Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai rupiah masih undervalue dan masih bisa menguat lagi. "Belum fundamentalnya, masih ada ruang," ujar dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat, 1 Februari 2019.
Baca juga: BI: Kurs Rupiah Juga Tanggung Jawab Sektor Riil
Apalagi, menurut Darmin, sebelum gonjang ganjing perekonomian global tahun lalu, rupiah masih bertengger di sekitar level Rp 13.300 per dolar Amerika Serikat. Kendati pun ada pelemahan, kata dia, nilai tukar rupiah mestinya tidak berada di level Rp 14.000 per dolar AS. "Tapi itu tergantung ekonomi di dalam dan luar negeri, harusnya bisa lebih kuat."
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, nilai tukar rupiah berada di level 13,978 per dolar AS. Rupiah menguat dibandingkan posisi pada Kamis di level 14,072 per dolar AS.
Bank Indonesia atau BI menyatakan upaya penguatan nilai tukar rupiah juga merupakan tanggung jawab dari sektor riil. Sektor riil yang diharapkan bisa jadi tulang punggung penguatan neraca pembayaran adalah industri pengolahan dan industri pariwisata.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyebutkan, belakangan ini memang kecenderungannya nilai tukar rupiah menguat karena pasar yakin Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) tidak akan menaikkan suku bunganya secara agresif. "Tapi kita tidak bisa hanya bergantung pada Fed Fund Rate. Indonesia harus melakukan reformasi memperbaiki struktur neraca pembayaran," katanya usai bertemu dengan para investor Jepang, Kamis malam, 31 Januari 2019.
Dengan begitu, menurut Mirza, defisit transaksi berjalan (CAD) bisa ditekan dari angka US$ 22,4 miliar per September 2018, "Caranya bisa dengan menggenjot ekspor dan pariwisata. Pemerintah juga sudah siap memberi insentif perpajakan ataupun kemudahan berinvestasi di sektor pariwisata," ucapnya.
Mirza menjelaskan, pergerakan FFR selama ini memegang peranan penting terhadap fluktuasi rupiah. Di tahun 2007 misalnya FFR yang diturunkan hingga 0 persen lalu bergerak naik menjadi 0,25 persen hingga akhirnya 2,5 persen telah membuat nilai mata uang di negara emerging market berfluktuasi sangat kencang.
RR ARIYANI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini