Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Daftar Ormas Agama yang Tolak dan Terima Izin Tambang Jokowi

Daftar ormas agama yang menolak dan menerima izin tambang Jokowi

13 Juni 2024 | 11.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi masyarakat atau ormas keagamaan resmi diberi izin oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Adapun ormas agama yang dimaksud adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan lain sebagainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rupanya, pemberian izin tambang ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan ormas keagamaan itu sendiri. Hal ini terlihat dari banyaknya ormas agama yang tegas menolak izin tambang dari Presiden Jokowi. Meski begitu, ada juga yang menerima izin konsesi tambang tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas, ormas agama apa saja yang menolak dan menerima izin tambang dari Jokowi? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.

Ormas Agama yang Tolak Izin Tambang

Meski bisa mendapat keuntungan dari diberikannya izin untuk mengelola tambang, sejumlah ormas agama justru menolak pemberian izin tambang tersebut. Penolakan ini datang karena izin konsesi itu dianggap dapat merusak lingkungan. Adapun daftar ormas keagamaan yang menolak adalah sebagai berikut:

1. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)
Salah satu ormas keagamaan yang tolak izin tambang dari Jokowi adalah Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Ketum PGI Gomar Gultom menilai pemberian IUP kepada ormas keagamaan adalah bentuk komitmen pemerintah untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan sumber daya alam. Namun, dia mengingatkan bahwa mengurus tambang tidaklah mudah.

“Dunia usaha tambang ini sangat kompleks, mempunyai konsekuensi yang amat luas, dan diliputi beragam kontroversi di dalamnya,” ujar Gomar kepada Tempo di Jakarta, Senin, 10 Juni 2024. 

Kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pertambangan batu bara juga menjadi dasar PGI tak menerima izin pengelolaan tambang. Terlebih, selama ini PGI aktif mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan, termasuk tambang. Dengan menjadi pelaku usaha tambang, Gomar beranggapan organisasinya akan sangat rentan kehilangan legitimasi moral. 

2. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau KWI, Marten Jenarut mengungkapkan pengelolaan tambang tak sesuai dengan tugas KWI sebagai lembaga di bidang keagamaan. Sejak didirikan pada 1924, menurut dia, KWI bertujuan untuk mengatur peribadatan umat Katolik di Indonesia dan menyelenggarakan program kemanusiaan. 

“Dalam konteks konsistensi terhadap jati diri dan muruah KWI sebagai ormas keagamaan, tidak menerima tawaran pemerintah untuk memegang IUP pertambangan,” kata Marten kepada Koran Tempo. 

Menurut Marten, menjadi bagian dari pelaku usaha tambang dapat memicu konflik kepentingan lantaran KWI juga berperan mengawal manajemen pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. KWI berharap kegiatan-kegiatan pembangunan dilaksanakan dengan berlandaskan prinsip moral etis dalam gereja Katolik. 

Prinsip yang dimaksud antara lain menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, berorientasi pada kepentingan publik, serta menjamin keutuhan alam. “Dalam semangat tahu diri bahwa KWI merupakan lembaga keagamaan, dengan segala hormat, kami menolak tawaran itu,” ucap Marten. 

3. Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar (PB) NWDI, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengatakan pihaknya tidak akan mendaftar untuk mendapatkan izin usaha pertambangan. Meskipun begitu, menurut dia, pemberian WIUPK kepada ormas keagamaan memang bertujuan baik agar dapat dilibatkan dalam proses pembangunan. 

“Untuk Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sendiri belum ada rencana untuk mendaftar terkait izin pengelolaan tambang,” kata TGB dalam pesan suara kepada Tempo, Ahad, 9 Juni 2024. 

TGB menilai NWDI tidak mempunyai kemampuan dan manajemen untuk mengurus usaha pertambangan. Di sisi lain, penolakan karena maqashid syariah atau tujuan-tujuan syariat untuk kemaslahatan umat meminta supaya manusia menjaga alam dari kerusakan. 

“Pengelolaan lingkungan itu adalah bagian dari tujuan utama syariat. Artinya, agama itu sangat concern (menaruh perhatian) kepada pemeliharaan lingkungan,” ucapnya. 

4. Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)

Penolakan juga datang dari HKBP. Eforus HKBP, Robinson Butarbutar mengatakan pihaknya menolak izin tambang karena merasa ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan yang telah dieksploitasi oleh manusia. HKBP menilai pertambangan telah lama terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan alam hingga pemanasan bumi (global warming). 

Oleh karena itu, HKBP mendorong pemerintah untuk segera beralih ke penggunaan sumber energi hijau, seperti angin dan energi surya. Ormas keagamaan itu pun meminta pemerintah agar bertindak tegas terhadap pelaku bisnis tambang yang telah merusak lingkungan. 

“Bersama ini, kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan bahwa HKBP tidak akan melibatkan diri sebagai gereja untuk bertambang,” ujar Robinson kepada Koran Tempo. 

5. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)

Melansir dari Teras.id, Ketua Presidium PP PMKRI, Tri Natalia Urada mengungkapkan belum ada pembicaraan terkait penawaran pemerintah untuk PMKRI mengelola tambang. Kalaupun ada, Natalia memastikan PMKRI akan menolak tawaran tersebut.

