"KITA ini di daerah dianggap calo tanah", kata utusan dari
Surabaya Memperhatikan pimpinan sidang kaget, dan melihat banyak
hadirin menolehkan muka padanya, dia menyambung: "Maaf, ini
kenyataan".
Istilah "calo tanah" sungguh pahit bagi Real Estate Indonesia
yang ber-Munas ke-2 akhir minggu lalu di Hilton Jakarta.
Menyadari gambaran dirinya jelek, Munas REI memutuskan supaya
pengurus baru aktif memberi penerangan, bahkan perlu diadakan
suatu Infomation Center, dan publikasi berkala. Kalau belum
sanggup menerbitkan majalah sendiri, sudah dipikirkannya supaya
'numpang' ruangan saja di majalah KADIN.
Apakah REI sudah begitu sengsara? "Hampir semua perusahaan real
estate (di DKI) mandek", kata Gubernur Ali Sadikin. "Lokasi
tanah sudah diberikan, tapi sedikit (di antara mereka)
melaksanakan tugasnya".
Mandek itu terutama dirasakan mereka di zaman "sesudah
Pertamina" ini Kelompok Astra, misalnya, sengsara di Kuningan
(TEMPO, 12 Pebruari 1977) "Kami juga sengsara", kata Ferry
Sonneville, bekas pemain top bulutangkis nasional yang
mempromosikan proyek (perumahan) Gunung Puteri.
Gambaran masyarakat tentang REI, karena banyak iklan perkantoran
dan perumahan mewah, ialah untuk tingkat atasan saja. Tapi REI,
asal pemerintah mau membantu dengan kredit bank yang murah, kini
sangat tertarik pada pembangunan rumah minim (d/h rumah 'murah')
Kredit itu tampaknya, jika diikuti keterangan Menpan Sumarlin,
akan bisa diperolehnya melalui kerjasama dengan Perumnas,
perusahaan negara yang mengkhususkan diri pada rumah minim, dan
Bank Tabungan Negara (BTN).
Minimal diperlukan sekitar 440.000 unit rumah setahun, menurut
perhitungan Menpan Sumarlin jika diperhitungkan pertambahan
penduduk 2,5 juta. Karena masyarakat sendiri diperkirakannya
membangun perumahan sekitar 230.000 unit, maka masih ada
kekurangan 210.000 unit setahun.
Melalui Perumnas dikatakannya Pemerintah membangun perumahan di
kota-kota, tapi hanya meliputi lebih kurang 20%, dan jumlah
yang perlu dibangun. "Jelas untuk memenuhi kebutuhan 80% sisanya
sangat diharapkan kegiatan usaha oleh masyarakat sendiri melalui
perusahaan swasta, para pengusaha real estate antara lain yang
tergabung dalam REI, badan-badan usaha non-proit, seperti
koperasi perumahan yayasan perumahan dan lain-lain", kata
Sumarlin.
BTN diketahui kini menerima permohonan kredit secara kelompok,
minimal 50 orang, untuk keperluan pembangunan rumah-minim. Para
pengusaha yang tergabung dalam REI diberi kesempatan juga untuk
menggunakan kredit BTN yang oleh pemerintah sudah dijadikan bank
hipotik perumahan.
Munas REI berpendapat bahwa problema sekarang, selain soal
kesulitan kredit murah, ialah karena pemerintah belum menyusun
suatu program nasional mengenai perumahan khususnya dan real
estate umumnya. Jika suatu waktu nanti program nasional itu
tersusun, Munas REI masih belum melihat bahwa pelaksanaannya
akan cepat dan lancar. Munas REI mendesak pemerintah supaya
membentuk Departemtn khusus urusan perumahan. "Bagi kita", kata
ir. Ciputra, tokoh REI terkemuka,"tidak soal tentang siapa pun
yang akan jadi Menterinya".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini