DULU ia penyelundup mobil yang tertangkap. Kini Robby Tjahyadi merintis karier dalam dunia usaha. Siapa sangka, napi yang pernah terkenal gara-gara kejahatannya itu justru berhasil melakukan come back. Jarang-jarang hal semacam ini terjadi. Hatta, setelah 15 tahun tenggelam, nama Robby muncul di Semarang, tepatnya dalam bisnis kapas putih. Ia mendirikan PT Kanindo Success Textile (Kanindotex). Bergerak di bidang pemintalan, perusahaan ini akan dikembangkan dalam industri tekstil terpadu -- mulai dari pembuatan benang sampai pakaian jadi. Pekan lalu, tak kurang dari tiga pejabat -- Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo, Dirjen Aneka Industri Susanto Sahardjo, dan Gubernur Jawa Tengah Ismail -- hadir dalam acara melepas ekspor perdana benang tenun ke Eropa. Bahkan untuk pendirian pabriknya, Robby mendapat dukungan modal dari Bank Pembangunan Indonesia dan Bank Bumi Daya. Kanindo Group telah menetapkan anggaran pembangunan sampai April 1991 sebesar Rp 380 milyar. Kanindo menanggung modal 35%, yang 65% lagi dari kedua bank pemerintah tadi. Berkantor pusat di Gedung BN~ Jakarta, grup Kanindo mempunyai pabrik tenun di daerah Bawen, Jawa Tengah. Pabrik ini sudah beroperasi dengan 30.000 mata pintal dan mulai berproduksi Agustus 1990. "Itu baru tahap pertama," kata Robby kepada Dwi S. Irswanto ~dari TEMPO. Rencananya, akhir tahun ini akan ditambah 90.000 mata pintal, sementara targetnya adalah 220.000 mata pintal. Adapun sasaran produksi adalah 4.000 ton benang per bulan, dengan catatan, sebanyak 25~% akan diproses menjadi kain, antara lain grey, bed cover, poplin dan bahan baju dengan target 5 juta yard kain per bulan. Lalu 25% lagi akar diolah untuk menghasilkan kain, sedan~gkan 50% sisanya akan dijual sebagai benang ke pasaran ekspor. Soal pasar, kata Robby, ia optimistis. "Pasar tekstil sangat luas, hampir tak terhingga. Para produsen di Korea Selatan. Hong Kong, Taiwan sudah hampir mati karena tingginya biaya tenaga kerja,~" kata Presdir PT Kanindotex itu. Namun, diakuinya, pasar yang sudah dibatasi kuota menjadi salah satu tantangan. Menurut Robby. yang diekspor pekan lalu adalah benan~g sebanyak dua kontainer, masing-masing berisi 14,3 ton benang. Satu kontainer ditujukan ke Manchester (Inggris), yang satu lagi ke New York. Diakui Robby bahwa mesin-mesin yang dipakai adalah mesin bekas RRC, namun mata pintalnya (spindel), ring spindel, dan arm adalah buatan Jerman Barat. "Kami ingin menekan investasi, tetapi tidak melupakan mutu," ujarnya, tertawa. Selain itu PT Kanindotex akan memasang 3.024 rotol opened end -- semuanya buatan Jerman untuk memproses limbah olahan, agar menghasilkan benang kasar jenis 7S, yan~g merupakan bahan baku denim (jeans). Sebagai bekas napi, Robby merasa tidak mengalami hambatan. "Mungkin karena saya tidak minta fasilitas," katanya. Tapi mungkin juga karena partner usahanya adalah mantan Pangkopkamtib Jenderal Purnawirawan Soemitro. "Saya meman~g sudah lama mengenal Pak Soemitro. Tapi dalam bisnis, baru bulan lalu kami ajak. Ternyata beliau mau menjadi presiden komisaris," tutur Robby, senang. Ganjilnya, Soemitro tidak kebagian ~saham di perusahaan milik Robby itu. "Y~apto (Ketua Pemuda Pancasila) juga tidak punya posisi apa-apa di perusahaan saya. Cuma, kalau ada apa-apa, saya biasa minta tolon~g dia, lha wong teman," katanya terkekeh. MW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini