PERIBAHASA habis manis sepah dibuang, ternyata, berlaku juga bagi barang-barang elektronik, yang di negeri kita masih termasuk barang luks. Ini terjadi di Jepang. Masyarakatnya kini tidak hanya membuang geretan yang harganya hanya 100 yen, atau kondom yang seharga 1.000 yen selusin, tapi juga alat cukur, kamera, dan radio. Kedengarannya agak aneh, memang, tapi barang-barang itu memang sengaja dibuat produsennya untuk sekali pakai saja. Selby Micro 110, misalnya, nama kamera mini yang beratnya hanya 20 gram ini sengaja dibuat Iwata Enterprise Co. sebagai kamera "sekali pakai buang". Alat potret yang lebih ringan dari sebungkus rokok kretek ini, yang dijual Iwata dengan harga hanya 1.986 yen atau sekitar Rp 13.300, mampu mengambil gambar dua ribu kali. Selby memang bukan kamera biasa. Biasanya 'kan kamera dimasuki film? Tapi Selby adalah film yang dimasuki kamera. Tapi keanehan dari teknologi baru seperti Selby, ternyata, belakangan banyak digemari konsumen Jepang. Sejak pemasarannya, November tahun lalu, Selby terjual 100 ribu unit. Dan boom seperti itu tentu saja tidak lolos dari sensor perusahaan raksasa. Fuji Photo Film Co., produsen film nomor satu di Jepang, juga merencanakan memasarkan kamera jenis sekali pakai buang, awal bulan ini. Hanya saja, Fuji tidak akan menamakan produk barunya sebagai kamera sekali pakai buang, tapi sebagai film yang dilengkapi lensa. Namanya lucu: Utsurun Desu -- artinya "dapat ambil foto". "Sebab, kalau disebut sebagai kamera, ada kemungkinan konsumen meminta kembali kameranya," kata Arihiro Tasaka, deputi manajer di perusahaan itu. Padahal, kamera itu hanya dapat mengambil 24 gambar saja. Harganya pun hanya sekitar Rp 9.250. Jauh lebih murah dibandingkan dengan harga kamera biasa yang mencapai Rp 200 ribu-Rp 335 ribu. Bercermin pada sukses Selby, dan sifat konsumtif orang Jepang yang tahun lalu saja menghabiskan 230 juta rol film plus empat juta unit kamera, Fuji yakin Utsurun Desu juga bisa laku keras. "Dalam setahun bisa laku sampai satu juta unit," ujar Tasaka, yakin sekali. Apalagi ditunjang dengan banyaknya wisatawan di Jepang, "Seseorang yang lupa membawa kamera, atau tidak mampu membeli kamera, bisa membeli Utsurun Desu," katanya, berpropaganda. Konon, keadaan itulah yang mengilhami Fuji mengawinkan kamera dengan lensa. Alat lain yang juga tak kalah "sekali buang"-nya, radio "Mini-1000", yang hanya bisa didengarkan lewat earphone selama 50 jam. Yang mini ternyata bukan hanya harganya yang sekitar Rp 6.700, tapi beratnya pun hanya 25 gram. Dan, aneh tapi nyata, radio laris, yang laku 600 ribu unit sejak dipasarkan April lalu ini, tidak dibuat oleh perusahaan elektronik seperti Matsushita atau Sony, tapi oleh pabrik plastik Sikisui Corp. "SEBENARNYA kami tidak bermaksud menjual radio," kata sebuah sumber di Sekisui. "Maka, kami terkejut ketika barang itu laku keras," ujarnya lebih lanjut. Itulah sebabnya Sekisui akhirnya menjadi bernafsu. Rencananya, awal bulan ini, Sekisui akan meluncurkan radio rakitan barunya, seri radio "Mini-1000" yang diberi nama "Mini-1500". Mungkin nama ini disesuaikan dengan harganya yang 1.500 yen per unit, atau sekitar Rp 10 ribu. Ada lagi barang yang lebih tak sayang dibuang bila usai dipakai. Yaitu Choisoru, yang dalam bahasa Indonesia berarti "cukur sebentar", alat cukur mini yang beratnya hanya 35 gram, dan harganya 500 yen. Barang ini memperoleh hadiah ketiga dalam Kontes Penemuan Internasional ke-10 di New York, Mei lalu. Penemunya, Eiji Okada, semula hanyalah seorang karyawan di sebuah trading house Jepang. Dan dengan modal hanya 10 juta yen, sekitar Rp 67 juta, Okada kini menjadi Presdir Minimum Co. yang memasarkan 150 ribu Choisiru, sejak Maret lalu. Makanya, jangan heran kalau sekali waktu jalan-jalan di Tokyo, Anda menemukan lemari es, televisi, atau mesin cuci yang tampaknya masih bisa diperbaiki tercampak di tempat sampah. Itu bukan hal yang aneh. Budi Kusumah Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini