Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Industri perbankan kini telah bersalin rupa, dari layanan tradisional lewat kantor cabang menjadi bank digital melalui aplikasi di perangkat telekomunikasi. Perubahan ini dijalankan semua bank kelas dunia, termasuk Citi, yang memposisikan diri sebagai salah satu bank penyedia layanan digital dalam beberapa tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbukti, saat ini Citi Indonesia hanya mengoperasikan lima kantor cabang di Jakarta, sedangkan lima lainnya di Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Denpasar. "Kami ingin membawa bank ke genggaman tangan. Tidak lagi butuh banyak cabang, 10 saja cukup," kata Chief Executive Officer Citi Indonesia, Batara Sianturi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti apa strategi digitalisasi yang dijalankan Batara dan timnya? Berikut ini petikan wawancara jurnalis Tempo, Ghoida Rahmah, dengan Batara di kantornya di SCBD, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu.
Seperti apa pengembangan platform digital Citi sampai saat ini?
Kami saat ini memiliki dua platform digital, yaitu Citi Direct untuk institutional banking dan Citi Mobile. Untuk Citi Mobile, ini sesuai dengan namanya, 100 persen bisa dilakukan di perangkat bergerak. Aplikasi mobile kami ini konsepnya juga agak berbeda dengan bank-bank lain, karena ini adalah program satu pintu. Selain rekening koran, dia bisa mengakses deposito, reksa dana, obligasi, pinjaman, asuransi, dan kartu kredit di Citi Mobile. Konsepnya terintegrasi. Aplikasi bank lain kadang hanya bisa melihat rekening tabungan. Kalau pinjaman atau deposito, harus aplikasi lain atau telepon ke hotline. Bagi kami, kalau enggak sepenuhnya mobile, berarti dia tidak fully digital.
Termasuk untuk membuka rekening baru?
Sebetulnya bisa, cuma kami harus menyelesaikan beberapa hal dulu, seperti proses know your customer (KYC) dan tanda tangan digital. Untuk itu, regulasi perbankan harus pro-digital. Ini aspek penting kalau kita ingin menuju era baru ekonomi digital. Sekarang kita masih hidup di tiga infrastruktur besar, yaitu infrastruktur fisik kantor cabang, infrastruktur analog melalui telepon, dan infrastruktur digital. Saya rasa pelan-pelan yang fisik dan analog akan terus berkurang, yang digital akan semakin menonjol.
Setelah digitalisasi, apa peran kantor cabang?
Dalam aktivitas perbankan ada high touch dan low touch, juga ada high tech dan low tech. Digitalisasi adalah high tech. Kalau sudah high tech, ya, low touch, tidak lagi tatap muka. Saat ini aktivitas kantor cabang tersisa untuk kuadran high touch. Ini biasanya diperlukan untuk transaksi dengan nilai besar, yang perlu konsultasi dengan manajer. Kalau infrastruktur pendukungnya sudah memadai, seperti jaringan Internet dan telekomunikasi sudah andal, semuanya mungkin akan menjadi sangat cepat, yang high touch akan berkurang terus.
Apakah ada kecenderungan Citi untuk menjadi virtual dan digital banking seutuhnya?
Saya sering ditanya soal hipotesis ini. Saya enggak seberapa percaya kita akan menjadi cashless society, tapi kita akan memiliki less cash society. Kita juga tidak akan menjadi branchless society, tapi kita akan menjadi less branch. Behavior bisa berubah, mungkin generasi di masa depan enggak pernah lihat kantor cabang. Saat ini 62 persen dari staf kami adalah milenial, mungkin 5 tahun lagi akan naik menjadi 72 persen, dan seterusnya.
Chief Executive Officer Citi Indonesia, Batara Sianturi: Regulasi Perbankan Harus Pro-Digital
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo