Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK cukup sekali Wakil Presiden Jusuf Kalla menyentil proyek Tangguh. Tahun ini, Kalla setidaknya dua kali berbicara ke publik betapa penjualan gas alam cari (LNG) dari lapangan di kawasan Bintuni, Papua, ke Provinsi Fujian, Cina, tak menguntungkan negara. Dengan harga hanya US$ 3,3 per mmBtu, Kalla menganggap jauh dari semestinya. ”Kontrak ini sangat merugikan,” katanya setelah bertemu dengan Wakil Presiden Cina Xi Jinping di Beijing, Cina, pekan lalu. Inilah perjalanan kontrak itu hingga kembali bermuara di Negeri Panda.
Akhir 2001
Indonesia melalui BP Marketing Ltd. (BP Indonesia) dengan dukungan Pertamina mengajukan penawaran LNG di Provinsi Guangdong, Cina.
8 Agustus 2002
Australia, melalui North West Shelf, mengalahkan Indonesia dalam tender Guangdong senilai US$ 25 miliar. Kontraktor Negeri Kanguru itu merupakan perusahaan patungan Woodside, Royal Dutch/Shell Group, ChevronTexaco Corp., BHP Billiton, BP, dan Japan Australia LNG.
8 Agustus 2002
Perdana Menteri Cina Zhu Rongji menetapkan Indonesia sebagai pemasok LNG ke Provinsi Fujian sebanyak 2,6 juta ton per tahun selama seperempat abad melalui penunjukan langsung.
24 September 2002
Pertamina menandatangani kontrak penjualan dengan CNOOC untuk pengiriman gas ke Fujian. Rumor menyebutkan harga jualnya cuma US$ 2,4 per mmBtu.
27 September 2002
CNOOC setuju membeli 12,5 persen saham BP Plc di ladang gas Tangguh senilai US$ 275 juta. Ini tindak lanjut penjualan gas ke Fujian. Pengapalan pertama dijadwalkan pada 2007.
30 September 2002
Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro membantah harga jual gas Tangguh ke Fujian lebih rendah daripada harga jual gas Australia ke Guangdong.
24 Oktober 2002
BP Migas mengakui harga jual liquefied natural gas ke Fujian US$ 2,4 per mmBtu. Harga ini dianggap lebih tinggi dibanding tender di Guangdong dengan menggunakan formula harga minyak mentah Japan crude cocktail (JCC) sebesar US$ 20 per barel.
9 Agustus 2004
Tim Khusus Pengkajian Proyek Tangguh menyodorkan tiga opsi atas permintaan pembeli bahwa pemerintah harus membayar ganti rugi maksimal US$ 300 juta jika gagal memasok akibat kebijakan baru pemerintah atau government act.
Pertama, klausul tentang government act tidak perlu diatur dalam prinsip-prinsip kesepakatan (principles of agreement). Perlakuan serupa lazim diterapkan dalam kontrak usaha hulu minyak dan gas bumi. Kedua, klausul government act dicantumkan dalam perjanjian, tapi sebatas berlaku dalam kondisi darurat atau force majeure. Ketiga, klausul government act dicantumkan dalam perjanjian dan pemerintah atau BP Migas sepenuhnya bertanggung jawab—dengan batasan tertentu—atas kewajiban yang timbul akibat kebijakan baru.
Maret 2005
Setelah sekian lama mengendap, pemerintah setuju membayar penalti jika ekspor LNG terganggu akibat kebijakan pemerintah. Klaim ditangani lebih dulu oleh kontraktor.
9 Desember 2005
BP Indonesia melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah Provinsi Fujian tentang materi kontrak. Tak ada hasil signifikan.
20 Januari 2006
BP Migas melakukan negosiasi kembali karena harga US$ 2,4 per mmBtu terlalu rendah. CNOOC bersedia menaikkan harga jual gas, tapi BP Migas belum menerima angka yang diajukan.
Akhir 2006
Harga jual gas Tangguh ke Fujian direvisi menjadi US$ 3,3 per mmBtu.
6 Maret 2008
Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta harga jual gas Tangguh ditinjau ulang untuk mengikuti fluktuasi harga gas dunia. Harga kontrak saat ini dinilai tak menguntungkan bangsa karena begitu rendah dan bersifat fixed price. Permintaan ini disampaikan saat dia bertemu dengan Utusan Khusus Perdagangan dan Investasi Kerajaan Inggris Pangeran Andrew.
24 Agustus 2008
Jusuf Kalla melawat ke Cina. Dalam pertemuan dengan Wakil Presiden Cina Xi Jinping, Kalla meminta Cina mau membicarakan kembali kontrak jual-beli gas dari Tangguh. Harga jual gas dari lapangan di Papua itu dianggap begitu rendah dibanding lapangan Arun dan Bontang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo