UNTUK ukuran Surabaya saja dia kurang begitu dikenal. Berdiri di
daerah Pacarkeling, pabrik minuman sari buah markisa dan sirsak
itu tak lebih dari sebuah rumah penduduk biasa. Tak ada papan
nama terpancang. Minuman merk John & Sons dengan cap mahkota
sukar diperoleh di toko-toko. Kalau toh ada kurang laris, karena
tidak dikenal luas seperti ABC umpamanya. Tapi tanggal 8 uni
mendatang perusahaan itu akan menerima penghargaan internasional
berupa The 1981 International Food/Europe Award, di Las Palmas,
Pulau Canary, pantai barat Afrika.
Hadiah itu jatuh pada John & Sons berdasarkan keputusan juri
dalam suatu pekan dagang internasional di London beberapa waktu
yang lalu. Sari markisa dan sirsak buatannya dinilai "bisa
memenuhi selera internasional."
Keruan saja perusahaan industri rumah dari Pacarkeling itu repot
setelah pengumuman penghargaan itu. Mendadak datang pesanan 60
ton minuman dari luar negeri. Tapi menurut cerita John Aisywara,
45 tahun, order itu dianggap angin lalu saja. Sebab tak bisa
dilayani. "Mereka menganggap kita ini seperti industri besar
saja," katanya tertawa.
Bagaimana John bisa melayani pesanan berton-ton, karena dalam
sebulan dia hanya bisa menghasilkan sekitar 100 peti @ 48 botol.
Ia sendiri tak pernah melamun akan mendapat penghargaan seperti
itu. Ikut sertanya sari buah cap mahkota di London hanya karena
memenuhi ajakan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) untuk
memeriahkan pameran makanan & minuman di London.
"Kami membuat sesedikit mungkin, tapi rasanya seenak mungkin.
Sehingga yang ketagihan akan selalu mencari," begitu resep
Nyonya Eveline, istri John. Sebenarnya nyonya yang punya
kegemaran memasak itulah penemu sari minuman John & Sons.
Perusahaan itu mulai bergerak tahun 1976. Mula-mula hanya
membuat sari sirsak. Lantas dikembangkan ke markisa yang
didatangkan dari Ujungpandang. Sekarang ada rencana untuk
membuka perkebunan sirsak sendiri. Karena buah yang didatangkan
dari berbagai daerah di Ja-Tim itu mengakibatkan rasa yang
berbeda-beda.
Walau tak banyak toko yang menjual sari buah tersebut, hampir
semua supermarket yang ada di Surabaya memajangnya. Rp 1.100 per
botol untuk sari markisa dan Rp 950 untuk sirsak. Pasarannya
yang terbesar di luar kota adalah Yogyakarta dan Bali. Kabarnya
para turis asing senang dengan minuman itu.
Karena kekurangan modal, perusahaan minuman yang hanya
mempekerjakan 8 karyawan itu belum bisa melancarkan promosi.
Untuk mencari pasaran baru John & Sons terkadang mengandalkan
salesmen perusahaan lain dengan memberikan komisi. Pengaruh
hadiah internasional yang diperolehnya pada pemasaran belum
kelihaun.
Perusahaan lain seperti Sekarjaya Utama di Sidoarjo, Ja-Tim,
yang memproduksi krupuk udang maju pesat setelah menggondol
hadiah Internasional Food/Europe Award tahun 1979. Pemilik
perusahaan krupuk udang itu, Harry Iyawan, 36 tahun bersama
istrinya berangkat ke Barcelona, Spanyol tahun 1980 untuk
mengambil hadiahnya.
Sekarjaya maju manup dari perusahaan kecil menjadi perusahaan
yang bisa memproduksi lebih 1 ton/hari. Mempekerjakan 100 buruh,
boleh dikatakan dia hanya melayani lidah luar negeri. Sebab
rata-rata sebulan dia mengekspor 30 ton krupuk udang. Tujuan
utama Belanda, kemudian Hongkong, Singapura dan Australia. Dia
menyisihkan 44 pabrik krupuk yang ada di daerah itu.
Begitu juga dengan Regalia yang mulai dikenal tahun 1977.
Menurut Gunawan, manajer pemasaran CV Merapi (yang memproduksi
Regalia) pasarannya semakin kuat setelah untuk pertama kali pada
1979 memperoleh medali emas dari Monte Selection, sebuah lembaga
swasta yang berpusat di Brussel, Belgia. Dengan produksinya 135
ton/bulan Regalia termasuk lima besar bersama Khong Guan,
Nissin, Robinson dan Roma.
Sejak itu berbagai pameran internasional diikuti Regalia. Tahun
1980 dia memperoleh sekaligus 3 emas, 1 perak dan 1 perunggu
dari Monde Selection. Dia juga memenangkan medali emas di
Plovdiv, Bulgaria. Dan yang paling akhir dari Leipzig Spring
Fair di Jerman Timur tahun 1981. Tapi hanya "Monde Selection"
yang sering ditonjolkannya di kaleng Regalia.
Menurut Gunawan, para penilai menentukan pilihan antara lain
setelah melakukan analisa kimia dan bakteriologi. Di samping
juga menilai kemasan.
Apakah lomba seperti itu memang berbobot? "Kalau dalam rangka
pameran tertentu memang demikian," kata H. Abdullah Hassan,
kepala bidang industri, pertanian dan makanan BPEN. Tapi menurut
dia ada lagi lembaga lain yang secara periodik memberikan
hadiah. Untuk yang satu ini BPEN sedang meneliti apakah
tujuannya bukan komersial dengan harapan mendapat untung dari
para pemenang.
Abdullah Hasan curiga dengan hadiah yang diterima John & Sons.
Karena untuk menjemput hadiah itu panitia mengenakan US$ 2000.
Ini mungkin untuk ongkos perjalanan. Tapi yang jelas John
Aisywara sendiri telah memutuskan untuk lebih baik tinggal di
rumah saja daripada membuang-buang ongkos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini