Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Curhat Ibu Kantin: Mulai Dagang Nasi sejak 1983, Berhenti karena Makan Bergizi Gratis

Makan bergizi gratis mulai bergulir sebagai program uji coba pada 16 November 2024 silam.

22 Januari 2025 | 11.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Proyek makan bergizi gratis di SLB Negeri 5 Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, Jakarta, 21 Januari 2025. TEMPO/Han Revanda Putra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Derai suara tawa anak-anak sekolah bermain di lapangan terdengar sayup-sayup dari dalam rumah Melan yang sehari-hari berdagang sebagai ibu kantin. Ia melayani dua sekolah: SLB Negeri 5 Jakarta dan SD Negeri Slipi 15, Palmerah, Jakarta Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan mulai berdagang sejak sekolah berdiri pada 1983. Ia berjualan makanan kering, minuman, nasi dan lauk pauk. Perempuan berusia 60 tahun itu berdagang mengikuti suaminya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi kini usaha berjualan nasi dan lauk pauknya setop, terimbas program andalan pemerintahan Prabowo Subianto, makan bergizi gratis (MBG). Padahal dulu, ia memasak nasi dan aneka rupa lauk pauk di antaranya: ayam, ikan, nuget, perkedel, dan aneka gorengan.

Ia mengisahkan awal berjualan di tahun 1983, sekolah belum teraliri jaringan listrik. Murid pun baru ada enam orang. Saat itu jalan menuju sekolah masih dipenuhi dengan sawah-sawah. “Kalau lewat harus loncat-loncat batu gede. Masih ada kangkung, ikan sepat. Kalau mau tinggal ambil,” ujarmya kepada Tempo, Selasa, 21 Januari 2025.

Makan bergizi gratis mulai bergulir sebagai program uji coba pada 16 November 2024 silam. Sejak hari pertama uji coba, Melan mendapati pendapatannya berkurang drastis. Anak-anak tak lagi mampir ke rumah sekaligus lapak dagangannya yang terletak di area sekolah, persis bersebelahan dengan gerbang masuk.

Sebelum program makan bergizi gratis berjalan, ia bisa memperoleh Rp700 ribu hingga Rp800 sehari. Kini,  ia hanya mampu meraup pendapatan Rp300 ribu. “Ya kan cuma jual minuman itu doang. Ciki-ciki paling berapa duit sih, sama mi instan satu-dua,” tuturnya.

Dulu, ia mengatakan sekolah menjadwal kelas-kelas yang boleh mengonsumsi mi instan di kantinnya. Pasalnya, mereka yang mengonsumsi mi kebanyakan merupakan anak berkebutuhan khusus, terutama teman-teman tuli. Mi dinilai tak baik untuk mereka.

Kendati pendapatan berkurang drastis, ia mengatakan tak mau ambil pusing. Sebaliknya mensyukuri berapa pun nominal yang didapatkannya. “Rezeki sudah diatur sama Allah. Enggak usah dipikirin. Kalau dipikirin sakit sendiri entar badannya,” ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus