Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia atau DSN-MUI menekankan bahwa transaksi short selling dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) haram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DSN-MUI menegaskan aturan ini sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 80 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Berdasarkan fatwa tersebut, short selling merupakan salah satu praktik bai' al-ma'dum yang tidak diperbolehkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengacu laman resmi BEI idx.co.id, tindakan bai' al-ma'dum adalah cara dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi, tetapi ada harapan akan membeli kembali saat harga turun. Bai’ al-ma’dum adalah jual beli dengan objek (mabi’) tidak ada ketika akad. Selain itu, tindakan bai’ al-ma’dum juga dapat diartikan sebagai jual beli atas barang (efek), tetapi penjual tidak memiliki barang yang dijualnya. Berdasarkan arti bai’ al-ma’dum tersebut, DSN-MUI mengharamkan transaksi short selling dalam BEI.
Short Selling
Short selling adalah transaksi jual oleh investor, tetapi tidak memiliki saham tersebut. Short selling dilakukan ketika perusahaan sekuritas meminjamkan saham miliknya atau investor lain untuk investor yang akan melakukan transaksi ini. Namun, investor kelak harus mengembalikan saham tersebut ke pemiliknya sesuai perjanjian. Jika saham tidak dikembalikan, investor akan mendapatkan denda atau jaminan disita.
Terdapat prinsip mendasar ketika melakukan short selling. Prinsip tersebut adalah pihak yang melakukan short selling tidak memiliki saham atau transaksi short karena penurunan harga ada batasnya sampai posisi nol. Sementara itu, posisi beli disebut long buy karena kenaikan harga saham tidak memiliki batas.
Istilah short telah digunakan sejak abad ke-19 karena akun penjual (short) pada pialangnya berada dalam posisi defisit. Para penjual (short) dipersalahkan atas runtuhnya Wall Street 1929 oleh Presiden Herbert Hoover.
Selain itu, J. Edgar Hoover menyatakan akan melakukan penyelidikan terhadap penjual (short) atas keterlibatannya dalam memperpanjang depresi. Atas kondisi ini, penjualan (short) dimasukkan dalam aturan yang mulai diterapkan pada 1929 dan 1940. Namun, pada 1940, peraturan tersebut melarang reksadana untuk melakukan penjualan (short).
Dilansir publikasi ilmiah uajy.ac.id, dalam short selling, investor ketika bertransaksi memiliki harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pinjaman saham ke pialangnya ketika harga turun. Penjual (short) berutang kepada pialang yang meminjam saham dari investor lainnya untuk ditransaksikan secara long buy. Biasanya, perusahaan pialang jarang melakukan pembelian saham secara nyata untuk dipinjamkan kepada penjual.
Pada transaksi short selling, saat saham dipinjamkan, akan ada dua investor yang berhak menjual saham sama dalam waktu bersamaan. Cara ini dilakukan agar harga saham yang menjadi target dapat turun. Setelah itu, investor yang bersangkutan dapat membeli kembali saham dengan harga lebih murah untuk dikembalikan kepada broker.
Short selling yang diharamkan oleh DSN-MUI dilakukan untuk mencari selisih dari harga jual dikurangi harga beli. Short selling dilakukan tanpa mengeluarkan dana tetap sehingga dapat dihimpun ketika harga naik.