Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Selama puluhan tahun sektor ini berkontribusi besar pada capaian pertumbuhan ekonomi hingga serapan tenaga kerja.
Ketika pertumbuhan ekonomi terkontraksi hingga minus 13,1 persen pada 1998, penyerapan tenaga kerja informal meningkat dan tumbuh positif 8,7 persen.
Pada saat pandemi Covid-19 bergejolak, sektor ini menjadi yang paling terpukul dan terkena dampak besar.
JAKARTA — Peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap perekonomian nasional tak bisa dianggap kerdil. Selama puluhan tahun, sektor ini berkontribusi besar pada capaian pertumbuhan ekonomi hingga serapan tenaga kerja. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini ada lebih dari 64 juta UMKM di Indonesia, dengan pelaku usaha mikro merupakan bagian terbesar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 97 persen dari total angkatan kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UMKM, Yulius, menuturkan peran sentral UMKM turut menyumbang pendapatan nasional, yaitu membentuk 61 persen produk domestik bruto (PDB). “Peran besar itu membutuhkan dukungan pembiayaan untuk dapat terus berkembang,” ujarnya kepada Tempo, kemarin, 31 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembiayaan, kata Yulius, memegang peran penting, tapi masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank atau lembaga keuangan lainnya. Musababnya mulai dari kendala teknis, misalnya tidak memiliki atau tak cukup agunan; hingga kendala non-teknis, seperti keterbatasan akses informasi ke perbankan.
Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran, Arianto Muditomo, mengatakan urgensi pembiayaan sangat tinggi terhadap perkembangan sektor UMKM di Indonesia. Hal ini karena kredit UMKM akan memberikan akses yang lebih berlipat ganda. “Sebagai contoh UMKM menggunakan modalnya untuk membeli bahan baku, peralatan, dan memperluas usaha serta meningkatkan produksi,” katanya.
Jika merinci data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah pelaku usaha mikro dan ultramikro dengan status pekerjaan berusaha sendiri mencapai sekitar 30 juta pelaku usaha. Jumlah tersebut didominasi sekitar 8,2 juta pelaku usaha di sektor pertanian dan 8,9 juta usaha di sektor perdagangan. Dengan skala usaha yang sangat kecil, pelaku usaha di segmen ini nyaris tak memiliki akses pembiayaan formal, khususnya ke perbankan.
Pada saat yang sama, ada sekitar 20 juta pelaku usaha kecil dan mikro dengan status pekerjaan berusaha dibantu buruh tidak tetap atau pekerja keluarga yang tidak dibayar. Adapun dari jumlah itu, sebanyak 11 juta pelaku usaha berada di sektor pertanian dan sekitar 4,5 juta pelaku usaha lainnya berada di sektor perdagangan. Walhasil, hanya ada sekitar 4,1 juta pelaku usaha menengah ke atas yang relatif memiliki akses memadai ke perbankan.
Pekerja memanen sayuran kebun hidroponik Greenville Farm di kebun Tanjung Duren, Jakarta, 16 Mei 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Daya Tahan UMKM Saat Krisis 1998
Tak cukup sampai di situ, daya tahan sektor UMKM pun sudah terbukti ketika melewati masa krisis moneter 1997-1998. Ketika perusahaan-perusahaan besar tumbang akibat pelemahan nilai tukar rupiah nyaris 208 persen yang memicu gelombang pemutusan hubungan kerja, sektor informal dan usaha mikro justru menjamur. Ketika pertumbuhan ekonomi terkontraksi hingga minus 13,1 persen pada 1998, penyerapan tenaga kerja informal meningkat dan tumbuh positif 8,7 persen. UMKM-lah yang menampung sebagian besar pekerja yang dikenai PHK perusahaan-perusahaan besar.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono mengungkapkan, hampir di setiap krisis, termasuk gejolak perekonomian global yang hingga saat ini masih berlangsung, sektor informal-tradisional, yaitu UMKM, diyakini bakal terus menjadi penyelamat perekonomian nasional.
“Sektor formal-modern akan mengalami pelemahan paling besar pada masa resesi global ini. Dengan demikian, peran UMKM akan sangat krusial dalam menopang kondisi masyarakat dan perekonomian pada masa krisis,” ucapnya. Sektor informal UMKM berperan penting dengan menjadi katup pengaman sektor formal-modern dengan menyediakan lapangan kerja yang luas dan mudah dimasuki.
Menurut Yusuf, sektor UMKM yang terpenting adalah sektor informal perdesaan, terutama sektor pertanian tanaman pangan, pertanian hortikultura, peternakan, dan perikanan. Sedangkan sektor UMKM terpenting berikutnya adalah sektor informal perkotaan, terutama sektor perdagangan eceran dan penyediaan makanan dan minuman.
Meski demikian, bukan berarti sektor UMKM melulu tahan banting. Pada saat pandemi Covid-19 bergejolak, sektor ini menjadi yang paling terpukul dan terkena dampak besar. “Persoalan utamanya adalah jatuhnya permintaan domestik dan turunnya ekspor,” ujarnya. Kala itu, pelaku UMKM mencatatkan diri sebagai sektor dengan jumlah debitor restrukturisasi terbesar, yaitu mencapai 5,84 juta debitor, dan outstanding pinjaman Rp 369,83 triliun.
Dampak dari pandemi yang berlangsung dalam tiga tahun terakhir pun masih belum sepenuhnya pulih karena proses penyesuaian masih berlangsung, ditambah lagi terdapat perubahan pola konsumsi masyarakat, khususnya ke arah digitalisasi. Agar dapat kembali gesit dan beradaptasi, UMKM pun membutuhkan dukungan bantuan permodalan yang memadai. “Pekerjaan utama pemerintah adalah memastikan dukungan akses modal UMKM mudah dan murah, juga mengoptimalkan peran APBN melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), subsidi bunga, dan program penjaminan,” ucap Yusuf.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo