Kesibukan itu mulai mereda. Setelah tiga pekan penuh melayani uji tuntas (due diligence) tiga calon investor, kini para pegawai Astra International tinggal menanti keputusan: siapa di antara ketiganya yang bakal menjadi juragan baru mereka? Menurut jadwal, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) akan mengumumkan vonis itu akhir pekan ini.
Ketiga calon juragan itu adalah konsorsium Newbridge Asia-Gilbert Global Equity—keduanya dari Amerika Serikat—yang menggandeng Chase Asia Equity (Hong Kong) dan Saratoga Investama Sedaya (Indonesia), lalu konsorsium Lazard Asia dan konsorsium Cycle & Carriage bersama Batavia Investama. Ketiganya sedang berlomba memperebutkan 45 persen saham Astra yang kini berada di tangan BPPN.
Ketiga calon investor ini sudah menempatkan 20 persen dari harga penawaran mereka, sebagai bukti keseriusan, di sebuah rekening khusus. Tapi juru bicara BPPN, Franklin Richard, enggan mengungkapkan berapa setoran mereka masing-masing. ''Penawaran resmi baru diajukan Kamis ini dan dua hari kemudian BPPN akan langsung mengumumkan pemenangnya," katanya.
Diperkirakan, penawaran ketiga investor itu tak akan bergeser dari angka Rp 4.000-4.200 per lembar saham. Perhitungan ini diperoleh dari asumsi pemerintah yang ingin mendapatkan dana segar sekitar Rp 3,5 triliun. Menurut analis Erwan Teguh Teh dari SocGen Securities, harga saham Astra kini berkisar Rp 3.700. ''Jika ditambah premium karena mereka menjadi pemegang saham pengendali, angkanya ketemu di Rp 4.100-4.200," katanya. Sejauh ini, penawaran dari ketiga konsorsium adalah Rp 3.500-4.500.
Sejumlah analis memperkirakan konsorsium Newbridge Asia-Gilbert Global Equity bakal memenangi pertarungan ini. Alasannya, dukungan finansial yang kuat terhadap konsorsium ini akan membuat mereka lebih mudah menyesuaikan diri. Sumber TEMPO mengungkapkan, konsorsium yang menamakan dirinya The International Investment Partnership ini punya cadangan dana yang lumayan besar meskipun angka penawaran awalnya tergolong rendah, yakni Rp 3.750. Selain itu, konsorsium ini juga didukung oleh Credit Suisse First Boston, yang akan menutup kekurangannya. Pemerintah Singapura juga sudah menyediakan dukungan dana sampai US$ 100 juta.
Faktor lain, keluarga Soeryadjaya berada di belakang konsorsium tersebut. Bagaimanapun, sebagai pendiri, William Soeryadjaya punya hubungan batin yang jauh lebih kuat ketimbang investor lain. Konsorsium ini memang sudah menegaskan bahwa posisi Saratoga Investama Sedaya, kendaraan investasi keluarga Soeryadjaya, tak akan memegang peranan kunci dalam konsorsium tersebut—termasuk menjadi pemegang saham pengendali. Tapi sumber TEMPO menambahkan, jika ada peluang, bukan tak mungkin keluarga Soeryadjaya akan memanfaatkannya. ''Tapi, dalam jangka pendek, mereka mungkin hanya akan bertindak sebagai konsultan konsorsium," tambahnya.
Kendati demikian, tak berarti langkah Newbridge bakal mulus. Dua konsorsium lain diperkirakan memberikan penawaran yang lebih baik. Apalagi, konsorsium Cycle & Carriage didukung Batavia Investama, yang diperkirakan banyak kalangan dibeking oleh Bhakti Investama dan George Soros. Konsorsium Singapura ini juga lebih mendekati pilihan banyak pihak yang menginginkan adanya investor strategis di Astra. Sayangnya, kata sumber TEMPO, posisi Cycle & Carriage agak sulit karena, kabarnya, Toyota kurang srek dengan konsorsium ini. Soalnya, Cycle & Carriage selama ini adalah agen penjualan mobil Eropa dan Korea Selatan.
Sayangnya, pemegang saham publik mungkin tak akan banyak menikmati keriuhan ini. Soalnya, belum lama ini, Bapepam mengeluarkan aturan tender offer yang baru yang tidak lagi mengharuskan penawar memberikan kesempatan kepada publik untuk mengikuti harga penawaran mereka. Aturan baru ini agaknya memang dibuat untuk memuluskan langkah BPPN menjual perusahaan publik. Asal saja, pemerintah dan rakyat juga tidak ikut dirugikan.
M. Taufiqurohman, Agus Hidayat, Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini