Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Debat Capres, Pengamat: Prabowo akan Angkat Isu Impor Beras

Debat capres yang digelar pada Minggu malam ini, 17 Februari 2019 diperkirakan menghadirkan adu argumen soal ketahanan pangan.

17 Februari 2019 | 19.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pekerja tidur di atas tumpukan karung beras saat dilakukan bongkar muat beras impor dari Vietnan dari kapal Hai Phong 08 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 11 November 2015. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Debat Calon Presiden Kedua atau debat capres yang digelar pada Minggu malam ini, 17 Februari 2019 diperkirakan menghadirkan adu argumen soal ketahanan pangan. Adapun debat akan bertema isu sumber daya alam, energi dan pangan, lingkungan hidup, serta infrastruktur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbicara soal pangan, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menduga Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto bakal melancarkan serangan soal impor yang belakangan dilakukan pemerintah. "Prabowo akan mengangkat soal naiknya impor beras sebesar dua juta ton di tahun 2018 dan posisi Indonsia sebagai importir gula terbesar di dunia," kata dia dalam pesan singkat kepada Tempo, Minggu.

Di sisi lain Calon Presiden Inkumben Joko Widodo bakal mengangkat soal sektor andalan pemerintahannya, yaitu infrastruktur. Bhima memperkirakan Jokowi bakal berbicara soal infrastruktur bendungan dan irigasi yang bisa mendorong produksi pangan.

Bhima berujar salah satu langkah bagus yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi adalah dengan merilis data beras pada 2018 lalu yang telah terkoreksi sekitar 29,6 persen. Hanya saja, koreksi tersebut masih belum dilakukan pada komoditas pangan lain seperti jagung, kedelai, dan produk hortikultura. Padahal, langkah itu dinilai penting untuk merancang kebijakan pangan yang efektif dan tepat sasaran baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi, hingga kebijakan perdagangan. "Jadi sengkarut data pangan belum selesai."

Di samping itu, manajemen produksi dan logistik komoditas pangan, menurut Bhima, juga perlu diperbaiki. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi beras pada semester 1 2018 surplus 5 juta ton. Rinciannya, produksi 19.6 juta ton dan konsumsi 14.7 juta ton. Adapun pada semester 2, produksi beras defisit 2,1 juta ton, dengan rincian produksi 12.8 juta ton dan konsumsi 14.9 juta ton. "Hal ini menunjukkan bahwa terdapat masalah manajemen produksi dan logistik komoditas, baik antar waktu maupun antar daerah," kata dia.

Sebelum adanya perbaikan tata kelola komoditas pangan, khususnya beras, Bhima menilai impor akan sulit dihindari. Sejak tahun 2000, tren impor beras selelu menanjak. Impor beras pada 2018 merupakan tertinggi kedua sejak tahun 2000. dengan total impor 2,25 juta ton atau seharga US$ 1,003 juta US$. Impor tertinggi terjadi pada 2011 dengan total impor 2.75 juta ton atau senilai US$ 1,5 juta.

Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional atau TKN Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Moeldoko, mengatakan kandidat yang ia usung siap menghadapi serangan soal impor pangan dan stabilitas harga pangan dari pesaingnya. “Isu besarnya sudah ditangkap, persoalan pangan, sumber daya. Beliau sudah sangat ngelotok," kata dia di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 14 Februari 2019. 

Moeldoko memperkirakan debat dengan topik soal pangan, energi, infrastruktur, lingkungan hidup, dan sumber daya alam ini bakal lebih seru dari sebelumnya. Sebab, isu ini dinantikan masyarakat.

Kepada Tempo, Wakil Ketua TKN Johnny G. Plate mengatakan Jokowi akan mengedepankan program stabilitas harga pangan. "Kami tidak menjanjikan harga murah, tapi stabil," ucapnya.

Politikus Partai NasDem ini mengatakan Jokowi selaku inkumben menjanjikan pembenahan sistem distribusi dan perdagangan pangan. Caranya, kata dia, dengan memangkas alur distribusi dan memperkuat peran badan usaha milik negara seperti Perum Bulog untuk mencegah kenaikan harga pangan di luar musim panen.

Sementara itu, Juru bicara TKN, Arief Budimanta, mengatakan meski banderolnya naik, daya beli masyarakat yang terjaga menjadi bukti stabilitas harga pangan. Menurut dia, tingkat inflasi bulan lalu sebesar 2,82 persen jauh lebih baik ketimbang beberapa tahun ke belakang. "Impor, kalau perlu, ya. Tidak masalah daripada harga naik," katanya. 

Impor pangan diprediksi bakal menjadi bahan kritik kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Anggota tim ahli pangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Arie Muftie, mengatakan hal ini menjadi bukti gagalnya janji swasembada pangan pokok, seperti beras.

Menurut Arie, pemerintah saat ini terlampau banyak mengimpor bahan pangan. Dia memberi contoh impor beras tahun lalu yang dilakukan pada musim panen Maret-Juni. Arie pun menyitir salah satu rencana aksi Prabowo-Sandi, yakni menyetop impor saat musim panen.

“Komitmen kami, kebutuhan akan diisi lebih dulu oleh pasokan dari dalam negeri,” kata dia. Wakil Ketua BPN Fadli Zon juga mengatakan kubunya bakal mengungkit janji swasembada pangan Jokowi. “Swasembada, menurut saya, gagal total. Kalau infrastruktur jadi andalan mereka, masyarakat kan makan nasi bukan infrastruktur,” ujar politikus Partai Gerindra itu.

Baca berita tentang Debat Capres lainnya di Tempo.co.

AHMAD FAIZ | YOHANES PASKALIS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus