Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta- Jelaga hitam di tembok dan tumpukan patung serta pot bekas terbakar berserak di halaman depan bangunan bertingkat yang menjadi tempat produksi UMKM kerajinan tangan CV. Palem Craft Jogja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bangunan kusam berpagar seng yang berada di jalan kecil persawahan Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Bantul itu dari depan seolah bukan perusahaan yang produknya selama ini jadi langganan ekspor Prancis, Belgia, Spanyol, Dubai, Lebanon, Singapura, Australia, hingga Afrika Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Juli lalu saya habis kebakaran hebat, termasuk barang lima kontainer yang siap kirim ke Eropa, ludes semua," ujar pemilik CV. Palem Craft Jogja Deddy Effendy Anakottapary ditemui Tempo Rabu 11 Agustus 2021.
Padahal, satu truk kontainer itu berisi 3 hingga 4 ribu item kerajinan lampu dan cermin produksi buatan tangan Palem Craft. Jika ditaksir nilai jualnya di pasaran mancanegara mencapai Rp 500 juta per kontainer.
Sedianya, di hari yang sama, barang itu sudah akan dikirim ke pelabuhan untuk diteruskan ke pembeli di Turki. Sayangnya, kebakaran pada pukul 03.30 dini hari yang diduga korsleting listrik itu sekejap membuyarkan semuanya.
"Untung customer saya orang baik semua. Mereka minta saya segera bangkit dan produksi lagi secepatnya, makanya saya buka lowongan karena ternyata 50 karyawan masih kurang," kata ayah satu anak itu sembari menunjuk papan lowongan di depan pagar rumahnya.
Pria kelahiran 8 Desember 1972 itu tak pernah menyangka, perusahaan yang dirintis bersama sang istri sejak 1 April 2003 itu akan menjadi pemain kerajinan yang produknya diminati mancanegara selama 18 tahun terakhir.
Dalam satu tahun, rata-rata omset perusahaan yang didirikan alumnus Teknik Mesin Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta tahun 1991 itu berkisar Rp 5 miliar.
Produk andalan CV. Palem Craft Jogja berupa kerajinan lampu dan cermin, yang terbuat dari bahan-bahan alami lokal, seperti serat pisang, bambu, batu apung, biji mahoni, rumput rayung, lidi, yang didatangkan dari berbagai pelosok tanah air.
Salah satu andalan produk Palem Craft adalah memakai bahan serat pisang yang didatangkan dari Kalimantan dan Sumatera. Serat pisang ini biasanya juga dipakai sebagai tali kapal karena kekuatannya.
"Bahan baku seperti serat pisang itu banyak sekali tersedia di luar Jawa, yang di sana melimpah namun tak termanfaatkan atau hanya jadi limbah," kata Deddy yang akhirnya bekerja sama dengan petani-petani di luar Jawa itu untuk suplai bahan baku secara rutin.
"Sekarang kebutuhan serat pisang kami setiap bulan satu ton, bukan sekilo dua kilo lagi seperti awal awal," Deddy menambahkan.
Selain serat pisang, Deddy setiap bulan juga mendatangkan setengah ton bahan rumput rayung dari Jawa Barat untuk kebutuhan hiasan lampu dan cerminnya.
Rentang harga produk Palem Craft Jogja sendiri untuk produk cermin di pasar lokal harganya Rp 250-750 ribu per biji. Sedangkan produk lampu dari harga Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta per satuannya.
Produk Palem Craft itu oleh para konsumennya di mancanegara yang sebagian reseler, rata rata dijual kembali dengan harga enam sampai tujuh kali lipatnya.
Deddy mengakui pandemi ini sama sekali tak sampai mempengaruhi kinerja perusahaannya hingga terpuruk. Apalagi sampai memberhentikan karyawan.
"Justru kami sekarang sedang buka lowongan terus untuk menambah karyawan terus, dari sebelumnya 30 orang, bulan ini jadi 50 orang, karena permintaan tinggi sekali," kata Deddy yang menyebut masih kekurangan 20-30 karyawan lagi untuk menyelesaikan order.
Terlebih, pasca tempat produksinya kebakaran Juli lalu, seluruh stok jadi musti dikejar lebih cepat produksinya untuk mengganti pengiriman yang tertunda. Sehingga ia butuh lebih banyak karyawan.
"Mungkin tingginya permintaan kerajinan dekorasi rumah ini di luar negeri karena dampak Covid-19 juga.Orang-orang di sana yang sebelumnya jarang berada di rumah, jadi sering di rumah karena ada lockdown lalu mulai mengamati kalau ruang rumahnya perlu dekorasi dan mereka mulai mencari," kata Deddy.
Deddy menambahkan pandemi Covid-19 ini justru peningkatan permintaan melonjak 60 persen untuk produk lampu dan cermin hiasnya.
Jika sebelum pandemi omsetnya per tahun hanya Rp 2 miliar, namun pasca pandemi justru melonjak hingga bisa menjadi Rp 5 miliar.
Palem Craft hanya sempat vakum mengirim produk selama tiga bulan akibat adanya perubahan aturan ekspor di tiap negara awal pandemi lalu.
Khususnya saat sejumlah negara Eropa memberlakukan lockdown. Salah satu ekspor yang sempat terhenti saat itu adalah ke Jerman.
Setiap bulan Februari, Deddy mendapat jatah pameran di Ambient Frankfurt Germany, yang merupakan salah satu pasar terbesar produknya. Pada Februari 2020 ia masih sempat mengikuti pameran itu di Jerman, dan pulang ke Indonesia dengan membawa surat order barang.
"Namun saat itu Covid meledak Maret 2020, akhirnya pengiriman kami saat itu dipending selama tiga bulan karena ada perubahan aturan di Jerman mengantisipasi Covid-19. Kami baru mulai ekspor lagi sekitar September 2020, dimulai ke Belgia saat itu," kata Deddy.
Namun masalah tak berhenti di situ. Setelah bisa ekspor lagi, ujar Deddy, tarif shipping atau pelayaran barang yang giliran melonjak tajam.
Deddy menggambarkan, jika nilai jual produk satu kontainernya Rp 500 juta, tarif jasa pelayaran yang ditanggung konsumennya melonjak menjadi sebesar 30 persen saat pandemi ini. Konsumennya mengaku keberatan karena bebannya jadi dari produk, pajak plus ongkos kirim.
Tingginya ongkos kirim melalui pelabuhan saat pandemi ini, ujar Deddy sebenarnya sudah disampaikan ke Kementerian Perdagangan saat itu. Namun pemerintah mengaku saat itu tak bisa ikut campur terlalu jauh karena persoalan shipping ini kewenangan pihak ketiga atau dari asosiasi jasa pelayaran yang terdampak pandemi.
"Harapan kami shipping ini bisa disubsidi pemerintah, agar konsumen tertarik order lagi karena produk kompetitif dan tetap mendatangkan devisa bagi negara," kata Deddy.