AMERIKA Serikat kembali dipandang sebagai pihak yang kurang
simpatik bila berhadapan dengan Dunia Ketiga. Hal ini terasa
pada sidang tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank
Dunia, yang baru saja berlangsung di Washington. Sekalipun
Presiden Ronald Reagan berusaha keras mengimbau Congress (DPR
AS) akan pentingnya peranan IMF bagi sistem keuangan
internasional, toh anggota Partai Republik yang konservatif,
partainya Reagan, belum bisa meluluskan permintaan tambahan
bantuan untuk IMF sebesar US$ 8,4 milyar.
Dalam sidang itu diputuskan bahwa jumlah pinjaman yang bisa
diberikan kepada IMF untuk 1984 maksimum 102% dari kuota
simpanan seluruh anggota dalam bentuk spesial drawing right
(satu SDR sebanding dengan US$ 1,06). Negara berkembang menuntut
agar jumlah maksimum pinjaman itu mencapai 150% dari kuota
simpanan, tapi Congress di AS menentangnya.
Dalam sidang yang lampau, jumlah dana IMF yang bisa diambil
sebagai pinjaman setelah ditambah US$ 40 milyar - mencapai Rp
100 milyar. Dari tambahan US$ 40 milyar itu, AS hanya diminta
memberi tambahan lagi US$ 8,4 milyar tadi. Belum diketahui
apakah Presiden Reagan bisa membujuk para pendukungnya dalam
Congress. Sampai awal minggu ini hanya anggota paling besar
AS-lah yang masih berkeras.
Dalam usaha lebih mengontrol pinjaman yang diberikan kepada
negara berkembang, suatu rancangan undang-undang, yang bisa
membatasi bank-bank komersial memberikan pinjaman kepada negara
berkembang, sekarang juga sudah masuk di Congress. RUU tersebut
mengharuskan setiap bank yang memberikan pinjaman komersial
kepada negara berkembang menyisihkan suatu cadangan tertentu.
Maksudnya untuk menutup kerugian yang mungkin timbul kalau
terjadi tunggakan besar, seperti yang terjadi dengan Meksiko,
Brazil, dan beberapa negara berkembang lain.
Tapi tampaknya pemerintah AS toh cenderung memenuhi permintaan
tambahan utang untuk negara berkembang yang dipandang
benar-benar terdesak. Mereka rupanya sadar, tambahan pinjaman
itu akan bisa meningkatkan kemampuan impor mereka dari negara
industri, seperti AS. Lagi pula, ekspor AS ke negara berkembang
kini meliputi 30% dari seluruh ekspornya, hingga Washington tak
bisa mengabaikan peranan negara berkembang dalam perdagangan
luar negerinya. Bank Ekspor Impor AS baru-baru ini juga telah
memberikan tambahan kredit kepada Brazil sebanyak US$ 1,6
milyar.
Kelompok Amerika Latin, yang dituding sebagai pengutang besar,
juga tidak diam diri. Di Caracas, ibu kota Venezuela, beberapa
waktu lalu, kelompok Amerika Latin mengkritik sistem pinjaman
IMF sekarang, yang bunganya terlalu tinggi, waktunya terlalu
pendek, dan persyaratannya sulit diterima. Mereka juga bertanya:
Bagaimana negara bekembang bisa memperoleh tambahan devisa untuk
membayar utangnya, bila ekspornya dihadang proteksi di negara
industri?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini