Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dampak Dominasi Cina di Smelter Nikel

Dominasi perusahaan Cina pada industri nikel mengarah pada potensi monopsoni. Waspada terhadap kualitas investasi rendah.

31 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kecelakaan kerja di industri smelter berulang kali terjadi, diduga karena standar kerja yang rendah.

  • Perusahaan Cina mendominasi sektor penghiliran nikel.

  • Dominasi satu pihak bisa mendorong low quality investment.

TERBAKARNYA tungku smelter feronikel nomor 41 milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, pada 24 Desember 2023 menambah panjang daftar kecelakaan kerja di area fasilitas pengolahan bijih mineral atau smelter. Juru Kampanye Trend Asia, Arko Tarigan, mengatakan ledakan tungku smelter nikel ITSS bukan insiden pertama dan satu-satunya. “Di kawasan IMIP ini bukan pertama kalinya terjadi,” katanya pada 24 Desember 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data Trend Asia, pada 2015-2022, sebanyak 53 pekerja smelter, termasuk yang berlokasi di IMIP, menjadi korban meninggal. Mereka terdiri atas 40 pekerja Indonesia dan 13 lainnya asal Cina. Pada rentang waktu yang sama, terjadi 18 kecelakaan kerja di IMIP dengan jumlah korban meninggal 15 pekerja. Sedangkan pada Januari-September tahun ini, terjadi 19 kejadian kecelakaan di smelter nikel yang memakan 16 korban jiwa dan 37 lainnya luka-luka. Lima di antaranya pekerja asal Cina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Program Trend Asia Ahmad Ashov Birry mengatakan kecelakaan kerja sering terjadi di area smelter nikel. Selain di ITSS, insiden serupa terjadi di pabrik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), yang juga perusahaan asal Cina di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, pada 22 Desember 2022. Sedangkan yang terjadi di PT Indonesia Guang Ching Nickel & Stainless Industry pada 27 April 2023 adalah wafatnya dua pekerja dumping. Keduanya tertimbun longsoran yang terjadi akibat alat yang rusak. 

Proses pengolahan bijih nikel di smelter di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. YouTube Official IMIP

Menurut Ahmad, penyebab berbagai kecelakaan kerja di kawasan smelter nikel ini diduga adalah penggunaan teknologi pirometalurgi rotary kiln electric furnace asal Cina. Dia mengatakan penggunaan teknologi tersebut hingga 90 persen di lapangan tidak disertai informasi yang cukup. Rotary kiln merupakan area yang memiliki potensi bahaya tinggi karena prosesnya memerlukan suhu tinggi serta melibatkan reaksi kimia dan mesin yang berputar. “Teknologi murah itu dipakai dan diklaim sepihak cukup baik kualitasnya,” tutur Ahmad seperti dikutip Koran Tempo.

•••

INDONESIA Morowali Industrial Park, yang berstatus proyek strategis nasional, menampung sejumlah perusahaan Cina yang menjalankan bisnis penghiliran mineral. IMIP mulanya hanya berfokus pada industri besi dan baja. Pada 2019, lima perusahaan asal Cina, Jepang, dan Indonesia masuk kawasan industri itu dan terlibat dalam pembangunan smelter dengan investasi total US$ 700 juta. Salah satunya Indonesia Tsingshan Stainless Steel yang terafiliasi dengan Tsingshan Holding Group, produsen nikel terbesar dunia asal Cina. 

Tsingshan juga mengoperasikan perusahaan lain yang bergerak dalam bisnis penghiliran mineral, seperti PT Sulawesi Mining Investment yang fasilitasnya berada di Kecamatan Bahodopi, Morowali. Perusahaan ini mengoperasikan smelter pengolah nickel pig iron sejak Mei 2015. Ada pula PT QMB New Energy Material, usaha patungan antara Tsingshan dan GEM Co Ltd, Brunp Recycling Technology Co Ltd, IMIP, dan Hanwa. Pabrik di atas lahan 120 hektare ini menelan investasi US$ 700 juta dan ditargetkan menghasilkan devisa US$ 800 juta per tahun.  

Perusahaan lain adalah PT Teluk Metal Industry yang akan membangun pabrik kristal nikel sulfat berkapasitas 690 ribu ton per tahun dan PT Fajar Metal Industry yang membangun smelter high pressure acid leaching untuk memproduksi nikel-kobalt dalam bentuk mixed hydroxide precipitate. QMB dan Teluk Metal Industry yang berdiri di kluster ketiga di kawasan industri IMIP akan memproduksi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Dominasi perusahaan asal Cina di industri pengolahan nikel pun memunculkan potensi monopoli. Laporan berjudul "Masalah-Masalah di Seputar Pertambangan Nikel" yang disusun Haris Azhar dan kawan-kawan menyebutkan kebijakan penghiliran nikel pada akhirnya hanya menguntungkan segelintir pihak, seperti Tsingshan. “Sehingga keuntungan dari kegiatan industri nikel hanya dinikmati oleh segelintir perusahaan,” demikian petikan laporan tersebut. 

Dalam laporan tersebut, Haris Azhar, mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, menyatakan potensi praktik monopoli dalam penghiliran nikel terbentuk karena tiga hal. Yang pertama adalah larangan ekspor nikel dengan kadar di atas 17 persen yang diberlakukan pemerintah sejak 31 Desember 2019 membuat pengusaha tambang terpaksa menjual bijih kepada perusahaan smelter dengan harga rendah.

Faktor kedua adalah penentuan harga bijih nikel tidak lepas dari hasil verifikasi kuantitas dan kualitas yang dilakukan oleh surveyor. Faktor ketiga adalah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang program kendaraan listrik berbasis baterai. Aturan ini mendorong sejumlah perusahaan asal Cina dan Korea Selatan membangun pabrik baterai kendaraan listrik. “Cina mendominasi melalui perusahaan smelter dan pabrik baterai di Indonesia sehingga berpotensi menciptakan monopsoni," demikian petikan laporan tersebut. Monopsoni adalah keadaan pasar yang dikuasai oleh pembeli tunggal sehingga menciptakan iklim usaha tak sehat.

Penguasaan pasar oleh satu pihak, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, pada akhirnya mendorong industri untuk beroperasi dengan standardisasi tertentu. Standardisasi rendah, dia menjelaskan, terlihat dari berulangnya kecelakaan kerja di sejumlah smelter yang dikuasai perusahaan Cina. “Indonesia sebagai penerima investasi seharusnya punya standar lebih tinggi," ujarnya pada 28 Desember 2023. Karena itu, kata Bhima, pemerintah seharusnya melakukan diversifikasi investor agar tak bergantung pada satu pihak. “Agar tidak terjadi low quality investment.”

Ihwal dominasi investor Cina, pemerintah punya penjelasan. Menurut Direktur Hilirisasi Mineral dan Batu Bara Kementerian Investasi Hasyim Daeng, dominasi terjadi lantaran secara global Cina menjadi pemain utama di sektor industri ini. "Secara teknologi memang dikuasai Cina," tuturnya dalam acara Tempo Electric Vehicle and Battery Conference di Jakarta pada 21 November 2023. Karena itu, Hasyim menilai dominasi Cina di industri smelter nikel merupakan hal wajar. Menurut dia, ada transfer teknologi yang bisa diterima Indonesia. "Paling tidak nanti kita bisa beli lisensi teknologi untuk dikembangkan."  

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dominan di Bisnis Penghiliran"

Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus