Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Country Manager NetApp Indonesia, Ana Sopia: Komputasi Awan Menawarkan Kecepatan

Perkembangan bisnis berbasis teknologi digital membawa berkah bagi industri teknologi informasi.

10 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ana Sopia. Dok Netapp Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkembangan bisnis berbasis teknologi digital membawa berkah bagi industri teknologi informasi. Salah satunya bagi para penyedia solusi data fabric atau penyimpanan data berbasis komputasi awan (cloud computing).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selaku negara dengan pertumbuhan omzet ekonomi digital tertinggi di Asia Tenggara, Indonesia menjadi sasaran provider cloud computing. Seperti NetApp, salah satu di antara sekian banyak pemain dalam industri ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam wawancara dengan jurnalis Tempo, Ghoida Rahmah, akhir Mei lalu, Country Manager NetApp Indonesia, Ana Sopia, mengatakan bisnis cloud kian berkembang seiring dengan tingginya kebutuhan infrastruktur perusahaan digital. "Peran data fabric semakin strategis untuk mendukung transformasi digital," kata dia. Seperti apa prospek dan tantangan bisnis ini dan apa strategi NetApp di Indonesia? Berikut ini petikan wawancaranya.

Apa yang menjadi fokus NetApp di Indonesia saat ini?

Fokus strategi kami dalam beberapa tahun terakhir ini tidak berubah. Kami membawa visi data fabric, bagaimana membantu entitas pengelolaan data. Pada 2019, data fabric menjadi salah satu tren besar di dunia teknologi informasi. Dulu, perusahaan menyimpan data di data center dan harus memiliki semua perlengkapannya. Sekarang mereka pindah ke cloud dan membayar sesuai dengan kebutuhan.

Siapa saja pesaing yang Anda hadapi di Indonesia?

Saat ini, sudah ada berbagai pemain hyperscalar di Indonesia, seperti Amazon Web Service, Microsoft Azure, Google Cloud Platform, dan Alibaba Cloud. Konsumen memiliki banyak pilihan. Kami punya visi, data fabric yang kami tawarkan memungkinkan perusahaan untuk menentukan pilihan hyperscalar sesuai dengan kebutuhan. Bahkan ada kemudahan ketika pelanggan ingin menerapkan multicloud platform.

Seperti apa jaminan keamanan dan kontrol atas data tersebut?

Tentu pelanggan sendiri yang memiliki kontrol itu. Mereka bisa memilih mau menyimpan data di mana, kapan data harus di-backup, serta bagaimana mengelolanya. Atau, ketika datanya sudah semakin besar, lalu mereka merasa cloud sudah tidak ekonomis lagi dan mau menarik lagi datanya, bisa saja. Ihwal security, ada banyak aspek. Bukan hanya perlindungan terhadap peretasan atau antivirus. Jauh lebih besar dari itu. Isu yang belakangan sangat serius kami garap ialah data privacy. Kami memastikan semua produk, layanan, dan pegawai sudah tersertifikasi General Data Protection Regulator (GDPR).

Sejauh ini, apa yang paling banyak dikeluhkan pengguna cloud?

Yang paling sering kami dengar ialah persoalan confidential atau kerahasiaan data. Kendala bisnis cloud, salah satunya, adalah kekhawatiran terhadap hal itu. Ketika mereka memakai barang atau platform yang sama, lalu saling berbagi, pelaku awam pasti berpikir bagaimana cara memastikan datanya tetap aman. Untuk itu, masih dibutuhkan edukasi, siapa saja yang bisa mengakses data tersebut.

Siapa saja yang dibidik NetApp? Lalu, sektor atau industri apa yang jadi prioritas?

Pelanggan kami cukup merata. Selain perbankan dan industri keuangan, ada perusahaan di sektor energi, retail, dan masih banyak lagi. Namun industri yang paling banyak memakai jasa kami saat ini adalah start-up digital.

Apa strategi untuk terus mengembangkan bisnis ini?

Dunia IT sangat dinamis, sehingga kami berharap produk yang kami jual harus sesuai dengan tren. Kami mesti memiliki mindset serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Apalagi kondisi Indonesia berbeda dengan luar negeri yang sudah paham soal ini.

Apakah mengedepankan benefit atau efisiensi menjadi sarana promosi yang cocok untuk industri cloud provider?

Kalau dikatakan menyimpan data di cloud lebih murah, hal itu salah. Cloud atau komputasi awan menawarkan kecepatan. Ibarat hanya modal kartu kredit sudah bisa subscribe cloud di smartphone atau laptop. Begitu pula perusahaan. Dalam hitungan menit, mereka bisa punya penyimpanan data. Bayangkan jika mereka harus membangun sendiri infrastruktur data center, butuh waktu dan biaya di tengah kompetisi gila-gilaan. Kalau pelaku bisnis tidak cepat, mereka akan ketinggalan. Di satu sisi, mungkin mereka melihat ada risiko, seperti data hilang. Tapi semakin lama risiko data menjadi prioritas kedua. Apalagi kini yang menjalankan bisnis generasi milenial, yang sifatnya berbeda dengan generasi baby boomers. Dulu, segala sesuatu itu harus dikontrol dan dimiliki. Milenial memilih menjadi penikmat. Dibanding memiliki, mereka lebih memilih menikmati.

Biodata:

Nama lengkap: Ana Sopia

Pendidikan :
- Sarjana Komputer Universitas Bina Nusantara
- Magister Manajemen Universitas Bina Nusantara (2002-2004)

Karier:
- Channel Sales Manager NetApp Indonesia (2008-2015)
- Country Manager NetApp Indonesia (2015-sekarang)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus