Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Daftar Sana, Daftar Sini

Wajib daftar perusahaan yang tercantum dalam uu no.3/'82 baru dipatuhi 27 ribu pengusaha. padahal surat izin perusahaan (siup) yang dikeluarkan lebih dari 900 ribu. dianggap terlalu memberatkan. (eb)

21 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDIRIKAN perusahaan tidak cukup hanya datang ke kantor notaris. Biasanya jalan perusahaan akan tersendat-sendat, jika urusan dengan departemen teknis yang membawahkan bidang usaha bersangkutan belum kelar. Sekarang, sekalipun usaha itu sudah berjalan, urusan dengan birokrasi belum bisa dianggap selesai, bila mereka belum mendaftarkan diri ke Departemen Perdagangan. Wajib daftar perusahaan itu sesungguhnya sudah harus dilakukan sejak UU No. 3 tahun 1982 diumumkan berlaku mulai 1 Februari tahun itu. Dan pemerintah, belum lama ini, menganggap perlu mengingatkan kembali pentingnya UU itu dipatuhi. "Sudah lama pemerintah merasa perlu adanya undang-undang ini," ujar Djamaluddin Thahir, Direktur Bina Usaha Departemen Perdagangan. Tanggapan dari pengusaha ternyata dingin, kendati yang lalai diancam bakal kena pidana 3 bulan, atau denda Rp 3 juta. Buktinya, dari seluruh Indonesla yang luas ini, baru tercatat sekitar 27 ribu perusahaan, sampai awal bulan Desember. Tentu saja aneh. Sebab, sampai 1982 lalu, Surat Izin Usaha Perdagangan (SlUP) yang dikeluarkan departemen itu saja sudah mencapai 900 ribu lebih. Di Jakarta, tempat berkumpulnya banyak PMA, PMDN, dan pengusaha lokal raksasa, hanya tercatat 1.500 perusahaan. "Mungkin mereka merasa ketentuan ini memberatkan, apalagi jika dikaitkan dengan peraturan daerah yang biasanya menekankan segi pajaknya," kata Djamaluddin. Anggapan itu ada benarnya. Seorang pengusaha di Jakarta Kota mengaku cukup repot dalam memenuhi ketentuan itu. Selain harus membayar uang administrasi Rp 50 ribu, yang tidak jelas penggunaannya kelak, perseroan terbatasnya juga harus melampirkan macam-macam salinan. Misalnya saja salinan akta pendirian perusahaan. Di dalam formulir pendaftaran itu, dia juga harus menyebut nama pengurus dan komisaris, alamat, sampai posisi saham mereka, selain tentu keharusan mencantumkan usaha pokok dan kantornya. Menurut sebuah sumber, Departemen Perdagangan sesungguhnya bisa memperoleh data-data seperti ini dari kantor notaris, lembaran berita negara, lembaga keuangan, departemen teknis, BKPM, atau Ditjen Pajak. Pengusaha sendiri menganggap usaha pendaftaran itu, kecuali bagi perjan dan perusahaan kecil, tidak akan banyak bermanfaat. Apalagi pihak departemen tidak menjelaskan apakah semua informasi itu kelak akan di publikasikan jadi sebuah directory, atau hanya disimpan di laci. Kata Djamaluddin, wajib daftar selain untuk kepentingan registrasi, yang untuk menyelenggarakan hal itu harus melakukan kajian perbandingan dengan pelbagai negara, juga untuk kepentingan bisnis. Misalnya perusahaan yang sudah mendaftar, kelak eksistensinya akan diakui masyarakat - meskipun soal kredibilitasnya masih bisa dipertanyakan. "Jadi, nanti masyarakat tidak akan terkecoh oleh perusahaan yang hanya bermodal kertas kop surat saja, sedang domisilinya tidak jelas," katanya. "Pendeknya, dengan cara ini semua pihak akan terlindungi." Tapi, tanggapan dari pengusaha tidak gegap gempita, karena mereka tahu urusan bisnis tidak sesederhana itu. Menurut I Nyoman Moena, Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Nasional Swasta (Perbanas), kejutan yang menyadarkan pengusaha rupanya belum ada. Para pengusaha sendiri tampaknya masih enggan terbuka, menyebut nama-nama pemegang saham, alamat, dan posisi mereka. "Ini masih banyak dirahasiakan, padahal data-data itu bukan rahasia," katanya. Di samping alasan itu, para pengusaha juga jadi segan karena untuk mengisi formulirnya saja cukup 'njlimet. Bagi pengusaha toko tentu merepotkan. "Pada dasarnya, ini pekerjaan tambahan perusahaan," katanya. Tapi, bagi penyelenggara pendaftaran, kesibukan itu merupakan penghasilan. Dari perusahaan yang sudah mendaftar itu, Departemen Perdagangan sudah memperoleh Rp 550 juta. Jika ketentuan itu ditaati, maka tiap tahun instansi ini bisa mengumpulkan Rp 3,6 milyar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus