Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Dampak Izin Ekspor Pasir Laut dan Reklamasi, Walhi Sebut Pulau-pulau Kecil Terancam Cepat Tenggelam

Walhi membeberkan dampak dari penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

29 Mei 2023 | 15.56 WIB

Wisatawan menikmati Pantai Jikumerasa di Pulau Buru, Maluku, Senin 15 April 2019. Pantai berpasir putih dengan air laut yang jernih itu menjadi andalan wisata di Pulau Buru. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Perbesar
Wisatawan menikmati Pantai Jikumerasa di Pulau Buru, Maluku, Senin 15 April 2019. Pantai berpasir putih dengan air laut yang jernih itu menjadi andalan wisata di Pulau Buru. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi membeberkan dampak dari penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Adapun beleid itu mengatur pemanfaatan pasir laut untuk reklamasi pembangunan infrastruktur pemerintah dan ekspor.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Jika belajar dari pengalaman tempat lain soal pertambangan pasir, akan banyak pulau-pulau kecil yang tenggelam," ujar Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 28 Mei 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Parid mengungkapkan selama ini sudah ada tujuh pulau yang tenggelam di kawasan Jakarta. Musababnya, terjadi penambangan pasir untuk kepentingan reklamasi di Yogyakarta. Ditambah pada saat yang sama terjadi kenaikan air laut dengan tren yang sangat cepat, yaitu 0,8 sampai 1 meter. 

Tanpa pertambangan pasir laut saja, tuturnya, pulau-pulau kecil di Indonesia sudah terancam tenggelam, sehingga kebijakan ekspor pasir laut berpotensi mempercepat tenggelamnya pulau-pulau ini.

Ia menegaskan pemanfaatan ekspor pasir laut untuk reklamasi ini sangat berbahaya. Sebab, di banyak tempat kebijakan itu terbukti menghancurkan ekosistem laut. Kebijakan ini juga dapat merusak kehidupan nelayan. 

Selanjutnya: Apalagi, menurut Parid, reklamasi di Indonesia....

Apalagi, menurut Parid, reklamasi di Indonesia lebih banyak dibangun untuk kepentingan bisnis. Walhi mencatat sampai 2040 ada lebih dari 3,5 juta hektar proyek reklamasi. Angka itu berdasarkan dari analis Walhi terhadap dokumen tata ruang laut di 28 provinsi. 

"Sisanya, masih ada provinsi lain yang belum mengesahkan tata ruang laut. Artinya, ada lebih luas lagi reklamasinya hampir 4 juta hektare," ujar Parid. 

Seperti diketahui, Indonesia sebelumnya melarang ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas. 

Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir. 

Selain itu, pelarangan ekspor diberlakukan karena belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus