Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ide coworking space Kode sudah muncul 10 tahun sebelum masa pandemi Covid-19.
Berawal dari mengumpulkan komunitas startup di kafe-kafe.
Kode juga mengembangkan layanan konsultasi startup.
Keberadaan ruang kerja bersama alias coworking space semakin dibutuhkan di tengah perkembangan sistem kerja berbasis digital. Alih-alih bekerja di kantor, ide bisnis rintisan atau startup cenderung muncul dan berkembang di ruang kerja bersama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kode Creative Hub—sebelumnya bernama Code Margonda—adalah salah satu area komunitas kreatif yang kondang di kalangan pekerja digital. Didi Diarsa, pendiri sekaligus Chief Executive Officer PT CODE Semangat Indonesia yang menaungi coworking space tersebut, mengaku terinspirasi oleh konsep pengembangan pusat kegiatan atau hub kreatif di beberapa negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, menurut dia, ide pembangunan coworking space Kode sudah muncul 10 tahun sebelum masa pandemi Covid-19. Berikut ini kutipan wawancara wartawan Koran Tempo, Yohanes Paskalis, dengan Didi, kemarin.
Bagaimana cerita awal pengembangan ruang kerja bersama Code Margonda?
Saya sudah berpikir ingin membangun hub untuk komunitas kreatif sejak 2010. Pada tahun itu, saya baru pulang dari Inggris setelah menjadi finalis British Council untuk International Young Creative Entrepreneur. Dari sana, saya belajar cara mengembangkan komunitas lewat creative hub.
Pemerintah Inggris sudah sering membangun ruang khusus dari bekas gudang, pabrik, atau bahkan lapangan basket untuk kegiatan kelompok. Nah, Depok memiliki banyak komunitas anak muda dari segala bidang, terutama untuk pengembangan produk digital. Keluhan mereka mirip, yaitu soal sulitnya mencari ruang kegiatan bersama.
Baca juga: Subur Usaha Klinik Daring
Konsep itu langsung dikembangkan menjadi ruang kerja bersama?
Saat itu skema coworking belum begitu dikenal di Indonesia. Awalnya, saya hanya membantu mengumpulkan komunitas itu di beberapa kafe yang punya ruangan luas. Setelah berjalan 1-2 tahun, kami putuskan untuk mencari lokasi tetap. Saya kemudian menemukan sebuah ruko di Margonda milik kenalan saya yang disewakan dengan harga murah.
Komunitas kami berkembang dari lantai yang sempit, hanya seluas 6 x 15 meter, tapi ruangan-ruangannya bisa disewakan lagi sehingga mulai mendapat penghasilan. Pada September 2012, kami meresmikannya dengan nama Code Margonda. Nama Code berasal dari kata "coding" dan "Depok" karena banyak talenta digital yang jago coding di situ.
Workshop di coworking space Code Margonda, Depok, Jawa Barat. Dok. TEMPO/Nurdiansah
Bagaimana Anda mengembangkan model bisnisnya?
Awalnya hanya penyewaan sederhana dan kami menerima bayaran seikhlasnya. Maklum, sebagian besar pengisi komunitas itu masih mahasiswa dan pekerja lepas. Setelah mendengar beberapa saran, kami mulai menetapkan harga murah, misalnya Rp 50 ribu per hari, sekadar untuk mendukung kegiatan operasional, seperti untuk biaya listrik.
Mulai 2017, kami pindah ke Depok Town Square dan mendapat tempat seluas hampir 1.000 meter persegi di lantai 2. Kami mendapat potongan harga karena mereka juga butuh keramaian. Pelan-pelan banyak startup baru yang masuk ke creative hub ini.
Secara bertahap, kami mulai menyediakan coworking space bulanan dan kantor privat. Kami juga sediakan ruangan untuk kantor virtual. Selama tiga tahun berikutnya, sudah ada 1.200 komunitas yang berkegiatan di Code Margonda.
Banyak komunitas dari berbagai daerah, seperti Bali, Medan, dan Padang, yang bergabung. Seingat saya, ada hampir 300 startup yang lahir di tempat kami. Pengembangan konsep coworking space Code Margonda sudah semakin mantap dan memang mulai menjadi tren di Indonesia.
Bagaimana proses rebranding Code Margonda menjadi Kode Creative Hub?
Kami sulit meneruskan bisnis ini saat muncul larangan berkumpul. Apalagi mal ditutup selama masa pandemi. Otomatis, komunitas dan entitas penyewa kami juga kolaps tanpa aktivitas. Tapi kami mencoba membuka lagi hub ini pada tahun pertama pandemi dengan sumber investasi baru, lalu namanya menjadi Kode Creative Hub.
Baca juga: Sinyal Pendanaan Startup Kian Seret
Layanan apa saja yang Anda sediakan?
Yang pasti, coworking space Kode bisa disewakan dengan tarif Rp 50 ribu per hari dan Rp 899 ribu secara bulanan. Ada juga layanan untuk event dengan harga Rp 2,3-3,8 juta, tergantung durasinya. Kami menyediakan kantor virtual dengan tarif Rp 5 juta setahun.
Selebihnya adalah varian ruang pertemuan, private office, serta ruang kelas. Sudah banyak entitas yang keluar-masuk. Saat ini kami sedang melayani 50 kantor virtual dan 7 private office. Ada 20 startup dalam jaringan kami. Kami ingin berekspansi ke ruangan yang lebih besar. Depok Town Square juga bisa dikembangkan menjadi mal komunitas startup.
Kode Creative Hub. Dok. Kode Creative Hub
Ada bisnis lain yang dikembangkan?
Selain menjalankan model bisnis sebelumnya, kami sedang mengembangkan layanan konsultasi startup. Ada juga ruang creative hub baru seluas 7.000 meter persegi yang kami kembangkan di Sawangan, Depok. Sebagian besar penggunanya adalah influencer, YouTuber, talent marketing, dan sebagainya. Coworking space kami juga bisa dipakai untuk syuting dan acara startup.
Apa tantangan bisnis coworking space?
Bagi pengelola, sudah pasti tantangannya adalah biaya sewa yang mahal dari pemilik properti. Namun sebagian besar komunitas dan pengelola coworking space mengutamakan lokasi strategis ketimbang harga. Sebagai contoh, Depok Town Square punya akses mudah menuju Universitas Indonesia dan Stasiun Commuter Line Pondok Cina.
Apa target jangka pendek Kode Creative Hub?
Kami berfokus mengejar pasar startup early stage, artinya entitas yang masih baru dan kecil. Kalau perusahaan besar, umumnya mereka mencari penyewa properti yang besar juga. Kode mengejar perusahaan yang baru berkembang karena kami bisa sekaligus menjadi konsultan dan penyuplai talenta, misalnya untuk kebutuhan pekerjaan teknologi informasi.
Karena peran ini, sejumlah startup juga menawarkan sebagian porsi kepemilikan saham untuk kami. Seiring dengan pertumbuhan layanan digital, kalau perlu, kami ingin membentuk seribu influencer atau perusahaan baru.
*
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo