Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Eksportir batu bara wajib menyimpan DHE di bank minimal tiga bulan.
Bank menjadikan DHE agunan kredit perusahaan batu bara.
Praktik simpan-pinjam DHE menguntungkan bank dan eksportir, tapi berisiko.
SETAHUN berjalan, eksportir masih mengeluhkan aturan wajib simpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di dalam negeri. Pemerintah mewajibkan eksportir hasil tambang ataupun perkebunan memarkir dana dari pendapatan ekspornya di lembaga keuangan dalam negeri paling sedikit 30 persen dengan jangka waktu paling lambat tiga bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kewajiban tersebut, kata pelaksana tugas Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, Gita Mahyarani, membuat pengusaha kelimpungan. Sebab, devisa yang ditahan menggerus arus kas perusahaan yang sedianya diputar sebagai modal kerja. “Apalagi penempatan harus minimal tiga bulan,” tuturnya pada Kamis, 1 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eksportir menyampaikan masalah ini kepada pemerintah, hingga akhirnya terbit Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2024 yang mengatur insentif pajak penghasilan bagi pengusaha yang menempatkan DHE pada instrumen keuangan di dalam negeri. Eksportir bisa mendapatkan tarif pajak penghasilan 0 persen untuk penempatan dana pada instrumen investasi berdenominasi valuta asing dengan tenor lebih dari enam bulan atau pada instrumen berdenominasi rupiah dengan tenor minimal enam bulan.
Namun penyediaan insentif ini tak menyelesaikan persoalan kebutuhan dana modal kerja yang bergulir cepat, seperti alat berat dan logistik. Guna menyiasati kebutuhan modal kerja, perusahaan tambang atau perkebunan biasanya melakukan efisiensi operasional dan memohon pinjaman kepada bank tempat mereka menyimpan DHE.
Salah satu yang melakukannya adalah perusahaan tambang batu bara milik Bakrie Group, PT Bumi Resources Tbk (BUMI). PT Arutmin Indonesia, anak usaha BUMI, mengajukan permohonan pinjaman modal kerja atau working capital credit cash collateral kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) senilai US$ 88,49 juta atau sekitar Rp 1,415 triliun dengan tenor satu tahun. “Fasilitas pinjaman tersebut diperoleh Arutmin sebagai dampak kepatuhan terhadap Bank Indonesia yang mengharuskan Arutmin melakukan penyetoran sebesar 30 persen dari hasil penjualan ekspor,” demikian petikan laporan keuangan BUMI triwulan I 2024.
Laporan keuangan BUMI juga menyebutkan nilai DHE perseroan yang disimpan di bank dalam negeri mencapai US$ 88,32 juta atau sekitar Rp 1,413 triliun. Lebih dari 90 persen DHE itu disimpan dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan sisanya rupiah. Untuk pinjaman modal kerja Arutmin, BUMI menjaminkan rekening deposito DHE SDA dalam denominasi dolar Amerika atas nama Arutmin, yang mencakup setiap pencairan kredit dalam rupiah. Hingga 31 Desember 2023, Arutmin telah menarik pinjaman US$ 87,15 juta atau sekitar Rp 1,394 triliun.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI, Dileep Srivastava, membenarkan adanya penempatan DHE di BRI dan penarikan pinjaman tersebut. “Betul, kami meminjam untuk modal kerja dan lebih dari 50 persen sudah dicairkan,” ucapnya pada Rabu, 31 Juli 2024. Selain mengambil pinjaman, Dileep menambahkan, BUMI berupaya menjaga kesinambungan arus kas dengan melakukan efisiensi operasional untuk menjaga posisi keuangan tetap kuat. Sedangkan Sekretaris Perusahaan BRI Agustya Hendy Bernadi tidak menjawab ketika Tempo meminta tanggapan.
Pemberian fasilitas kredit bagi eksportir SDA yang menyimpan DHE jamak dilakukan oleh bank. Juru bicara PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), Hera F. Haryn, mengatakan hal itu sesuai dengan regulasi pemerintah dan Bank Indonesia. “Kami menyediakan fasilitas kredit dalam mata uang rupiah dengan menggunakan DHE yang ada di rekening khusus atau deposito valuta asing BCA sebagai agunan,” ujarnya.
Meski demikian, Hera melanjutkan, komposisi kredit perseroan untuk sektor batu bara hanya 2 persen dari total penyaluran kredit per Juni 2024. “Ini juga tidak mengalami kenaikan yang berarti. Pembiayaan untuk mendukung penyediaan listrik bagi masyarakat,” tuturnya. BCA, Hera menambahkan, juga memastikan debitor berkomitmen mengelola dampak lingkungan dari kegiatan bisnisnya.
Hera memberi contoh, untuk usaha di sektor yang memiliki risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola seperti batu bara, BCA meminta dokumen tambahan seperti analisis mengenai dampak lingkungan, public disclosure program environmental compliance, serta upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Dokumen-dokumen itu menjadi bagian dari proses penilaian risiko kredit.
Direktur Business Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk Rusly Johannes mengungkapkan, bank biasanya menyediakan program khusus untuk menarik minat eksportir menempatkan DHE, termasuk mendapatkan pembiayaan dengan suku bunga kredit yang kompetitif. “Nasabah juga dapat melakukan FX swap (pertukaran mata uang asing) atas hasil DHE SDA untuk menunjang kegiatan operasionalnya,” katanya. Meski demikian, secara grup, perusahaan melakukan serangkaian pembatasan. Di antaranya tidak lagi membiayai proyek pembangkit listrik tenaga uap baru dan menghentikan pembiayaan batu bara termal pada 2040.
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Ferry Irawan mengakui adanya keluhan dari pelaku usaha setelah aturan wajib simpan DHE berlaku. Namun, dia menambahkan, kendala itu adalah masalah internal eksportir yang seharusnya dapat diselesaikan dengan optimalisasi arus kas. Eksportir juga bisa menarik fasilitas kredit dari perbankan sebagai opsi. “Dana DHE-SDA dapat digunakan sebagai agunan,” ujarnya pada Rabu, 31 Juli 2024.
Menurut Ferry, nilai aliran dana penempatan DHE mencapai US$ 9,7-12,4 miliar pada Agustus 2023-Mei 2024. Rekening khusus bank pun masih menjadi instrumen penempatan utama dana DHE, yaitu senilai US$ 8,9 miliar pada Mei 2024. Dia yakin tingkat kepatuhan eksportir naik, terbukti dari makin sedikitnya jumlah eksportir yang mendapatkan surat pemantauan dan membutuhkan klarifikasi. “Hanya beberapa yang tidak atau kurang menempatkan,” ucapnya. Pada Agustus 2023-April 2024, terdapat 42 eksportir yang terkena sanksi penangguhan pelayanan ekspor. Sanksi blokir untuk 11 di antaranya telah dibuka.
Pemerintah boleh saja mengizinkan eksportir dan bank melakukan praktik simpan DHE dan pinjaman dana. Namun, menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara, ada potensi bahaya moral atau moral hazard yang tinggi dari praktik penempatan DHE yang berujung pada imbalan pembiayaan dari perbankan. “Ibarat masuk kantong kanan keluar kantong kiri, padahal fungsi DHE untuk mendorong simpanan valuta asing dalam jangka panjang, bukan keluar lagi sejumlah uang yang sama dalam bentuk pinjaman,” tuturnya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Antara/HO-Dokumentasi pribadi.
Di sisi lain, Bhima menambahkan, bank harus mewaspadai ketergantungan pada pembiayaan tambang batu bara yang harganya kini fluktuatif. Risiko penyaluran kredit dalam jumlah besar ke tambang batu bara menjadi kontraproduktif dengan komitmen bank memperbesar porsi pendanaan ke sektor usaha hijau dan berkelanjutan. “Bank besar punya target membantu Indonesia mencapai net zero emission, tapi kok masih besar portofolio kredit batu baranya. Ini bisa jadi persoalan jika dibiarkan,” ujarnya.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan moral hazard dapat timbul dalam pembiayaan pertambangan yang menggunakan DHE sebagai agunan. “Hal ini harus diminimalkan oleh bank dengan evaluasi risiko kredit, pengawasan dan pemantauan dana, serta penilaian kapasitas pembayaran,” katanya. Sedangkan Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andri Asmoro menyebutkan bank cenderung selektif memilah debitor agar penyaluran kreditnya berkualitas. Sektor pertambangan, dia mengungkapkan, tak lagi menjadi andalan mengingat risiko yang tinggi dan komitmen bank memperbesar portofolio di sektor hijau.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Simpan di Kiri, Pinjam di Kanan"