“Pertimbangan paling mendasar adalah kami tidak mau independensi PMKRI sebagai organisasi kemahasiswaan, pembinaan dan perjuangan terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan usaha tambang. Berbagai persoalan yang diakibatkan oleh operasi industri pertambangan akan terus kami sikapi dan kritisi,” ujar Natalia.

Dia juga mengungkapkan PMKRI melihat adanya tumpang tindih antara UU Minerba dan PP No 25 tahun 2024 yang baru disahkan Jokowi tersebut. Oleh karena itu, PMKRI menilai aturan tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal yang lebih besar di kemudian hari.

“Jadi jika PMKRI turut terlibat dalam urusan tambang, sama halnya kami melestarikan persoalan-persoalan yang ada dan akan sangat paradoks dengan kerja-kerja yang kami lakukan selama ini, yaitu menjaga kedaulatan lingkungan,” kata dia.

6. Muhammadiyah

Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah menilai pemberian WIUPK untuk ormas keagamaan melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Undang-undang itu mengatur tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan).

“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah yang dikutip pada Ahad, 9 Juni 2024. 

Kendati demikian, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, belum ada pembicaraan Pemerintah dengan pihaknya mengenai kemungkinan pengelolaan tambang, “Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan saksama,” kata Mu’ti, Senin, 3 Juni 2024.


Ormas Agama yang Terima Izin Tambang

Di samping penolakan atas pemberian izin tambang, ada juga beberapa ormas keagamaan yang menerima dan menyambut baik penerbitan aturan tersebut. Salah satunya adalah organisasi Persatuan Islam (Persis).

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis, Atip Latipulhayat menyatakan bahwa Persis menyambut baik langkah pemerintah tersebut. Ia pun menyatakan Persis membentuk badan usaha jika diberi izin pengelolaan tambang oleh pemerintah. Selain Persis, berikut beberapa ormas keagamaan yang terima izin tambang dari Jokowi.

1. Nahdlatul Ulama 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau (PBNU) Yahya Cholil Staquf membeberkan alasan organisasinya menerima pemberian izin tambang dari Presiden Joko Widodo. Alasan utama Gus Yahya –sapaan Yahya Cholil Staquf— karena PBNU membutuhkan dana untuk membiayai operasional berbagai program dan infrastruktur Nahdlatul Ulama.

“Pertama-tama saya katakan, NU ini butuh, apapun yang halal, yang bisa menjadi sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi,” kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.

Pemberian izin konsesi tambang kepada PBNU ini berawal dari janji Presiden Jokowi saat muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021. Saat itu, Jokowi berjanji akan membagikan IUP, baik tambang batu bara, nikel, maupun tembaga kepada NU.

2. Mathla'ul Anwar

Pengurus Besar Mathla'ul Anwar, organisasi keagamaan yang menjadi bagian dari Nahdlatul Ulama mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan izin usaha tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Hal itu disampaikan Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar, Embay Mulya.

“Mathla'ul Anwar siap mendukung dan proaktif melaksanakan kebijakan ekonomi berkeadilan di tengah masyarakat Indonesia, terutama membantu pendidikan, dakwah, dan sosial,” kata Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar Embay Mulya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 8 Juni 2024.

3. Nahdlatul Wathan (NW)

Ketua umum Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Wathan Maulana Syaikh TGKH. L. Gede Muhammad Zainuddin Atsani mengatakan, organisasinya menyambut baik dan mengapresiasi inisiasi pemerintah yang memprioritaskan ormas keagamaan untuk mendapatkan IUP. 

“Untuk membesarkan organisasi, mesin organisasinya harus bekerja. Karena banyak sekali pihak-pihak yang hanya ingin menerima hasil, tanpa mau mengeluarkan keringat. Kami di Nahdlatul Wathan tidak ingin seperti itu, hanya duduk-duduk lalu menerima hasil,” kata dia dalam rilis yang diterima Tempo.co, Selasa, 11 Juni 2024.

Gede Muhammad mengungkapkan, Nahdlatul Wathan (NW) sudah memiliki beberapa unit usaha untuk menopang kegiatan organisasi. Mulai dari percetakan, toko dan distributor, kesehatan, teknologi hingga perkebunan sawit di Sulawesi dan Kalimantan.

Ia menyebutkan, organisasinya sudah lama merencanakan akan masuk ke ranah unit usaha pertambangan. Hanya saja selama ini sedang fokus mempersiapkan SDM yang mampu untuk menjalankannya dan memperkuat jaringan bisnis.

“Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, Insya Allah Nahdlatul Wathan akan segera mengajukan perizinan WIUPK. Niat pemerintah sudah bagus kok, jadi janganlah sedikit-sedikit kita selalu curiga. Diberikan jalan yang legal untuk kemandirian ekonomi dan kemaslahatan umat, tapi kok pemerintah dituduh macam-macam. Ini yang membuat kita selalu jalan ditempat dan selalu jadi penonton,” kata dia.

RADEN PUTRI | TIM TEMPO | TERAS.ID

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus