Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJARAH mencatat sebuah pola hubungan internasional yang mengerikan. Ketika satu kekuatan baru menantang negara yang sebelumnya dominan, besar kemungkinan ujungnya adalah perang. Itulah perangkap mematikan hasil pengamatan sejarawan Yunani, Thukidides. Akankah kebangkitan Cina yang kini menantang dominasi Amerika Serikat berujung perang? Inilah kekhawatiran yang mulai menggerayangi benak para investor di seluruh dunia.
Agaknya, kemungkinan meletusnya perang militer masih kecil. Kedua negara punya senjata nuklir. Seluruh umat manusia bisa musnah terlibas kiamat nuklir jika keduanya berperang secara militer. Pemimpin Amerika dan Cina agaknya masih sama-sama waras untuk tidak mengambil keputusan segila itu. Tapi bagaimana jika perang dagang yang meletus? Pada abad ke-21 yang maha-materialistis ini, bukan tak mungkin ada modifikasi terhadap pola perangkap Thukidides.
Jangan remehkan pula dampak perang dagang Amerika melawan Tiongkok. Memang tak akan ada kiamat nuklir yang memusnahkan umat manusia. Tapi dampak perang dagang dua adidaya ekonomi yang berlangsung dalam skala penuh sudah pasti akan meluluhlantakkan dunia ke dalam kiamat ekonomi.
Dua pekan terakhir ini, ketika Amerika dan Cina masih melontarkan "tembakan peringatan" saling ancam, pasar finansial sudah bergejolak luar biasa. Semua khawatir perang gertak sambal ini benar-benar bakal meledak menjadi perang dagang skala penuh. Pasar cemas mencari tahu bagaimana probabilitasnya. Untuk itu, ada baiknya investor menelaah buku karya Dr Graham T. Allison, Destined for War: Can America and China Escape Thucydides's Trap?. Dekan pertama Harvard Kennedy School ini sangat terkenal sebagai pakar strategi. Dia penasihat semua Menteri Pertahanan Amerika sejak Presiden Reagan hingga Obama.
Allison memang membahas perang militer, bukan perang dagang. Tapi analisisnya cukup relevan untuk menerangkan pula apakah perang dagang Amerika-Cina bakal meledak tanpa kendali. Destined for War memaparkan fakta menakutkan. Menelaah data selama 500 tahun terakhir, Allison mendapati 16 kasus dengan satu negara dominan mendapat tantangan serius dari kekuatan baru. Ujungnya: 12 di antaranya berakhir dengan perang. Itu termasuk Perang Dunia seabad lalu, ketika kebangkitan Jerman menantang dominasi Inggris.
Meminjam analisis Allison tentang perang militer, semestinya Cina dan Amerika masih bisa menghindari perang dagang. Salah satu caranya jika pemimpin kedua negara mau meletakkan fokus pada perkara paling pokok: masalah domestik. Demokrasi Amerika gagal berfungsi optimal untuk menghasilkan keputusan terbaik. Sebaliknya, sistem pemerintahan otoriter di Cina juga sudah kedaluwarsa menghadapi perubahan gaya hidup abad ke-21 hasil dorongan perkembangan teknologi berkecepatan ekstrem. Ini salah satu inti soal yang belum terjawab.
Sepertinya, Amerika ataupun Cina masih mau menimbang bahwa perang dagang berskala penuh akan menciptakan kiamat ekonomi dunia. Tapi siapa yang bisa menjamin jika melihat betapa Presiden Donald Trump begitu tak terduga dalam kebijakannya yang selalu zigzag. Di sisi lain, Partai Komunis Cina malah baru saja membuka jalan bagi Presiden Xi Jinping untuk menjadi pemimpin seumur hidup. Kendati tak sesuai dengan zaman, gaya otoriter pemerintahan Cina sepertinya masih sulit berubah.
Hal yang lebih pokok buat Indonesia adalah perlunya antisipasi. Sejauh ini belum tampak persiapan untuk mengatasi dampak jika meletusnya perang dagang tak tertahankan. Bagaimana nasib rupiah kelak? Bagaimana dengan harga obligasi pemerintah yang kini masih dalam tekanan? Bagaimana indeks harga saham? Semua cuma bisa pasrah.
Di tengah ombang-ambing meletus atau tidaknya perang dagang, pasar keuangan di Indonesia ibarat sabut di tengah samudra. Pasrah tak berdaya di ambang perangkap Thukidides.
Yopie Hidayat - Kontributor Tempo
Kurs | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pekan sebelumnya |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 7 April 2018 PODCAST REKOMENDASI TEMPO ekonomi sinyal-pasar bisnis Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |