BANK di Indonesia sampai sekarang masih kebanjiran rupiah. Tapi
lalu lintas perdagangan terasa lesu, bak mesin yang kurang oli.
Salah satu pertanda lesunya perdagangan adalah meningkatnya
pembayaran dengan memakal cek mundur.
Laporan mingguan Bank Indonesia pekan lalu mencatat pemakaian
cek kosong itu rata-rata setiap hari, Januari sampai Agustus
lalu, mencapai 700 lembar bernilai Rp 900 juta. Tiga tahun lalu,
baru 400 lembar atau Rp 400 juta. Kalau dihitung secara total,
maka jumlah peredaran cek kosong dari Januari sampai Agustus
lalu sudah mencapai 136.000 lembar, bernilai Rp 179,5 milyar.
Tiga tahun lalu, peredaran total cek kosong selama setahun baru
berjumlah 130.000 lembar bernilai Rp 125 milyar.
Salah satu bidang perdagangan yang banyak menggunakan cek kosong
adalah elektronik . Direktur pelaksana PT National Gobel, A.
Jamien Tahir, mensinyalir bahwa merosotnya daya beli konsumen
akibat resesi menyebabkan pendapatan tunai pengecer banyak
berkurang. Karena setoran dari pengecer agak seret, agen dan
penyalur Iehih suka membayar utangnya ke pabrik dengan cek
mundur. "Apa boleh buat, cara berdagang di sini memang begitu,"
ujar Jamien.
Direktur Jamien boleh menambahkan, seretnya uang masuk dari
pengecer itu juga discbabkan adanya devaluasi rupiah. Sebab,
penggunaan cek mundur itu memang semakin terasa sejak awal
April lalu, setelah rupiah didevaluasikan sebanyak 38% terhadap
satu dollar AS.
Menurut Bachran Ichsani, ketua Gabungan Pengusaha Industri
Elektronika dan Alat-alat Rumah Tangga Se-Indonesia, perakit
merk Hitachi dan ITT "sampai memegang cek kosong bernilai Rp 500
juta."
Itu juga terjadi di Sumatera Utara. Mursalin, wakil kepala
Perwakilan PT Yasonta, Medan, mengaku sering menerima cek kosong
dari 60 toko penyalur di Sumatera Utara dan Aceh yang menjual
barang merk Sharp. "Untung empat hari kemudian, sesudah cek tak
berdana itu jatuh tempo, rekening pengusaha toko di bank banyak
yang terisi kembali," katanya.
Penggunaan cek kosong juga banyak beredar dalam perdagangan
tekstil. PT Jayatex, produsen tekstil halus georgette di
Bandung, mengaku setiap bulan rata-rata menerima pembayaran
dengan cek kosong hampir 20%, dari seluruh tagihannya. Hal
serupa juga terjadi pada PT Subprabatex di Bandung. "Kalau tak
mau, transaksi jadi berkurang," kata direktur keuangan
Subprabatex, Sumarna Adiwidjaya.
Kalau ternyata yang diterima itu cek yang benar-benar kosong,
maka para pengusaha itu lebih suka menempuh jalan damai dengan
cara mengembalikannya kepada si pemilik cek. Pengembalian itu
dilakukan sampai tiga kali dalam tenggang waktu setahun. Kalau
dibawa-bawa ke pengadilan, "dana kami bisa tidak kembali," ujar
Sumarna.
Untuk mengetahui apakah seorang agen bisa dipercaya, biasanya
pabrikan meminta agar pembayaran tunai dilakukan empat kali.
"Jika itu berjalan baik, pembayaran berikutnya boleh dengan cek
mundur," kata Herry dari Toko Makmur Jaya di Jalan Dewi Sartika,
Jakarta Timur. Faktor kepercayaan rupanya amat berperanan di
saat-saat seperti sekarang. Maklum, pengusaha memang tak suka
duduk terlalu lama di atas barang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini