DULU orang memandang Jl. Pintu Kecil sebagai pusat-saraf
kegiatan bisnis di negeri ini. Sekarang tidak demikian lagi.
Pusat itu sudah secara berangsur pindah dari sana, antara lain
ke Jl. M Thamrin dengan barisan gedung tingginya yang
akhir-akhir ini dijadikan suatu tempat kebanggaan Jakarta.
Sebentar lagi pasti ia berpindah pula ke Jl. Medan Merdeka
Selatan. Di sini tampaknya akan lama menetap, katakanlah, Wall
Street Indonesia.
Jika semua berjalan menurut rencana, persisnya di suatu bangunan
rendah yang bersebelahan dengan Gedung Telekomunikasi akan ada
Pasar Modal, tempat saham dari berbagai perusahaan
diperjual-belikan mulai Juni. Bahwa ini hampir menjadi
kenyataan, kelihatan dari pelantikan dua pejabat tinggi, drs. JA
Turangan dan Jitzach Alexander Serch, baru-baru ini.
"Persiapan ini sudah sejak 1970" Turangan bercerita pada TEMPO.
Jabatan barunya ialah Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal,
disingkat Bapepam. Menteri Keuangan Ali Wardhana pernah
mengatakan Bapepam itu adalah mirip dengan Securities & Exchange
Commission (SEC) di Amerika Serikat.
Sereh, Presiden Direktur PT Dana Reksa, akan sukar dicarikan
tandingannya di negara kapitalis. Pr Dana Reksa itu, 100% milik
negara dengan modal Rp 50 milyar, akan memegang peranan yang
dominan dalam Pasar Modal, karena dialah dalam tahap permulaan
ini sebagai penjual maupun pembeli saham terbesar.
Kedua pejabat itu sekarang berkantor di tempat yang bakal jadi
Pasar Modal itu. Di situ pernah tinggal Bung Hatta ketika
menjadi Wakil Presiden RI. Ruang tengahnya yang dicadangkan
sebagai trading floor sungguh kecil sekali paling banter bisa
memuat 40 orang saja bila kesibukan berlangsung. Jual-beli di
situ akan terjadi lima kali seminggu. Para anggota Pasar,
termasuk broker akan bisa bertelepon langsung ke kantor
masing-masing menyampaikan kurs maupun penawaran terakhir. Bila
perlu, mereka pun akan bisa menerima panggilan telepon di
tempat. Sementara mata mereka boleh liar memandang banyak
pajangan angka, yang mungkin cepat berganti.
Di New York Stock Exchange, Wall Street, angka elektronik
berbicara dalam trading floor yang luas, bising dan selalu
ramai. Mengikuti angka elektronik itu, mereka di lantai dagang
sungguh memperlakukan time is money. Bahkan komunikasi dengan
kode jari tangan juga dipakai mereka karena ingin cepat. Untuk
Pasar Modal kita, menurut Turangan, angka elektronik itu belum
diperlukan. "Asalkan bisa dimulai Juni. itu sudah cukup baik",
katanya. Dia membayangkan tempo jual-beli saham di Wall Street
Indonesia akan santai sampai beberapa tahun mendatang ini. Ruang
dagang dengan ukuran-mini akan sudah memadai, dengan jumlah
pesawat telepon ala kadarnya. dan kurs saham terakhir cukuplah
ditulis dengan kapur putih saja.
Tapi demikian Sereh bercerita pada TEMPO, Pemerintah berniat
membangun gedung bertingkat di belakang atau di tanah
sebelahnya. Ada rencana membuat kompleks Pasar Modal ini melebar
sampai ke Jl. Sabang. Pembebasan tanah di sekitarnya akan
terjadi secara berangsur. Siapa tahu akhirnya ia menjadi
terbesar pula di Asia Tenggara.
Buat sementara, Turangan maupun Sereh kini masing-masing
menempati ruang kantor di bawah 5 x 5 meter. Kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini