Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari De Soto untuk Lapangan Banteng

Pemerintah memperkuat penjaminan kredit usaha kecil. Suku bunga pinjaman mestinya turun.

18 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lapangan Banteng mengirim kabar penting pada Selasa pekan lalu. Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian itu meluncurkan paket kebijakan yang bertujuan memperkuat usaha kecil dan menengah (UKM).

Aturan itu tertuang dalam Instruksi Presiden No. 6/2007 tertanggal 8 Juni, yang berisi Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Inilah untuk pertama kali paket kebijakan pemerintah menyentuh sektor yang paling seret modal ini.

Sebelumnya, empat paket telah dilempar dalam tempo kurang dari setahun. Keempatnya adalah Paket Insentif (Oktober 2005), Paket Kebijakan Infrastruktur (Februari 2006), Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi (Februari 2006), dan Paket Kebijakan Sektor Keuangan (Juli 2006).

Kali ini sejumlah resep diracik untuk melicinkan pengusaha kecil dan menengah mendapatkan modal, di antaranya meningkatkan akses terhadap sumber pembiayaan dan memperkuat sistem penjaminan kredit.

Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali, mengatakan bahwa pembiayaan memang menjadi masalah terbesar dalam menjalankan usaha kecil. Maka pemerintah mesti turun tangan menjamin agar lembaga keuangan bersedia menggelontorkan kredit.

Ada tiga jurus untuk memperkuat sistem penjaminan kredit UKM, salah satunya melalui sertifikasi tanah. Terobosan ini dilakukan karena pengusaha kecil cenderung memiliki rumah dan tanah tanpa sertifikat. Sedangkan pengusaha kelas kakap malah mendapatkan modal dengan memanfaatkan sertifikat aset sebagai agunan.

Kebijakan sertifikasi aset ini bisa dianggap sebagai jurus murah meriah karena tidak menelan banyak anggaran. Pemerintah cukup mengeluarkan aturan teknis yang memudahkan dan mempercepat pengurusan sertifikat yang tentu saja memerlukan biaya yang terjangkau kantong pengusaha kecil.

Sesungguhnya konsep sertifikasi aset bukanlah ide orisinal pemerintah Indonesia. Adalah ekonom asal Peru, Hernando de Soto, yang menelurkan konsep itu. Salah satu usul alumni Institut Universitaire de Hautes Etudes Internationales, Swiss, itu adalah mengubah aset mati menjadi aset formal melalui sistem sertifikasi (baca boks).

”Pemerintah memang mengadopsi konsep De Soto. Ini namanya active market driven approach,” kata staf khusus Menteri Koordinator Perekonomian, Muhammad Ikhsan.

Jurus lain, menurut Suryadharma, adalah meningkatkan peran PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) sebagai lembaga penjaminan kredit UKM. Pemerintah berencana menyuntikkan modal Rp 1–1,5 triliun kepada dua perusahaan pelat merah itu untuk memperluas jangkauan pelayanan.

Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Agus Marhaban, menambahkan bahwa modal Rp 1-1,5 triliun dari pemerintah itu semacam premi asuransi. Dengan jaminan sebesar itu, diharapkan bank bisa mencairkan pinjaman Rp 20-30 triliun.

Mekanismenya, Agus mengusulkan sistem voucer, untuk dituangkan dalam aturan pelaksanaan. Teknisnya, pengusaha kecil datang ke lembaga penjamin (Askrindo/SPU) meminta dinilai kelayakan usahanya. Hasil penilaian, berupa voucer, dipakai untuk patokan pemberian kredit.

Agus memberi contoh, bila sebuah UKM mengajukan kredit Rp 1 miliar tetapi hasil penilaian menyatakan kredit yang layak diterima hanya separuhnya, UKM itu akan diberi voucer Rp 500 juta. ”Voucer itu sebagai dasar pemberian kredit oleh bank,” ujarnya.

Bila kredit macet, Agus menambahkan, risiko akan ditanggung oleh bank dan lembaga penjamin dengan porsi sesuai negosiasi awal kedua lembaga. Tapi, Agus meyakinkan, kredit macet UKM biasanya tidak besar, hanya 3-5 persen.

Menurut Ikhsan, pada masa mendatang potensi risiko kredit macet akan berkurang dengan penguatan jaminan. Konsekuensinya, kata dia, suku bunga pinjaman UKM mestinya juga diturunkan. Sebab, komponen penentu suku bunga adalah biaya administrasi dan risiko. ”Kalau risiko turun, tingkat bunga juga mesti turun,” tuturnya.

Direktur UKM Bank Rakyat Indonesia, Sulaeman, mengatakan bahwa penguatan penjaminan akan meningkatkan status calon nasabah UKM. ”Kalau sebelumnya hanya berstatus feasible, bisa meningkat menjadi bankable,” ujarnya kepada Tempo.

Toh, pelaksanaan di lapangan tak semudah hitungan di atas kertas. Askrindo, misalnya, kemungkinan akan angkat tangan soal penilaian kelayakan UKM. Tahap ini biasanya memang dilakukan bank, bukan lembaga penjamin. Sebab, ”Banklah yang jago menganalisis kredit, bukan kami. Mereka punya instrumen,” kata Ratna dari Bagian Pemasaran PT Askrindo.

Karena itu, Direktur UKM Kamar Dagang dan Industri Harmon Bermawi Thaib mengatakan, yang utama adalah pelaksanaan di lapangan. ”Substansi kebijakannya sudah sesuai dengan harapan, tinggal penerapannya bagaimana,” ujarnya.

Retno Sulistyowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus