentuk tunai seperti permintaan Menteri Keuangan Boediono, Badan Penyehatan Perbankan Nasional membikin alasan. Mereka bisa melaksanakan tugas itu jika peraturan Bank Indonesia No. 4/7/2003 tentang larangan bank membeli aset kredit dari lembaga penyehatan di atas 50 persen dari modal inti, dicabut.

Ketua BPPN Syafruddin A. Temenggung beralasan, peraturan bank sentral tersebut menyulitkan BPPN mencapai target setoran. Tapi permintaan pencabutan aturan itu tampaknya tidak akan diladeni Bank Indonesia. ”Sudah final dan tak akan diubah,” kata Kepala Biro Komunikasi Bank Indonesia, Rizal A. Djaafara.

Bank Indonesia melihat pelonggaran aturan pembelian aset kredit bisa membahayakan bank. Jika hal itu terjadi, ongkosnya malah bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan perolehan BPPN. Menurut Rizal, bank pasti punya alasan kuat tidak membeli aset kredit dari lembaga penyehatan itu.

Calon Sandera Bertambah

Nyali para penunggak pajak ternyata besar. Meski terancam sandera badan (gijzeling), jumlah mereka tak berkurang. Dirjen Pajak Hadi Poernomo mengatakan, daftar penunggak malah naik. Sebelumnya cuma ada 39 orang, dengan total tunggakan Rp 900 miliar, tapi awal pekan lalu bertambah menjadi 63 wajib pajak, dengan tunggakan lebih dari Rp 1 triliun. Dari jumlah tersebut, 49 orang warga negara Indonesia. Sisanya penunggak pajak warga negara asing.

Hadi mengancam, kalau sampai 21 September ini tidak juga kooperatif, mereka akan digiring ke sel di Cipinang. Di tempat itu, sudah disediakan ruang khusus untuk para pengutang ini. Tapi batas waktu itu ternyata belum final juga. Hadi mengatakan masih memberikan kesempatan kepada para penunggak untuk menunjukkan itikad baiknya.

Zurich Life Hengkang

Zurich Life Insurance meninggalkan bisnis asuransi jiwa di Indonesia. Puluhan ribu nasabahnya diserahkan ke perusahaan lain, Asuransi Jiwa Manulife. Manajemen Zurich Group Indonesia mengatakan keputusan itu bagian dari strategi perusahaan untuk mempertahankan keuntungan dan pertumbuhan yang lebih pasti.

Tidak jelas apa penyebab perusahaan yang berkantor pusat di Swiss ini keluar dari bisnis asuransi di Indonesia. Padahal, total aset Zurich Life lumayan besar, mencapai Rp 99,88 miliar dengan 110 ribu pemegang polis. Pada 2002, preminya mencapai Rp 69,69 miliar.

Didirikan tahun 1991, usaha Zurich Group di Indonesia sebenarnya tumbuh bagus. Dua perusahaan, satu menangani asuransi jiwa dan lainnya non-jiwa, tumbuh sampai 30 persen tiap tahunnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum